Bisnis.com, JAKARTA - Muncul isu jika ada pasukan Rusia yang membunuh komandannya di medan perang. Rumor tersebut datang dari intelijen partisan.
Intelijen partisan tersebut mengungkap meningkatnya kekerasan dalam unit Rusia karena para komandan diduga menyiksa pasukan dan meminta suap.
Hal inilah yang memicu konfrontasi fatal dan meningkatnya pembatasan senjata di internal tentara Rusia.
Dilansir dari Euro Maidan, pasukan Rusia yang bermarkas di Oblast Zaporizhzhia Ukraina sedang bergulat dengan pertikaian internal, karena kondisi layanan yang buruk.
Menurut gerakan partisan Atesh, kondisi ini dilaporkan mendorong para prajurit melakukan tindakan kekerasan.
Sebagaimana diketahui, gerakan Atesh dibentuk pada tahun 2022 setelah dimulainya perang habis-habisan Rusia melawan Ukraina.
Baca Juga
Gerakan ini mengklaim telah mengembangkan jaringan penyabotase di dalam militer Rusia dan membuat kursus daring yang mengajarkan cara menghancurkan peralatan tentara Rusia.
Pada bulan Februari 2023, gerakan ini mengklaim 4.000 tentara Rusia belajar dalam kursus daringnya.
Pasukan pendudukan menggambarkan kondisi mereka sebagai sesuatu yang tidak dapat ditoleransi.
Mereka disebut melakukan penyiksaan, intimidasi, penyitaan telepon seluler, dan korupsi yang merajalela di antara para komandan. Diduga, para komandan meminta suap dan bahkan menyita kartu gaji prajurit.
Gerakan partisan melaporkan bahwa pada tanggal 14 Januari, seorang tentara Rusia dari Brigade Senapan Bermotor Terpisah ke-64 dekat Huliaipole melukai seorang sersan dan menembak mati komandan peletonnya dengan senapan Kalashnikov 5,45 mm.
Menyusul insiden tersebut, pimpinan militer Rusia dikatakan menerapkan tindakan lebih ketat untuk mengendalikan penggunaan senjata pribadi di antara pasukan.