Bisnis.com, JAKARTA - Ukraina meluncurkan serangan ke wilayah Rusia menggunakan rudal ATACMS buatan Amerika Serikat (AS) pada Selasa (19/11/2024). Serangan ini dilakukan setelah mendapat izin dari pemerintahan Presiden AS Joe Biden dan bertepatan dengan peringatan 1.000 hari perang Ukraina-Rusia.
Dilansir dari Reuters, Rabu (20/11/2024) serangan Ukraina menargetkan gudang senjata Rusia yang terletak sekitar 110 kilometer di dalam wilayah Rusia. Serangan tersebut memicu ledakan sekunder.
Meski militer Ukraina tidak mengungkap jenis senjata yang digunakan, sumber resmi dari pemerintah Ukraina dan pejabat AS mengonfirmasi bahwa rudal ATACMS digunakan dalam serangan tersebut.
Di sisi lain, Rusia menyatakan pasukannya berhasil menembak jatuh lima dari enam rudal yang diluncurkan ke fasilitas militer di wilayah Bryansk.
Puing-puing salah satu rudal dilaporkan menghantam fasilitas tersebut, menyebabkan kebakaran yang berhasil dipadamkan tanpa korban jiwa maupun kerusakan berarti.
Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Lavrov, menyebut penggunaan ATACMS ini sebagai sinyal jelas bahwa Barat ingin meningkatkan eskalasi konflik.
Baca Juga
Rusia mengatakan senjata seperti itu tidak dapat digunakan tanpa dukungan operasional langsung dari AS, dan penggunaannya membuat AS dianggap sebagai pihak yang terlibat langsung dalam perang, yang dapat memicu pembalasan dari Rusia.
Sebagai informasi, ATACMS, diucapkan “attack-ems", adalah sistem rudal berpemandu supersonik yang dapat dipasangi amunisi cluster atau hulu ledak konvensional, dengan jangkauan maksimum sekitar 190 mil.
Selama berbulan-bulan Ukraina telah meminta izin untuk menggunakan rudal yang kuat itu terhadap wilayah Rusia.
Kyiv beralasan bahwa senjata itu akan memungkinkan pasukannya yang terbatas untuk menyerang jauh di dalam negeri dan mengenai target yang akan melemahkan mesin perang Kremlin.
Namun sebelumnya, AS sangat menentang Ukraina menggunakan senjata ini terhadap Rusia. Akan tetapi, kedatangan Korea Utara pada bulan Oktober di wilayah Kursk, tempat Ukraina melancarkan serangan mendadak pada bulan Agustus, dipandang oleh Barat sebagai eskalasi besar.