Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Donald Trump Bakal Gunakan Militer untuk Deportasi Massal Imigran Gelap AS

Donald Trump menyebut dirinya siap untuk mengumumkan keadaan darurat nasional dan menggunakan aset militer untuk melakukan deportasi massal imigran gelap.
Pemenang Pemilu Presiden Amerika Serikat 2024 Donald Trump. Bloomberg/Christopher Dilts
Pemenang Pemilu Presiden Amerika Serikat 2024 Donald Trump. Bloomberg/Christopher Dilts

Bisnis.com, JAKARTA - Presiden terpilih Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut dirinya siap untuk mengumumkan keadaan darurat nasional dan menggunakan aset militer untuk memenuhi janji kampanye pemilu 2024 guna melakukan deportasi massal.

Trump mengungkapkan hal tersebut pada sebuah postingan singkat di platform Truth Social miliknya pada Senin (18/11/2024) waktu setempat sebagai tanggapan atas postingan oleh Tom Fitton, presiden kelompok konservatif Judicial Watch.

Mengutip laporan Al Jazeera pada Selasa (19/11/2024), Fitton telah menulis pada 8 November bahwa laporan menunjukkan pemerintahan Trump yang akan datang siap untuk mengumumkan keadaan darurat nasional dan akan menggunakan aset militer”dalam upaya deportasi massal.

Merespons laporan tersebut, Trump menjawab: “Benar!!!”

Pernyataan tersebut merupakan pesan paling tegas mengenai bagaimana Trump berencana memenuhi janji kampanyenya untuk melakukan operasi deportasi terbesar dalam sejarah AS.

Upaya ini telah memicu kecaman dari para pembela hak asasi manusia dan menimbulkan pertanyaan tentang kelayakan dan batasan kekuasaan Trump sebagai presiden untuk mengusir jutaan imigran tidak berdokumen dari negara tersebut.

Presiden terpilih dari Partai Republik ini juga yakin akan menghadapi segunung tantangan hukum, apa pun yang dia lakukan.

Aaron Reichlin-Melnick, peneliti senior di American Immigration Council, mengatakan, berdasarkan hukum AS, presiden dapat mengumumkan keadaan darurat nasional dan menggunakan kekuatan darurat hanya dalam situasi tertentu.

“Dan ‘menggunakan militer untuk deportasi’ bukanlah salah satu hal yang spesifik,” tulis Reichlin-Melnick di media sosial sebagai tanggapan atas pernyataan Trump.

Pertanyaan yang Belum erjawab

Trump telah berjanji untuk melakukan deportasi selama berbulan-bulan seiring dengan fokusnya pada masalah imigrasi selama periode kampanye. Namun, dia hanya memberikan sedikit rincian tentang mekanisme rencana tersebut setelah dia mulai menjabat pada bulan Januari.

Diperkirakan sekitar 11 juta hingga 13 juta penduduk tidak berdokumen tinggal di AS, dan kelompok imigrasi dan hak asasi manusia telah lama memperingatkan dampak kemanusiaan dari upaya deportasi massal.

Mereka mengatakan kebijakan seperti itu mungkin memerlukan peningkatan kapasitas penegakan hukum dan penahanan yang sangat besar dan mahal.

Sebuah analisis yang dilakukan oleh American Immigration Council menemukan bahwa meningkatkan deportasi menjadi satu juta orang per tahun – sekitar empat kali lipat dari angka saat ini – akan menelan biaya $US967,9 miliar selama satu dekade.

Stephen Miller, wakil kepala staf kebijakan Trump dan penasihat kebijakan imigrasi garis keras, sebelumnya telah melontarkan gagasan untuk menurunkan Garda Nasional AS, sebuah cabang militer, untuk melakukan penggerebekan dan penahanan skala besar.

Tom Homan, mantan kepala Penegakan Imigrasi dan Bea Cukai AS (ICE) yang kemudian ditunjuk menjadi raja perbatasan baru Trump, baru-baru ini mengatakan kepada program TV CBS 60 Minutes bahwa pemerintah akan menggunakan penegakan yang ditargetkan.

Homan mengatakan dalam wawancara pada akhir Oktober bahwa penekanannya adalah pada lokasi kerja dan “ncaman keselamatan publik dan ancaman keamanan nasional.

Untuk menghindari perpisahan keluarga, Holman menambahkan: “Keluarga dapat dideportasi bersama.”

Sementara itu, selama masa kampanye, Trump secara teratur berjanji untuk menerapkan Alien Enemies Act tahun 1798 – sebuah undang-undang yang memungkinkan presiden untuk mendeportasi warga negara dari negara musuh tanpa proses hukum yang biasa – ketika berbicara tentang rencana deportasinya.

Namun para ahli hukum mengatakan dia tidak mempunyai wewenang untuk menggunakan undang-undang tersebut untuk deportasi massal.

Reichlin-Melnick mencatat bahwa Trump mengumumkan keadaan darurat nasional pada  2019 selama masa jabatan pertamanya sebagai presiden untuk membuka pendanaan militer untuk tembok perbatasan.

Dia mengatakan presiden terpilih mungkin berencana untuk menggunakan manuver serupa untuk membuka dana militer untuk penegakan deportasi tetapi memperingatkan bahwa pernyataan Trump tidak boleh dianggap serius.

“Pelajaran yang saya dapat dari pengalaman pertama kali ini adalah bahwa kita sama sekali tidak bisa menganggap hal-hal yang dikatakan oleh orang-orang Trumpworld sebagai hal yang benar, mengingat mereka tidak memiliki hal yang spesifik dan kemauan total untuk membuat pernyataan muluk-muluk yang bertujuan untuk memicu kaum liberal dan menjadi berita utama," katanya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper