Bisnis.com, JAKARTA - Donald Trump bersiap memilih orang-orang penting untuk berada dalam pemerintahannya, setelah resmi dilantik jadi Presiden Amerika Serikat (AS).
Berbeda dengan yang lalu, Trump diprediksi akan melakukan rombak total dan mengatakan bahwa orang yang berada di masa jabatan pertamanya adalah "kesalahan besar".
Dalam wawancara yang dilakukannya pada Oktober lalu, mengutip Time, ia mengatakan bahwa dirinya telah memilih “orang-orang jahat dan tidak setia” untuk bergabung dengan pemerintahannya.
Berikut ini beberapa orang yang disiapkan Trump untuk bergabung dalam kabinetnya, dikutip dari Time:
1. Susie Wiles
Susie Wiles diumumkan Trump untuk menjadi kepala staf Gedung Putih. Susie dulunya adalah manjaer kampanye Trump untuk Pilpres 2024.
Sebagai ahli strategi dan staf kampanye Partai Republik yang sudah lama menjabat, Wiles bekerja pada kampanye Ronald Reagan pada tahun 1980 dan mengelola kampanye gubernur Florida Ron DeSantis yang memenangkan pemilu pada tahun 2018.
Baca Juga
Wiles, disebut Trump sebagai “gadis es” dalam pidato kemenangan malam pemilihannya, akan menjadi wanita pertama yang menjabat sebagai kepala staf.
2. Stephen Miller
Melansir AFP, Trump memilih Miller menjadi wakil kepala staf untuk kebijakan Gedung Putih.
Miller adalah seorang garis keras yang sebelumnya menjadi juru bicara yang vokal pada kampanye Trump. Ia juga menjadi penasihat senior pada pemerintahan pertama Trump.
Miller telah menjadi tokoh sentral dalam beberapa keputusan kebijakan Trump, terutama pada langkah memisahkan ribuan keluarga imigran.
Pada 2021 setelah Trump lengser, Miller menjabat sebagai presiden America First Legal, sebuah organisasi yang terdiri dari mantan penasihat Trump yang bertujuan untuk menantang pemerintahan Biden, perusahaan media, universitas, dan lainnya mengenai isu-isu seperti kebebasan berbicara dan keamanan nasional.
3. Mike Waltz
Mike Waltz ditunjuk sebagai penasihat keamanan nasional. Ia adalah pensiunan perwira Garda Nasional Angkatan Darat dan veteran perang.
Penunjukkan Mike berarti menempatkan mantan perwira ini untuk melakukan keputusan dalam serangkaian krisis keamanan nasional, termasuk upaya menyediakan senjata ke Ukraina dan meningkatnya kekhawatiran tentang meningkatnya aliansi antara Rusia dan Korea Utara hingga serangan terus-menerus di Timur Tengah.