Bisnis.com, JAKARTA — Indonesia membantah pihaknya secara efektif mengakui klaim China yang disengketakan di Laut Natuna Utara atau kerap disebut Laut China Selatan setelah pernyataan bersama dengan Beijing mengenai pengembangan wilayah yang diperebutkan mendapat kecaman keras.
Dikutip dari Bloomberg pada Senin (11/11/2024), kehebohan ini muncul setelah China mengeluarkan pernyataan bersama selama kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Beijing baru-baru ini, yang menyatakan bahwa kedua negara sepakat untuk berkolaborasi dalam inisiatif maritim dan mencapai pemahaman bersama mengenai pembangunan bersama di bidang-bidang yang memiliki klaim yang tumpang tindih.
Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI dalam keterangan resminya mengatakan pernyataan tersebut tidak dapat diartikan sebagai pengakuan atas klaim kontroversial "sembilan garis putus-putus" atau nine dash line yang dilakukan China.
"Kerja sama ini tidak dapat dimaknai sebagai pengakuan atas klaim '9-Dash-Lines'. Indonesia menegaskan kembali posisinya selama ini bahwa klaim tersebut tidak memiliki basis hukum internasional dan tidak sesuai dengan UNCLOS 1982. Dengan demikian, kerja sama tersebut tidak berdampak pada kedaulatan, hak berdaulat, maupun yurisdiksi Indonesia di Laut Natuna Utara," jelas Kemlu dalam keterangan resminya, Senin (11/11/2024).
Kemlu menyebut, kerja sama dengan China diharapkan dapat menjadi suatu model upaya memelihara perdamaian dan persahabatan di kawasan Laut Natuna Utara.
Selain itu, kerja sama ini diharapkan akan mencakup berbagai aspek kerja sama ekonomi, khususnya di bidang perikanan dan konservasi perikanan di Kawasan dengan berdasarkan kepada prinsip-prinsip saling menghormati dan kesetaraan.
Baca Juga
Peristiwa ini terjadi beberapa minggu setelah Badan Keamanan Laut (Bakamla) Indonesia mengatakan pihaknya mencegat dan mengusir kapal Penjaga Pantai China yang memasuki wilayah perairan negara tersebut. Meskipun Indonesia bukan pihak yang secara resmi mengajukan klaim dalam sengketa Laut Cina Selatan, Jakarta biasanya menahan diri untuk tidak mengakui klaim besar China, yang didasarkan pada peta samar tahun 1947 yang menggambarkan garis demarkasi berbentuk U.
Kunjungan Prabowo ke Beijing—lawatan pertamanya sejak mulai menjabat pada Oktober 2024—adalah bagian dari upaya jangka panjang untuk menyeimbangkan hubungan antara China dan Amerika Serikat.
Prabowo bertemu dengan Presiden China Xi Jinping pekan lalu dan setuju untuk bersama-sama mengembangkan perikanan dan mendorong keselamatan maritim. Perusahaan China dan Indonesia akan menandatangani perjanjian bisnis senilai total lebih dari US$10 miliar pada hari Minggu.
Meskipun begitu, pernyataan bersama tersebut memicu kritik dari pejabat dan mantan pejabat Indonesia.
"Meskipun dalam format pernyataan bersama atau MOU, posisi baru Indonesia adalah tindakan unilateral yang mengikat vis-a-vis China. Dalam hal ini, Indonesia akan kesulitan mengubah posisi hukumnya karena prinsip hukum internasional," kata Eddy Pratomo, diplomat senior Indonesia dan mantan utusan khusus presiden untuk pembatasan maritim.
Bakamla mengatakan kepada parlemen pada hari Senin bahwa mereka akan bertemu dengan pejabat tinggi penjaga pantai China awal bulan depan untuk memperkuat hubungan antara kedua negara di sektor maritim.
Anggota parlemen mengatakan badan maritim tersebut perlu menerapkan perlindungan yang lebih kuat terhadap ancaman dari Tiongkok mengingat terbatasnya armada Indonesia.
"Apakah ini ujian atau apa? Sepertinya mereka mengejek kami," kata anggota parlemen oposisi Sarifah Ainun dalam sidang.
"Nelayan kami ditangkap jika mereka memasuki wilayah mereka, tapi kami hanya mengusir mereka."