Bisnis.com, JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin menjadi tuan rumah pertemuan puncak tahunan BRICS, yang dimulai pada Selasa (22/10/2024), di kota Kazan, Rusia barat daya.
Dalam pertemuan ini berbagai petinggi dari beberapa negara datang untuk membahas perekonomian dunia.
BRICS merupakan singkatan dari Brasil, Rusia, India, Tiongkok, dan Afrika Selatan yang didirikan pada 2006.
Grup ini memulai pertemuan perdana KTT BRIC pada 2009.
Tujuan dari aliansi BRICS adalah untuk menantang monopoli ekonomi dan politik Barat. Kelompok ini menetapkan prioritas dan mengadakan diskusi setahun sekali selama pertemuan puncak, yang mana para anggotanya bergiliran menjadi tuan rumah.
Saat ini, KTT BRICS 2024 menjadi yang ke-16 yang diselenggarakan dan menunjuk Rusia sebagai tuan rumah.
Tema sentral yang menyatukan para anggota BRICS adalah kekecewaan mereka terhadap lembaga-lembaga tata kelola global yang dipimpin Barat, terutama dalam hal perekonomian.
Pertemuan BRICS menjadi penting bagi Rusia, terutama setelah dijatuhkannya sanksi setelah invasi besar-besaran dilakukan terhadap Ukraina pada 2022.
Hal ini membuat takut banyak negara di Selatan, yang khawatir negara-negara Barat dapat mempersenjatai alat keuangan global untuk melawan mereka.
Terlebih saat meletusnya perang di Gaza, di mana Amerika Serikat (AS) mulai memperenjatai Israel untuk memperluas invasi.
“Setelah perang di Gaza [di mana AS mengirim senjata ke Israel], Rusia dan Tiongkok telah lebih efektif memanfaatkan sentimen anti-Barat ini, memanfaatkan rasa frustrasi terhadap standar ganda Barat serta penggunaan sanksi dan pemaksaan ekonomi oleh Barat,” kata Asli Aydintasbas, pakar kebijakan luar negeri Turki, dalam komentarnya di Brookings Institute, sebuah wadah pemikir di Washington, DC, dikutip dari Al Jazeera.
Pakar Aydintasbas mengatakan bahwa BRICS juga ukan berarti bergerak melawan dominansi AS dengan China.
"Namun hal ini berarti mereka terbuka untuk bersekutu dengan Rusia dan Tiongkok demi dunia yang lebih terfragmentasi dan otonom," lanjutnya.
Untuk itu, mitra BRICS ingin mengurangi ketergantungan mereka pada dolar AS dan sistem SWIFT, jaringan pesan internasional untuk transaksi keuangan yang terputus dari bank-bank Rusia pada tahun 2022.
Pada 2023, diusulkan mata uang perdagangan untuk anggota BRICS. Namun hal ini mendapat keraguan dari beberapa pihak.
Sehingga saat ini para anggota BRICS berupaya menggunakan mata uang nasional mereka lebih banyak untuk perdagangan bilateral guna melindungi mereka dari fluktuasi mata uang dan mengurangi ketergantungan mereka pada dolar.
“China kini memiliki alternatif terhadap sistem pembayaran SWIFT, meskipun penggunaannya terbatas, dan negara-negara seperti Turki dan Brazil semakin merestrukturisasi cadangan dolar mereka menjadi emas,” kata Aydintasbas. “Pertukaran mata uang untuk kesepakatan energi juga merupakan ide yang populer – semuanya menunjukkan keinginan untuk lebih mandiri secara finansial dari Barat,”