Bisnis.com, JAKARTA--Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menghadirkan bekas kader Partai Kebangkitan Bangsa alias PKB untuk menghadapi kubu Muhaimin Iskandar alias Cak Imin yang dinilai telah melenceng jauh dari khittah partai. Salah satu tokoh yang hadir adalah Effendi Choirie alias Gus Choi.
Gus Choi adalah bekas kader PKB yang dipecat oleh Cak Imin pada tahun 2013 lalu. Ia dipecat lantaran terlalu kritis terhadap pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PKB pada waktu itu adalah salah satu partai pendukung pemerintahan SBY.
Adapun Gus Choi telah hadir memenuhi panggilan PBNU untuk menjelaskan posisi Muhaimin Iskandar saat merebut PKB dari Gus Dur.
Dia menjelaskan bahwa undangan itu bukan berasal dari personal Ketum atau Sekjen PBNU, namun Gus Choi mengaku diundang secara kelembagaan oleh PBNU. Maka dari itu, Gus Choi menegaskan bahwa dirinya bakal memenuhi undangan tersebut.
"Saya ini kan sebagai kader NU juga harus menghormati undangan PBNU. Jadi yang tanda tangan surat Waketum dan Wasekjen PBNU, tembusannya Rois Aam dan Ketum PBNU, jadi ini tuh bukan undangan orang-perorang PBNU, tapi institusi PBNU, karena itu saya harus hadir untuk menghormati dan takdzim kepada PBNU," tuturnya di Jakarta, Rabu (7/8/2024).
Gus Choi mengaku sudah siap memberikan semua keterangan kepada PBNU terkait sejarah PKB hingga direbutnya PKB dari Gus Dur ke Muhaimin Iskandar.
Baca Juga
Dia mengatakan bahwa dirinya memahami kondisi PKB sejak dulu sampai saat ini. Pasalnya, kata Gus Choi, dirinya pernah jadi Ketua Fraksi PKB DPR dan pernah menjadi Ketua Muktamar Luar Biasa PKB.
"Saya permah jadi Ketua Fraksi PKB, partai yang didirikan NU dan pernah jadi Ketua Muktamar Luar Biasa PKB. Insya Allah saya akan menjawab semua pertanyaan dari PBNU terkait apa yang saya alami dan saya ketahui," terangnya.
Eks Sekjen PKB
Sebelumnya, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) memanggil Lukman Edy untuk membahas ihwal konflik PKB-PBNU yang semakin meruncing.
Lukman menjelaskan dalam rapat tertutup yang digelar selama dua jam, dirinya dimintai keterangan salah satunya tentang konflik antara Gus Dur dan Cak Imin pada 2008 yang menimbulkan dualisme Muktamar PKB.
"Pada saat itu kan ada Muktamar Ancol yang dipimpin Gus Dur dan Muktamar Parung yang dipimpin Cak Imin. Ya sudah saya jelaskan saja apa adanya," tuturnya di Kantor PBNU Jakarta, Rabu (31/7/2024).
Selain itu, dia juga membawa AD/ART DPP PKB pertama dan saat ini sebagai bahan untuk perbandingan oleh para elit PBNU serta dokumen tentang sejarah berdirinya PKB.
Lukman dan elite PBNU juga sempat membahas Muktamar DPP PKB tahun 2019 lalu, di mana Dewan Syuro lagi tidak memiliki kewenangan apapun.
"Kewenangan Dewan Syuro PKB dihapus dan masih banyak yang dihapus,” ujarnya.
Ma'ruf Amin Siap Jadi Penengah
Sementara itu, Wakil Presiden (Wapres) RI Ma’ruf Amin bersedia menjadi penengah alias juru damai konflik yang terjadi antara elite Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Hal ini dikemukakan Wapres dalam keterangan persnya usai meninjau MuseumKu Gerabah Timbul Raharjo Kasongan, Kajen, Bangunjiwo, Kec. Kasihan, Kab. Bantul, D.I. Yogyakarta, Rabu (7/8/2024).
“Kalau keinginan mereka itu untuk saya dimintai sebagai orang yang bagaimana meng-islahkan, mendamaikan dengan tulus dengan ikhlas, saya sangat bersedia,” katanya kepada wartawan.
Sebab, kata Ma’ruf, mendamaikan dua pihak yang berseteru merupakan perintah agama. Terlebih, dirinya merupakan salah satu pendiri PKB, dan juga pernah aktif di PBNU.
“Apalagi saya juga terlibat dulu waktu pendirian [PKB], bahkan Ketua Dewan Syuro pertama itu saya, sebelum Gus Dur, tentu saya punya [kedekatan],” sebutnya.
Kendati demikian, Wapres Ke-13 RI itu juga menegaskan akan menolak menjadi juru damai, jika kedua belah pihak mendekatinya sekedar mencari “peluru” untuk menyerang satu sama lain.
“Tapi kalau hanya nyari peluru, untuk menghantam yang satu, hanya minta dari saya tapi digunakan untuk peluru, untuk menghantam yang lain, saya tidak bersedia,” tegasnya.
Karena dengan begitu, orang nomor dua di Indonesia itu menilai bahwa, sama saja dirinya justru memicu konflik yang ada menjadi makin besar.
“Tapi kalau saya dimintai untuk mendamaikan, mereka ingin berdamai mencari solusi, tentu saya sangat siap untuk melakukan itu,” tandas Ma’ruf