Bisnis.com, JAKARTA — Putusan pengadilan di tengah penyelenggaraan pemilihan umum tampaknya menjadi aral bagi tahapan kontestasi politik elektoral pada 2024. Wacana untuk membatasi putusan pengadilan terkait kepemiluan di tengah tahapan berjalan pun disuarakan.
Pasalnya, sejumlah putusan lembaga peradilan tampak mengganggu proses Pemilu dan Pilkada 2024. Salah satunya adalah Putusan Mahkamah Agung (MA) No. 23 P/HUM/2024.
Putusan MA yang ditetapkan pada Juni 2024 tersebut mengubah tafsir penghitungan syarat usia minimum calon kepala daerah.
Padahal, penyerahan dukungan bakal calon kepala daerah jalur perseorangan atau nonpartai (independen) sudah rampung pada Mei 2024 dan verifikasi masih berlangsung saat ini. Hanya pendaftaran bakal calon jalur partai yang baru akan dibuka pada Agustus 2024.
Kondisi itu pun menghadirkan problem tersendiri bagi Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pilkada 2024 dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Tak mengherankan, KPU saat ini tengah mengkaji untuk membuka lagi pendaftaran pasangan calon kepala daerah jalur independen menjelang Pilkada Serentak 2024.
Di samping itu, Bawaslu berencana menyampaikan rekomendasi kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), serta DPR untuk menetapkan aturan yang membatasi putusan pengadilan terkait pemilu pada tahapan penyelenggaraannya.
Baca Juga
OPSI PENDAFTARAN BARU
Anggota KPU RI Idham Holik mengakui bahwa pihaknya tengah mengkaji opsi untuk membuka lagi pendaftaran pasangan calon kepala daerah jalur nonpartai .
Pertimbangannya, saat pendaftaran calon independen sudah ditutup pada bulan Mei 2024, Putusan MA No. 23 P/HUM/2024 belum terbit.
"Dahulu waktu kami membuka penyerahan, menetapkan jadwal, waktu penyerahan dukungan calon perseorangan pada tanggal 8—12 Mei 2024 putusan MA ini belum terbit," jelasnya dalam Focus Group Discussion (FGD) Tindak Lanjut Putusan MA di kawasan Kuningan, Jakarta, Senin (8/7/2024).
Idham menjelaskan lebih lanjut bahwa putusan MA tersebut mengubah tafsir penghitungan syarat usia minimum calon kepala daerah. Sebelum diubah MA, syarat usia minimal calon dihitung saat penetapan pasangan calon pada 22 September 2024.
Namun setelah diubah MA, syarat usia minimal calon dihitung saat pelantikan pasangan calon kepala daerah/wakil kepala daerah terpilih pada tanggal 1 Januari 2025.
Alhasil, putusan MA itu membuat peminat jalur nonpartai yang awalnya tidak jadi maju karena tak memenuhi syarat usia minimal bisa mendaftarkan diri. Apalagi hingga sekarang, KPU masih menunggu jadwal pelantikan serentak calon kepala daerah terpilih yang bakal diatur lewat peraturan presiden (perpres).
Berdasarkan simulasi yang disusun KPU, calon independen yang pendaftarannya telah diverifikasi sejak Mei akan terus diproses sembari komisi tersebut membuka pendaftaran kembali untuk calon lain yang barangkali berminat maju jalur nonpartai.
Namun, Idham mengakui ada perbedaan pada tahapan pendaftaran bagi calon lain bila KPU kembali membuka opsi baru ini. Perbedaannya, terletak pada tahapan pendaftaran baru yang lebih singkat yakni hanya 87 hari. Sebab, tahapan pendaftaran calon nonpartai yang diproses sejak Mei berlangsung selama 126 hari.
Sebagai perbandingan, jelas Idham, calon independen yang mendaftar pada Mei 2024 memiliki waktu lima hari untuk menyerahkan syarat dukungan warga ke KPU. Pada opsi pendaftaran baru, calon nonpartai hanya punya empat hari.
Selain itu, pada Mei lalu, KPU mempunyai kesempatan 21 hari untuk melakukan verifikasi administrasi atas syarat dukungan calon nonpartai. Namun, dengan opsi terbaru, KPU cuma 15 hari untuk melakukan verifikasi administrasi yang sama.
Kendati begitu, Idham menegaskan bahwa simulasi tersebut masih akan dikonsultasikan dengan Komisi II DPR RI dan Pemerintah dalam rapat dengar pendapat sebelum dapat ditetapkan menjadi kebijakan dan jadwal resmi.
BERISIKO
Opsi baru yang tengah dikaji KPU itu pun tidak terlepas dari kritikan. Pembukaan pendaftaran baru bagi calon independen dinilai berisiko bagi kelancaran penyelenggaraan Pilkada 2024.
Kritikan itu antara lain datang dari Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Neni Nur Hayati. Dia mengingatkan bahwa tahapan pendaftaran calon jalur independen sudah melewati tahapan verifikasi faktual. Jika diulang kembali maka harus ada revisi jadwal tahapan.
"KPU itu terlalu memaksakan menindaklanjuti putusan MA, padahal seharusnya tidak perlu ditindaklanjuti untuk pemilihan serentak 2024 saat ini," kata Neni kepada Bisnis, Rabu (10/7/2024).
Dia mengaku khawatir jika KPU memaksakan ulang tahapan pendaftaran calon kepala daerah maka para penyelenggara pemilu di lapangan yang tidak siap. Apalagi, lanjutnya, infrastruktur dan sumber daya penyelenggaraan sangat terbatas.
"Karena saat ini tahapan lain juga sudah berlangsung yaitu pemutakhiran daftar pemilih," jelasnya.
Neni juga mengaku menjadi pihak yang terdaftar sebagai peserta FGD yang digelar KPU untuk membahas wacana pengulangan pendaftaran calon kepala daerah jalur independen. Namun, dia mengaku pihak KPU tidak pernah memberi tahu untuk datang ke FGD tersebut.
Oleh karena itu, Neni merasa KPU tidak benar-benar menerapkan prinsip partisipasi publik. Masyarakat sipil, menurutnya, tidak benar-benar diberi kesempatan untuk memberi masukan untuk penyelenggaraan Pilkada 2024.