Bisnis.com, JAKARTA - Kondisi lembaga negara, utamanya yudikatif bisa dibilang tengah di titik nadirnya. Hanya dalam kurun waktu kurang dari 1 tahun, 3 pucuk pimpinan lembaga dipecat, tersangkut kasus yang berujung pelanggaran kode etik berat.
Realitas tersebut menjadi potret kelamnya kualitasnya para petinggi lembaga yang seharusnya menjadi tumpuan masyarakat mendapatkan perlakuan yang adil dan setara.
Mahkamah Konstitusi (MK), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan yang terakhir Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ketiga lembaga tersebut ditinggalnya pimpinannya karena status dipecat.
MK menjadi lembaga yudikatif pertama yang harus mengalami pemecatan posisi ketua. Anwar Usman, diberhentikan dari Ketua MK karena telah melanggar sejumlah poin yang termaktub dalam Sapta Karsa Hutama.
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menyampaikan putusan bahwa Anwar Usman terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap kode etik dan perilaku hakim konstitusi, sehingga dijatuhi sanksi pemberhentian dari Ketua MK.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor," kata Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan amar putusan di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11/2023).
Baca Juga
Majelis Kehormatan menyimpulkan beberapa pokok hingga akhirnya menyatakan Anwar Usman melanggar etik berat. Kesimpulan tersebut didapat usai memeriksa para pelapor, hakim terlapor, serta para saksi dan ahli.
Pokok kesimpulan pertama, Anwar Usman yang tidak mengundurkan diri dari proses pemeriksaan pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 terbukti melanggar Sapta Harsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan.
Kedua, Anwar Usman sebagai Ketua MK terbukti tidak menjalankan fungsi kepemimpinan (judicial leadership) secara optimal, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Kecakapan dan Kesetaraan.
Ketiga, Anwar Usman terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak luar dalam proses pengambilan Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, sehingga melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Independensi.
Keempat, ceramah Anwar Usman mengenai kepemimpinan usia muda di Universitas Islam Sultan Agung Semarang berkaitan erat dengan substansi perkara menyangkut syarat usia capres dan cawapres, sehingga terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama, Prinsip Ketakberpihakan.
Kelima, Anwar Usman beserta seluruh hakim konstitusi terbukti tidak dapat menjaga keterangan atau informasi rahasia dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) yang bersifat tertutup, sehingga melanggar Prinsip Kepantasan dan Kesopanan.