Bisnis.com, JAKARTA - Ada lebih dari 811.000 orang telah menandatangani petisi, yang diselenggarakan di situs web Majelis Nasional Korea Selatan, sejak ditayangkan pada 20 Juni 2024.
Petisi tersebut mendesak parlemen mengeluarkan Rancangan Undang-Undang (RUU) untuk memakzulkan Presiden Yoon Suk-yeol karena rakyat menilai dia tidak lagi layak memangku jabatan tersebut.
Petisi itu menguat setelah Presiden Korea Selatan itu diduga telah melakukan korupsi, memicu risiko perang dengan Korea Utara, dan membahayakan kesehatan warga Korea Selatan dengan tidak menghentikan Jepang membuang air radioaktif dari pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima ke laut.
Warga Korea Selatan mencoba mengakses petisi tersebut, tetapi menghadapi penundaan yang berlangsung hingga 4 jam, pada Senin (1/7/2024).
Adapun di dalam sistem web tersebut menunjukkan lebih dari 30.000 orang sedang menunggu untuk mengakses situs petisi itu.
Secara hukum, parlemen harus menyerahkan petisi yang ditandatangani lebih dari 50.000 orang kepada suatu komite yang kemudian akan memutuskan untuk menyerahkannya kepada majelis untuk pemungutan suara.
Baca Juga
Profesor madya di Pusat Penelitian Studi Korea Universitas Monash, Andy Jackson mengatakan petisi tersebut penting karena mencerminkan ketidakpuasan di seluruh negeri terhadap presiden dan kinerjanya.
Menurutnya, dengan banyaknya tanda tangan dan ketidakpuasan yang meluas ini, komite kemungkinan akan merekomendasikan tindakan lebih lanjut.
"Jika ini tidak terjadi, maka kemarahan publik kemungkinan akan meluap dan orang-orang akan turun ke jalan secara massal," katanya, dilansir Abc, pada Rabu (3/7/2024).
Parlemen Korea Selatan telah dua kali memakzulkan presiden, di antaranya Roh Moo-hyun pada 2004 dan Park Geun-hye pada 2017.
Profesor Jackson mengatakan sangat mungkin jika Yoon Suk-yeol akan dimakzulkan. Menurutnya, ada banyak alasan sehingga popularitas Yoon merosot.
Dia menjelaskan bahwa sikap garis kerasnya terhadap Korea Utara seharusnya membawa stabilitas ke semenanjung, tetapi justru meningkatkan ketegangan.
Seperti diketahui, Yoon Suk-yeol pemimpin Partai Kekuatan Rakyat yang konservatif di negara itu, menjadi presiden pada Mei 2022 setelah menang tipis dalam Pemilihan Umum (Pemilu) melawan pemimpin Partai Demokrat liberal di negara itu, Lee Jae-myung.
Lee Jae-myung mengatakan ketidakpuasan terhadap Yoon Suk-yeol telah meningkat selama 2 tahun terakhir.
"Ada persepsi bahwa Yoon tidak terlibat dalam komunikasi dan dialog dengan publik dan media mengenai isu kebijakan yang kontroversial, tetapi malah berpegang teguh pada sikap kebijakannya dan presiden itu bergantung pada sekelompok kecil orang dalam yang tepercaya," tambahnya.