Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna Laoly memastikan bahwa data imigrasi masih tersimpan di Amazon Web Services (AWS).
Hal ini disampaikannya usai mengikuti rapat internal bersama Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait dengan pembahasan soal serangan siber terhadap server Pusat Data Nasional (PDN) di Istana Kepresidenan, Jumat (28/6/2024).
“Sekarang masih di situ. Masih di AWS. Lengkap. Bagus tidak ada lagi kendala,” ujarnya kepada wartawan.
Lebih lanjut, dia memastikan tak ada data dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) yang mengalami kebocoran.
Meski begitu, Yasonna mengaku belum mengetahui sampai kapan data milik kementeriannya akan berimigrasi ke komputasi awan (cloud) milik swasta tersebut.
“Nanti kita liat aja [sampai kapan],” tandas Yasonna.
Baca Juga
Sebelumnya, dia mengamini pemerintah tengah memindahkan sementara data imigrasi ke komputasi awan (cloud computing) swasta akibat dampak padamnya Pusat Data Nasional (PDN).
Dia melanjutkan bahwa usai PDN mengalami serangan peretas (hacker) yang turut berdampak terhadap data imigrasi membuat Kementerian yang dinahkodainya memilih untuk melakukan migrasi data ke Amazon Web Services (AWS).
"Ya kita terpaksa migrasi dulu ke, apa, AWS. Jadi menunggu PDN baik, kita harus emergency apa, solusi emergency. Jadi kita pakai apa, yang Amazon dulu," katanya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (24/6/2024).
Kendati demikian, Yasonna mengaku belum dapat menjelaskan kapan target pemeriksaan keimigrasian secara digital itu akan rampung secara menyeluruh.
"Ya kita tunggu saja PDN-nya [berfungsi kembali]," tandas Yasonna.
Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) menyampaikan bahwa bahwa gangguan server Pusat Data Nasional (PDN) disebabkan oleh serangan ransomware LockBit 3.02
Dia mengatakan bahwa pihak peretas meminta tebusan kepada pemerintah hingga US$8 juta untuk menghentikan serangan terhadap pusat data nasional tersebut.
“BSSN konferensi pers di Kominfo. Saya tinggal karena saya harus ke sini [rapat paripurna]. Ini serangan virus lockbit 3.02. [Mereka minta tebusan] menurut tim US$ 8 juta,” ujarnya kepada wartawan di kompleks Istana Kepresidenan, Senin (24/6/2024).
Sekadar informasi, LockBit bukanlah virus, melainkan salah satu grup peretas yang aktif sejak 2019 yang pada awalnya dikenal dengan nama ABCD merupakan grup operator ransomware.
Sebelumnya, grup peretas itu sempat menginveksi Bank Syariah Indonesia (BSI) dengan menggunakan Ransomware-as-a-Service (RaaS) yang merupakan warisan dari Lockbit dan Lockbit 2.0. LockBit, yaitu varian terbaru versi 3.0 atau juga dikenal dengan Lockbit Blackz
Serangan tersebut memiliki kemampuan yang mampu menyesuaikan berbagai opsi selama kompilasi dan eksekusi muatan. LockBit 3.0 menggunakan pendekatan modular dan mengenkripsi muatan hingga eksekusi, yang menghadirkan hambatan signifikan untuk analisis dan deteksi malware.
Untuk diketahui, LockBit sangat aktif melakukan pemerasan ganda, broker akses awal serta mereka juga beriklan di forum peretas. Mereka juga diketahui merekrut orang dalam dan merekrut peretas terampil untuk menjalankan aksinya.