Bisnis.com, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus bau anyir dalam putusan sela yang 'membebaskan' Hakim Agung Gazalba Saleh.
Apalagi Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru membatalkan putusan sela Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Tipikor) Jakarta Pusat dan memastikan KPK memiliki kewenangan untuk menangani perkara tersebut.
Ketua Sementara KPK Nawawi Pomolango mengungkapkan bahwa produk putusan sela itu menimbulkan kekacauan dalam sistem peradilan. Hal itu lantaran Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat menilai jaksa penuntut umum (JPU) KPK tidak memiliki kewenangan dalam penuntutan kecuali mendapatkan pendelegasian dari Jaksa Agung.
"Bayangkan bagaimana perkara yang banyak, begitu berlangsung khusus yang satu ini [Gazalba] dinyatakan cacat padahal yang lainnya ini sama dan ditangani oleh majelis hakim yang sama. Apakah itu tidak menjadi terkesan kacau gitu," ujarnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK.
Nawawi juga mengungkap bahwa dikabulkannya eksepsi Gazalba, duplik atau pledoi dari para terdakwa lain di kasus yang ditangani KPK ikut merujuk pada putusan sela tersebut.
Oleh sebab itu, Nawawi pun membenarkan apabila adanya 'bau anyir' yang tercium pada putusan sela majelis hakim sebelumnya.
Baca Juga
"Kalau soal bau-bau anyir semua orang bisa menciumnya Pak. Apalagi Komisi Pemberantasan Korupsi yang memang kerjanya mencium," ujar pimpinan KPK berlatar belakang hakim itu.
Pada kesempatan yang sama, Nawawi mengungkap bahwa pihaknya telah mencatat adanya benturan kepentingan antara majelis hakim yang menangani perkara Gazalba dan sang terdakwa.
"Sejauh ini kami mencatat bahwa ada benturan kepentingan ketika majelis yang terdahulu telah menangani dengan kemudian mengambil putusan dengan pertimbangan yang terdahulu tersebut," ungkapnya.
Putusan PT Jakarta
Adapun, majelis hakim tinggi PT DKI Jakarta dalam putusannya menolak keberatan/eksepsi yang diajukan tim penasihat hukum Gazalba.
Majelis Hakim banding menyatakan surat dakwaan No.49/TUT.01.04/24/04/2024 tanggal 23 April 2024 telah memenuhi syarat formal dan syarat materiil sebagaimana ditentukan dalam Pasal 143 ayat (2) huruf a dan huruf b KUHAP.
"Sehingga surat dakwaan sah untuk dijadikan sebagai dasar memeriksa dan mengadili perkara tindak pidana korupsi atas nama Terdakwa GAZALBA SALEH," demikian dikutip dari amar putusan majelis hakim PT DKI Jakarta.
Putusan itu juga memerintahkan Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat yang mengadili perkara Gazalba untuk melanjutkan mengadili dan memutus perkara tersebut dan menangguhkan biaya perkara sampai dengan putusan akhir.
Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Gazalba didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp650 juta dan melakukan pencucian uang dari hasil tindak pidana korupsi. Sebelumnya, dia sudah pernah dinyatakan bebas hingga tingkat kasasi atas dari perkara suap di 2023 lalu.
Namun demikian, dalam persidangan dengan agenda pembacaan putusan sela, Senin (27/5/2024), Majelis Hakim menerima eksepsi Gazalba dan memerintahkannya untuk segera dibebaskan dari tahanan. Oleh sebab itu, Gazalba dinyatakan bebas untuk kesekian kalinya.
KY Melakukan Pengusutan
Sementara itu, KPK resmi melaporkan Majelis Hakim Tipikor Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat yang mengadili perkara gratifikasi dan pencucian uang Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh ke Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawasan Mahkamah Agung (Bawas MA).
"Kita bukan lagi akan mengadu, kita sudah mengadu. Kita masih akan menunggu. Saya juga nanti, untung diingatkan tadi, saya akan meminta dulu penjelasan dari protokol kami kalau sudah ada respons bagaimana terhadap laporan pengaduan yang kami layangkan terhadap Komisi Yudisial dan Badan Pengawas," kata Ketua sementara KPK Nawawi Pomolango pada konferensi pers, Selasa (25/6/2024).
Dalam catatan Bisnis, KY tengah menelusuri dugaan pelanggaran etik majelis hakim yang mengabulkan eksepsi Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh.
Anggota sekaligus Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata mengatakan bahwa pihaknya akan menerjunkan tim investigasi untuk melaksanakan hal tersebut.
“[KY] melakukan penelusuran terhadap berbagai informasi dan keterangan yang mengarah terhadap dugaan adanya pelanggaran etik dan perilaku hakim pada kasus tersebut dengan menurunkan tim investigasi,” katanya dalam keterangan resmi, Selasa (28/5/2024).
Kendati demikian, Mukti menyebut bahwa KY tidak berwenang untuk masuk wilayah pertimbangan hakim. Selain merupakan ranah teknis yudisial, hakim juga mempunyai kewenangan penuh dan independen dalam mengadili setiap perkara.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa KY berwenang untuk menganalisis sebuah putusan jika telah berkekuatan hukum tetap.
“Meskipun KY tidak bisa menilai suatu putusan, tetapi putusan dapat menjadi pintu masuk bagi KY untuk menelusuri adanya pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim [KEPPH],” tandas Mukti.