Bisnis.com, JAKARTA — Anggota DPR RI ramai-ramai mengkritisi kebijakan Kementerian Agama dalam pembagian kuota antara haji reguler dan haji khusus pada 2024.
Sederet anggota DPR RI pun menilai Kemenag telah melanggar kesepakatan pembagian kuota yang dibuat bersama dalam Komisi VIII dalam rapat kerja. Bahkan, Kemenag disebut telah melanggar regulasi yang ada terkait pembagian kuota Ibadah Haji.
DPR mengeklaim, Indonesia pada musim haji 2024 mendapatkan alokasi kuota haji bagi 241.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi. Jumlah itu terdiri dari 221.000 jemaah kuota resmi 2024 dan 20.000 jemaah untuk kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi.
Dengan total alokasi tersebut, DPR menilai seharusnya kuota untuk haji reguler mencapai 221.720 jemaah dan 19.280 jemaah untuk kuota haji khusus.
Pasalnya, Undang-Undang No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, khususnya Pasal 64, Ayat 2, menyebutkan bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar 8% dari kuota haji Indonesia.
Di sisi lain, Kemenag membagi kuota haji Indonesia 2024 sebesar 221.000 jemaah menjadi 203.320 (92% dari total) untuk haji reguler dan 17.680 (8%) bagi haji khusus.
Baca Juga
Untuk kuota haji tambahan yang diberikan Arab Saudi pada 2024, Kemenag kemudian membaginya sebesar 10.000 jemaah untuk haji reguler dan 10.000 bagi haji khusus.
MELANGGAR KESEPAKATAN
Model pembagian kuota haji yang diterapkan Kemenag itu pun menuai kritik dari para legislator. Kemenag disebut telah melanggar kesepakatan yang dibuat dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI serta Keputusan Presiden (Keppres) tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) Tahun 1445H/2024M.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Abdul Wachid menjelaskan bahwa dalam kesimpulan Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama (Menag) RI pada 27 November 2023 telah disepakati bahwa kuota haji Indonesia 2024 adalah 241.000 jemaah. Bila diperinci, kuota itu terdiri dari 221.720 jemaah haji reguler dan 19.280 jemaah haji khusus atau sesuai dengan UU No. 8/2019.
Namun, Menag mengubah komposisi pembagian kuota haji menjadi 213.320 jemaah haji reguler dan 27.680 jemaah haji khusus pada Rapat Kerja Komisi VIII DPR RI dengan Menag RI pada 13 Maret 2024.
"Ini jelas menyalahi kesepakatan dalam Raker Komisi VIII DPR RI dengan Menteri Agama pada 27 November 2023 dan juga Keputusan Presiden No. 6/2024 tentang BPIH Tahun 1445H/2024M yang menyebutkan besaran anggaran haji sebagaimana diamanatkan dalam Raker dimaksud," tegasnya, di Madinah, Arab Saudi, Sabtu (22/6/2024).
Abdul Wachid mengatakan pelanggaran atas ketentuan alokasi kuota haji reguler dan khusus itu penting karena antrean jemaah haji reguler jauh lebih tinggi dibandingkan jemaah haji khusus.
"Antrean jemaah haji reguler sudah sangat panjang, bahkan ada satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang antreannya mencapai 45 tahun. Itu bagaimana mungkin bisa kita segera selesaikan kalau perintah undang-undang, amanat Keppres, dan kesepakatan dalam Raker Komisi VIII DPR RI saja malah dilanggar," tambahnya.
Kritik senada dilontarkan Anggota Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR, Luluk Nur Hamidah. Dia bereaksi keras terhadap pengalihan sebagian besar kuota tambahan haji reguler untuk haji khusus.
"Kami sangat terkejut karena ternyata lebih dari kesepakatan bersama di Komisi VIII, [kuota tambahan] dipakai untuk kuota haji plus atau bahkan furoda," katanya, dalam keterangan resmi.
Lebih lanjut, Luluk menekankan bahwa tindakan Kemenag tersebut telah melanggar undang-undang dan kesepakatan yang ada, serta tidak pernah dikonsultasikan dengan DPR.
"Ini adalah tindakan yang sangat sembrono yang dilakukan oleh Kementerian Agama dan ada potensi pelanggaran terhadap undang-undang," ujar politisi Fraksi PKB tersebut.
SIAPA UNTUNG?
Luluk Nur Hamidah menilai pembagian Kemenag untuk kuota haji 2024 itu juga menimbulkan pertanyaan, apakah ada pihak-pihak yang diuntungkan?
Pasalnya, penambahan kuota untuk haji khusus membuka ruang bagi mereka yang memiliki kecukupan dana untuk melaksanakan ibadah haji lebih dahulu. Padahal, penambahan kuota itu bisa mengurangi beban antrean haji reguler yang sudah sangat panjang yakni bisa mencapai 48 tahun di sejumlah provinsi.
"Kami sangat menyayangkan antrean panjang jemaah haji reguler kita yang sudah luar biasa menumpuknya. Dengan tambahan 20.000 ini relatif akan mengurangi beban dan juga memperpendek jarak khususnya bagi para jemaah yang usianya sudah relatif senior," ujarnya.
Selain itu, dia juga menilai bahwa kebijakan itu memunculkan potensi penyalahgunaan anggaran yang melanggar undang-undang, yang dapat mengundang penyelidikan dari institusi lain.
Sementara itu, Anggota Komisi VIII DPR RI dari Fraksi PKS Wisnu Wijaya menjelaskan perubahan sepihak untuk alokasi kuota haji itu baru terungkap pada 20 Mei 2024. Kebijakan yang tidak sesuai dengan hasil kesepakatan Panja BPIH itu, sebutnya, diambil tanpa melibatkan pihak Komisi VIII DPR.
“Jadi ini tidak pernah ada konsultasi apalagi kesepakatan dengan kami terkait dengan perubahan itu sehingga wajar jika barang tersebut dianggap ilegal,” katanya.
Anggota DPR Dapil Jateng 1 tersebut juga menjelaskan akibat dari keputusan sepihak Kemenag tersebut, sebanyak 8.400 jemaah haji reguler kini kehilangan haknya untuk bisa menunaikan haji pada tahun 1445H/2024M.
“Jika pemerintah serius untuk mempercepat daftar tunggu antrean jemaah haji reguler, seharusnya sebelum meneken MoU mereka bisa secara proaktif melobi kebijakan alokasi penambahan kuota haji bagi Indonesia dari Arab Saudi agar sesuai dengan hasil rapat panja yang mengacu pada peraturan perundang-undangan," ujar Wisnu.
Sementara itu, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menegaskan tak ada penyalahgunaan dalam pemanfaatan alokasi kuota tambahan pada operasional ibadah haji 1445 Hijriah/2024 Masehi.
"Tidak ada penyalahgunaan kuota tambahan. Itu prinsipnya. Kami tidak menyalahgunakan dan insyaallah kami jalankan amanah ini sebaik-baiknya," ujar Yaqut di Madinah, Sabtu (22/6/2024) seperti dilansir Antara.
Yang pasti, Ketua DPR Puan Maharani mengaku sudah menerima laporan Timwas Haji DPR terutama terkait wacana pembentukan panitia khusus atau pansus untuk mengevaluasi penyelenggaraan Ibadah Haji 2024.
Meski menganggap penyelenggaraan Haji 2024 lebih baik daripada tahun lalu, Puan menilai Pansus tetap diperlukan sehingga pelayanan ibadah haji pada tahun depan bisa lebih baik dan transparan.