Bisnis.com, JAKARTA - North Atlantic Treaty Organization (NATO) mengkhawatirkan langkah pemerintah Rusia yang akan mendukung penuh program rudal dan nuklir Korea Utara (Korut).
Kekhawatiran NATO tersebut muncul usai mengetahui kabar Presiden Rusia Vladimir Putin berkunjung dan bertemu dengan Presiden Korea Utara Kim Jong Un pada Selasa (18/6/2024).
Dalam pertemuan tersebut, Putin melontarkan janji ke Kim Jong Un akan terus memperdalam hubungan perdagangan, keamanan, dan melawan Amerika Serikat (AS) serta sekutunya, salah satunya adalah Korea Selatan.
AS memfitnah Korea Utara bahwa telah mengirimkan lusinan rudal balistik dan lebih dari 11.000 kontainer yang berisi amunisi ke Rusia yang digunakan untuk perang melawan Ukraina.
Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan khawatir terhadap potensi Rusia mendukung program rudal dan nuklir Korea Utara.
“Kami tentu saja juga prihatin dengan potensi dukungan yang diberikan Rusia kepada Korea Utara dalam mendukung program rudal dan nuklir mereka,” ujar Stoltenberg, dikutip dari Reuters, Rabu (19/6/2024).
Baca Juga
Dia juga menyampaikan dukungan China terhadap ekonomi perang Rusia merupakan tantangan bagi keamanan di Eropa terkait dengan Asia.
NATO berencana mengadakan pertemuan puncak di Washington dan membahas penguatan lebih lanjut aliansi mitra dengan Australia, Selandia Baru, Korea Selatan, dan Jepang.
Stoltenberg menyampaikan perlunya konsekuensi yang harus diterima China pada tahap tertentu.
Dia mengatakan konsekuensi terlalu dini yang diterima China tetapi persoalan tersebut harus segera diatasi.
"Tetapi ini harus menjadi masalah yang perlu kita atasi karena tidak mungkin melanjutkan seperti yang kita lakukan saat ini," imbuhnya.
Pada Senin (17/6/2024), juru bicara Keamanan Nasional Gedung Putih John Kirbymenyampaikan Washington mengamati hubungan Rusia dengan Korea Utara sangat erat dan kemungkinan ada kepentingan yang dapat mempengaruhi keamanan di Semenanjung Korea.
Pada hari Selasa (18/6/2024), juru bicara Gedung Putih Karine Jean-Pierre manyampaikan hubungan kerja sama Rusia-Korea Utara yang terus diperdalam menjadi perhatian besar untuk siapa pun sehingga tertarik menjaga perdamaian dan stabilitas di Semenanjung Korea.
Dia juga mencatat pernyataan Presiden Rusia Vladimir Putin dan Presiden China Xi Jinping pada pertemuan puncak di bulan Mei 2024 telah mendorong satu-satunya cara untuk menyelesaikan persoalan Korea yaitu politik dan diplomatik.
Pihak Washington berharap amanat tersebut dapat disampaikan Putin kepada Kim Jong Un saat pertemuan diskusi.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken menanggapi kunjungan Moskow ke Pyongyang menandakan keputusasaan Putin dalam mempererat hubungan dengan negara lain guna mendukung perangnya di wilayah Ukraina.
Dia juga menambahkan dukungan China membuat Rusia mampu mempertahankan basis industrinya, menyuplai 70% impor peralatan mesin Moskow dan 90% mikroelektronika. Blinken menegaskan hal tersebut harus segera dihentikan.
Pada Pekan lalu, Wakil Menteri Luar Negeri AS Kurt Campbell menyampaikan Washington khawatir atas pemberian Rusia kepada Korea Utara yang dianggap sebagai balas budi atas pasokan senjata dari Pyongyang.
"Mata uang keras? Apakah energi? Apakah kemampuan yang memungkinkan mereka mengembangkan produk nuklir atau rudalnya? Kami tidak tahu. Tapi kami prihatin dengan hal itu dan memperhatikannya dengan cermat," katanya.
Pejabat tinggi pengawasan senjata AS, Wakil Menteri Luar Negeri Bonnie Jenkins meyakini Korea Utara tertarik untuk memperoleh pesawat tempur, rudal udara, kendaraan lapis baja, peralatan atau bahan produksi rudal balistik, dan teknologi canggih lainnya yang diproduksi Rusia. (Ahmadi Yahya)