Bisnis.com, JAKARTA --Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mendorong evaluasi penyelenggaraan haji 2024 setelah inspeksi mendadak (sidak) ke tenda-tenda dan fasilitas jemaah haji asal Indonesia.
Cak Imin prihatin sekaligus kaget ketika melihat kondisi tenda dan fasilitas masih belum memadai. Kondisi itu jauh dari tagline yang digembar-gemborkan Kementerian Agama alias Kemenag tentang "Haji Ramah Lansia".
"Haji Ramah Lansia jangan hanya jadi kampanye, tetapi harus benar-benar diterapkan," kata Muhaimin dalam keterangan tertulis, Selasa (18/6/2024).
Cak Imin belakangan memang rajin memposting kegiatannya di tanah suci. Aktivitasnya itu terkait statusnya sebagai Ketua Tim Pengawas Haji DPR. Selama di tanah suci, Cak Imin menemukan fasilitas ramah lansia untuk toilet dan MCK (mandi, cuci, kakus) masih belum memadai.
"Memang ada kamar mandi untuk difabel, tetapi jumlahnya sangat sedikit dan tidak sebanding dengan rasio jamaah lansia dan difabel," imbuhnya.
Dia menuturkan seharusnya penyelenggara haji sudah menghitung rasio kamar mandi berdasarkan jumlah lansia dan difabel yang harus difasilitasi. Bahkan, paling penting, keran-keran wudhu tersendiri juga harus disediakan.
Baca Juga
"Setiap rapat dengan Kementerian Agama, DPR selalu meminta pemerintah tidak didikte oleh perusahaan. Pemerintah harus mendikte sehingga kita bisa memilih tempat yang layak karena jumlah kita besar dan posisi kita kuat," katanya.
Muhaimin juga menyerukan adanya revolusi dalam penyelenggaraan haji. Perbaikan total harus dilakukan sehingga kondisi yang memprihatinkan itu tidak terulang lagi. "Revolusi penanganan Haji dimulai dari sini, kita akan benahi total," ujarnya.
Bukan Hal Baru
Adapun temuan Cak Imin saat inspeksi di tanah suci sejatinya bukan hal yang baru. Keluhan tentang fasilitas, jemaah haji lansia, hingga overcapacity tenda jemaah haji menjadi persoalan pelik setiap tahunnya.
(Kondisi jemaah haji./dok Cak Imin)
Badan Pemeriksa Keuangan alias BPK bahkan telah mewanti-wanti Kementerian Agama (Kemenag). Persoalan jemaah haji, menurut BPK, perlu dievaluasi dari hulu hingga hilir. Apalagi, BPK dalam IHPS II 2023 menemukan sejumlah masalah dalam penyelenggaran haji.
Pertama, kebijakan pembatasan pendaftaran haji belum sepenuhnya mendukung pemerataan kesempatan.
Sesuai catatan BPK, daftar tunggu calon jemaah haji regular menurut data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) per 10 Oktober 2023 mencapai 5.211.899 orang, dengan masa tunggu selama 12 sampai dengan 48 tahun.
Hal itu terjadi karena pendaftaran calon jemaah haji lebih banyak dibandingkan dengan jemaah haji yang berangkat pada tahun yang sama.
Adapun Kemenag, lanjut BPK, memang telah mengatur pendaftaran haji sekali dalam 10 tahun untuk mengantisipasi hal tersebut.
Namun kebijakan itu, menurut BPK, belum dapat memberikan pemerataan kesempatan, sehingga terdapat 775 jemaah haji berangkat tahun 2023 yang pernah berhaji dan 14.299 jemaah haji daftar tunggu yang pernah berhaji.
“Hal tersebut mengakibatkan belum terwujudnya pemerataan kesempatan haji bagi yang belum menunaikan ibadah haji.”
Selain itu, BPK juga menemukan regulasi dan penerapan istithaah kesehatan dalam penetapan jemaah haji berangkat belum sepenuhnya memadai.
Pertama, peraturan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tidak memuat syarat istithaah kesehatan. Kedua, sebanyak 203 jemaah haji tidak mengikuti pemeriksaan kesehatan tahap kedua. Ketiga, sebanyak 99.510 jemaah haji yang tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan Jemaah haji, tetap berangkat haji.
“Akibatnya, terjadinya peningkatan kasus jemaah haji yang wafat, badal haji, safari wukuf dan penggunaan kursi roda.”
Lembaga auditor negara juga mencatat bahwa penetapan besaran Bipih Reguler belum optimal dalam mendukung keberlanjutan keuangan haji dan berkeadilan bagi jemaah haji.
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) periode 2010 sampai 2023 mengalami peningkatan setiap tahun. BPIH Tahun 2010 sebesar Rp34,50 juta, sedangkan BPIH Tahun 2023 sebesar Rp90,05 juta, atau naik sebesar Rp55,55 juta (161%). Sementara itu, Bipih Tahun 2010 sebesar Rp30,05 juta dan Bipih Tahun 2023 sebesar Rp49,81 juta atau hanya naik sebesar Rp19,76 juta (65,78%).
Kondisi tersebut mengakibatkan subsidi BPIH mengalami kenaikan sebesar Rp35,78 juta (803,41%) dari sebesar Rp4,45 juta pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp40,24 juta pada tahun 2023. Di sisi lain, kenaikan penerimaan nilai manfaat tidak sebanding dengan pengeluaran subsidi BPIH dan alokasinya ke virtual account belum mempertimbangkan asas keadilan.
Adapun, BPK menyoroti penyelenggaraan ibadah haji dengan pengelolaan keuangan haji yang berlangsung selama ini memiliki potensi risiko terhadap sustainabilitas keuangan haji. Hal tersebut mengakibatkan distribusi nilai manfaat tidak mencerminkan asas keadilan bagi jemaah haji tunggu, serta risiko likuiditas dan keberlanjutan keuangan haji di masa yang akan datang.
Sedangkan temuan yang terakhir, BPK mengungkapkan bahwa pelayanan Masya’ir di Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armuzna) tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama antara lain pemberangkatan jemaah dari Mudzalifah menuju Mina terlambat dan penggunaan tenda maktab di Mina melebihi kapasitas. “Akibatnya, kondisi jemaah kurang nyaman karena berdesakan atau overcapacity.”
Jawaban Menteri Yaqut
Sementara itu, Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas siap mengevaluasi penyelenggaraan haji 2024. Sebelumnya jemaah haji mengeluhkan dan melaporkan adanya fasilitas haji yang terganggu, seperti AC mati dan jemaah yang tidak mendapatkan tenda.
"Jadi begini, semua kita akan evaluasi. Tidak ada yang tidak kita evaluasi demi perbaikan layanan jemaah, itu poinnya," katanya dalam keterangan resminya pada Selasa (18/6/2024).
Dia menegaskan bahwa semua yang dilakukan pemerintah, Kemenag juga tetap harus melakukan evaluasi berbasis pada data.
"Jadi termasuk katanya AC mati, di mana AC mati, kita akan segera evaluasi. Kaya tadi saya mendapatkan aduan soal jemaah dari KNO, maktab 63 atau 28 kalau tidak salah, nanti coba dicek tidak mendapatkan tenda, kita langsung eksekusi. Kita mintakan pada Masyariq untuk tenda mereka kita pakai," ujarnya.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa tenda dari perusahaan Masyariq sudah bisa untuk dipakai oleh para jemaah haji. Lalu menurutnya, evaluasi ini sifatnya responsif, tetapi ke depan supaya layanan jemaah lebih baik tentu butuh evaluasi yang lebih komprehensif.
"Kita senang ada pengawasan, ada masukan, ada kritik, ada saran, saya kira ujungnya adalah bagaimana jemaah merasakan kepuasan layanan dari pemerintah, jemaah bisa melaksanakan ibadah dengan baik dan nyaman dan tenang, pulang dengan membawa predikat haji mabrur," ucapnya