Bisnis com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyampaikan perbedaan emas di kasus dugaan korupsi terkait cap palsu pelekatan merek Antam pada logam mulia periode 2010-2022.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Ketut Sumedana mengatakan perbedaannya terdapat pada proses perolehan yang ilegal, yaitu saat melekatkan merek Antam pada emas pihak lain.
"Emas yang beredar itu adalah emas asli semua yang dari Antam ya. Cuma perolehan yang ke Antam itu, itu adalah perolehannya ilegal," kata Ketut saat dikonfirmasi, dikutip Selasa (5/6/2024).
Dia menambahkan, perolehan emas yang diduga mencapai 109 ton itu tidak melewati sejumlah prosedur mulai dari proses verifikasi hingga studi kelayakan emas yang dicap Antam.
“Harusnya mereka harus melalui verifikasi, melalui studi kelayakan, semuannya itu ada prosedurnya untuk memasukkan emas ke Antam,” tambahnya.
Sebagai informasi, Kejagung sudah menetapkan enam tersangka. Keenam tersangka ini seluruhnya merupakan General Manager (GM) Unit Bisnis Pengelolaan dan Pemurnian Lokamulia (UBPPLM) PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) alias Antam pada periode 2010 hingga 2021.
Baca Juga
Adapun, hingga saat ini Kejagung juga masih belum mengumumkan kerugian negara dari kasus komoditi emas karena masih dilakukan perhitungan dengan lembaga terkait seperti BPKP.
Bos Antam Buka Suara
Direktur Utama PT Antam Nico Kanter menegaskan seluruh emas yang diproses oleh Antam harus melalui proses tersertifikasi dan pengauditan yang sangat ketat.
“Jadi emas yang diproses di Antam tidak ada emas palsu dan sudah diklarifikasi oleh Kapuspenkum [kepala pusat penerangan hukum] Kejagung,” kata Niko saat rapat dengar pendapat dengan Komisi VI DPR, Senin (3/6/2024).
Dia menjelaskan bahwa yang diperkarakan oleh Kejagung dianggap berkaitan dengan penggunaan merek logam mulia Antam secara tidak resmi. Proses lebur cap atau licensing emas tidak resmi tersebut dilihat merugikan negara.
"Ada potensi merugikan karena seolah-olah kami memproses pihak swasta, apalagi mereka akui emas yang mereka lebur cap di kita asal muasalnya nggak jelas, bisa dari PETI [pertambangan tanpa izin] atau proses ilegal," pungkasnya.