Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat adanya puluhan ribu kasus di sektor pertanahan yang tertangkap selama empat tahun terakhir. Salah satunya berkaitan dengan dugaan praktik mafia tanah.
Hal itu disampaikan oleh komisi antirasuah saat menggelar rapat teknis (rakernis) antara KPK dengan Direktorat Jenderal Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN) 2024 di Jakarta, Rabu (29/5/2024).
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron awalnya menyampaikan, pihaknya melalui Layanan Aduan Masyarakat (Dumas) KPK menerima 207 aduan terkait dengan pelayanan sertifikat, hak tanggungan dan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) selama 2020-2022.
Di sisi lain, dalam empat tahun terakhir, Ghufron menyebut Direktorat Monitoring KPK memotret adanya 31.228 kasus soal pertanahan. Sebanyak 37% di antaranya berkaitan dengan sengketa, 2,7% konflik, dan 60% berupa perkara terkait pertanahan.
"Selain itu juga ditemukan 244 kasus perihal mafia tanah sejak tahun 2018 hingga 2021," kata salah satu pimpinan KPK itu dikutip dari siaran pers, Kamis (29/5/2024).
Ghufron mengatakan bahwa implementasi pelayanan pertanahan saat ini dihadapkan dengan sejumlah tantangan, yang berpotensi menimbulkan sengketa dan konflik, bahkan dapat memicu munculnya tindak pidana korupsi berupa kerugian negara.
Baca Juga
Di hadapan 340 peserta Rakernis, Ghufron menyampaikan empat poin utama terkait dengan tata kelola sistem pelayanan pertanahan yang rawan akan praktik korupsi. Empat poin itu meliputi ketidakpastian syarat, prosedur dan biaya; ketidakmudahan dan sistem yang tak sederhana; tidak efisien dan efektifnya sistem; serta tidak adanya sarana pengaduan.
"Perbaikan sistem tata kelola dapat dimulai dari penguatan internalisasi pondasi lembaga dalam menjauhi perilaku koruptif. Sehingga seluruh Insan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) memiliki visi dan misi sama dalam memberi pelayanan optimal kepada masyarakat," ujar pimpinan berlatar belakang akademisi itu.
Pada akhir pemaparan, Ghufron juga mengingatkan pada seluruh Aparat Penegak Hukum (APH) sebagai mitra dari Kementerian ATR/BPN dalam menangani kasus pertanahan.
"Dalam penanganan perkara, secara yuridis harus diketahui betul bagaimana unsur delik hukumnya, sehingga tidak ada kekeliruan dalam putusan,” terangnya.
Sementara itu, Menteri ATR/BPN Agus Harimurti Yudhoyono menegaskan mafia tanah merupakan momok bagi masyarakat. Oleh karena itu, ia berharap jajarannya dapat meningkatkan kapasitas dan menjaga integritas dalam bertugas melayani masyarakat.
“Kapasitas tanpa integritas akan sangat sia-sia, sementara integritas tanpa peningkatan kapasitas tidak membuat kita lebih maju,” ujar pria yang akrab disapa AHY itu.
Turut hadir pejabat dari sejumlah APH di acara tersebut, di antaranya Agus Sahat (Kejaksaan Agung), Wahyu Widada (Bareskrim Polri), dan Albertus Usada (Mahkamah Agung) sebagai narasumber.