Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Daftar Gemuk Tersangka Kasus Timah di Balik Kerugian Negara Rp300 Triliun

Penanganan kasus timah kembali menyeret tersangka baru yakni eks Dirjen Minerba Bambang Gatot Ariyono. Dengan demikian total ada 22 tersangka dalam kasus ini
Kejagung resmi menahan eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot di kasus timah / Bisnis - Anshary Madya
Kejagung resmi menahan eks Dirjen Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot di kasus timah / Bisnis - Anshary Madya

Bisnis.com, JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022.

Terkini, Kejagung menetapkan mantan eks Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Dirjen Minerba) Bambang Gatot Ariyono (BGA).

Dirdik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Kuntadi menyampaikan telah mengumpulkan dua alat bukti yang cukup untuk menetapkan Bambang sebagai tersangka.

"Salah satu dari 4 orang tersebut, BGA kami ditingkatkan statusnya sebagai tersangka. Dia ditetapkan dalam kapasitasnya sebagai Dirjen Minerba Kemen-ESDM 2015-2020," kata Kuntadi di Kejagung, Rabu (29/5/2024).

Dia menyampaikan, Bambang ditetapkan tersangka karena diduga melakukan perbuatan melawan hukum terkait Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) pada 2019.

"Perubahan ini tidak sama sekali dilakukan dengan kajian apapun dan belakangan kita tahu dalam rangka untuk fasilitasi transaksi timah yang diproduksi secara ilegal," tambahnya.

Kerugian Negara

Kejagung mengumumkan kerugian negara secara riil kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. (TINS) periode 2015-2022 mencapai Rp300 triliun.

Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah mengatakan perhitungan itu didapat dari hasil kolaborasi antara pihaknya dengan pihak terkait, seperti BPKP hingga ahli.

"Kami dapat menyampaikan pembukaannya bahwa angka Rp300 triliun sekian triliun ini masuk dalam kualifikasi kerugian negara," ujarnya di Kejagung, Rabu (29/5/2024).

Dia menambahkan perhitungan kerugian negara di kasus timah baru selesai karena terdapat perdebatan soal hitungan kerugian negara baik secara riil maupun potensial.

Selanjutnya, Febrie menekankan bahwa pihaknya tidak akan membawa kerugian perekonomian negara ke persidangan dan menetapkan Rp300 triliun sebagai dakwaan kepada tersangka di kasus timah.

"Jaksa akan maju ke persidangan dalam dakwaannya tidak akan memasukkan jumlah atau nilai yang masuk dalam kerugian perekonomian negara 300 sekian triliun akan didakwa sebagai kerugian negara," pungkasnya.

Puluhan Tersangka

Kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk. (TINS) menyeret puluhan orang menjadi tersangka. Sebagian tersangka merupakan pihak swasta dan yang lainnya merupakan pejabat sipil di kementerian/lembaga terkait.

Salah satu tersangka dari swasta yang paling mendapat sorotan adalah Harvey Moeis. Dia merupakan pengusaha yang juga suami dari selebritas Sandra Dewi.

Harvey berperan sebagai perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin (RBT). Dia menghubungi eks Direktur Utama PT Timah Tbk. Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) untuk mengakomodir pertambangan liar di wilayah IUP PT Timah.

Kemudian, untuk melancarkan aksinya dalam kegiatan pertambangan yang diduga ilegal itu, Harvey seolah-olah menyewa jasa peleburan ke PT Timah. 

Selanjutnya, Harvey Moeis meminta sejumlah perusahaan smelter ini untuk menyisihkan keuntungan yang dihasilkan untuk mengkover dana tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR).

Daftar Gemuk Tersangka Kasus Timah di Balik Kerugian Negara Rp300 Triliun

Mobil Rolls Royce milik Harvey Moeis yang disita Kejagung terkait kasus korupsi timah / Bisnis - Anshary Madya Sukma

Sarana dan prasarana pengelolaan dana CSR dijalankan oleh Manager PT Quantum Skyline Exchange (QSE) Helena Lim yang sebelumnya telah ditetapkan sebagai tersangka.

Selain Harvey, bos maskapai penerbangan Sriwijaya Air yakni Hendry Lie alias HL. Dalam kasus ini, HL selaku beneficiary owner dari PT Tinindo Internusa.

Singkatnya, HL dan FL yang merupakan marketing PT TIN, berperan untuk pengkondisian pembiayaan kerja sama penyewaan alat peleburan timah. Terlebih, agar seolah-olah ilegal, keduanya membentuk dua perusahaan boneka.

Sebagai informasi, kasus ini bermula saat sejumlah tersangka dalam kasus ini melakukan pertemuan dengan eks petinggi PT Timah Tbk. (TINS) untuk melakukan penambangan pada 2018.

Petinggi PT Timah itu diduga mengakomodir pertambangan timah ilegal. Dari pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan terkait sewa-menyewa peralatan untuk proses peleburan.

Dengan demikian, untuk membuat biji timah ilegal seolah-olah legal, sejumlah swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk penerbitan surat perintah kerja (SPK).

Selain itu, para tersangka penyelenggara negara juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka menambang timah dengan cara menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.

Kemudian, hasil tambang ilegal tersebut kemudian dijual lagi ke PT Timah Tbk. Dalam catatan Kejagung, PT Timah telah mengeluarkan dana Rp1,72 triliun untuk membeli bijih timah. Kemudian, untuk proses pelogamannya, PT Timah Tbk telah menggelontorkan biaya sebesar Rp975,5 juta dari 2019 hingga 2022.

Jenderal Polisi Terlibat?

Kejagung membuka peluang penetapan tersangka terhadap seorang jenderal polisi berinisial B di dugaan korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.

Jampidsus Kejagung Febrie Adriansyah menegaskan bahwa pihaknya tidak ragu untuk melakukan hal tersebut asalkan ada bukti yang cukup untuk menyatakan keterlibatannya. 

Hal ini juga untuk menjawab isu di masyarakat soal adanya jenderal polisi yang terlibat dalam kasus korupsi tata niaga timah tersebut.

"Apabila ada keterlibatan, ada alat bukti di situ, penuntut kami membuat nota pendapat di situ untuk usulan sebagai tersangka dari hasil persidangan," ujarnya dilansir Antara, Kamis (30/5/2024).

Mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung itu menegaskan bahwa lembaganya tidak terpengaruh dengan informasi pihak-pihak yang terlibat dan beredar di media sosial.

Penyidik kejaksaan, katanya, tidak menjadikan keterangan di media sosial sebagai tolak ukur untuk menetapkan tersangka.

"Ukuran kami tentunya adalah alat bukti yang kami peroleh apa. Kami juga dibantu dari PPATK," tambahnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Halaman
  1. 1
  2. 2
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper