Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sepekan Riuh Isu Penguntitan Jampidsus hingga Konvoi Brimob di Kejagung

Aksi konvoi personel Brimob di sekitar Kejagung hingga dugaan penangkapan penguntit Jampidsus menjadi sorotan publik sepekan terakhir.
Sepekan Riuh Isu Penguntitan Jampidsus hingga Konvoi Brimob di Kejagung. Logo Kejaksaan RI di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta./Bisnis-Samdysara Saragih
Sepekan Riuh Isu Penguntitan Jampidsus hingga Konvoi Brimob di Kejagung. Logo Kejaksaan RI di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta./Bisnis-Samdysara Saragih

Bisnis.com, JAKARTA - Aksi konvoi personel Brimob di sekitar Kejaksaan Agung (Kejagung) hingga dugaan penangkapan penguntit Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus), Febrie Adriansyah menjadi sorotan publik.

Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, aksi dugaan teror terhadap lembaga penegak hukum itu dimulai saat peristiwa penangkapan penguntit Febrie di restoran Prancis di Cipete, Jakarta Selatan, pada Minggu (19/5/2024) pekan lalu. Belakangan, salah satu orang yang diduga membuntuti Febrie itu diketahui merupakan anggota Densus 88

Pantauan Bisnis di lokasi Senin (20/5/2024) terdapat konvoi dari personel Brimob lengkap dengan pakaian serba hitam yang mengendarai motor trail dan satu kendaraan taktis di sekitar di kompleks Kejagung. Rombongan ini sempat berhenti di gerbang masuk Kejagung.

Tak lama, rombongan itu bergeser dengan sirine yang menyala dan mengitari sekitar tiga kali di Jalan Bulungan ke arah Jalan Panglima Polim kawasan Blok M.

Kemudian, sehari setelahnya, terpantau petugas keamanan beranjak menuju lapangan Adhyaksa karena mendapatkan informasi soal drone yang melintas di kompleks Kejagung. Setelahnya, petugas itu juga sempat menyiagakan tim penembak drone di lokasi.

Kapuspenkum Kejagung RI, Ketut Sumedana menyampaikan bahwa penyiagaan penembak drone di kantornya merupakan hal yang lumrah jika terdeteksi petugas.

"Mungkin ada drone muter berapa kali, biasa lah itu, ini kan kantor negara. Pengamanan harus optimal," ujarnya kepada wartawan belum lama ini.

Adapun, usai peristiwa konvoi personel Brimob, nampak juga pengamanan di Kejagung dipertebal. Sebab, sejumlah mobil Polisi Militer (PM) nampak disiagakan di gerbang Kejagung.

Terkait hal ini, Ketut menjelaskan bahwa peningkatan keamanan lumrah dilakukan ketika Kejagung sedang menangani perkara besar. Dirinya juga menampik bahwa peningkatan keamanan itu dengan dugaan penguntitan Jampidsus sebelumnya.

“Kalau peningkatan keamanan kan biasa-biasa saja itu. Kalau kita lagi ada perkara gede, eskalasi pengamanan harus kita tingkatkan. Itu biasa,” tambahnya.

Di sisi lain, Bisnis juga mendapatkan informasi soal running text atau LED display yang dipasang di pintu masuk telah diretas.

Menurut Ketut, LED Display milik Kejagung sudah sering diretas orang lain, karena perangkat tersebut mudah disusupi. Dia juga menekankan, pihaknya tidak merasa diteror dalam rentetan peristiwa yang ada.

"Tidak ada kaitannya itu [dugaan penguntitan Jampidsus]. Kita tidak merasa diteror kok, tidak ada itu," pungkasnya.

Kasus Besar yang Ditangani Kejagung 

Sebagai informasi, berdasarkan catatan Bisnis, terdapat sejumlah kasus yang saat ini ditangani Kejagung, khususnya Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus). Salah satu kasus yang tengah disorot publik adalah dugaan korupsi tata niaga timah yang menyeret Harvey Moeis.

Kasus ini bermula saat sejumlah tersangka dalam kasus ini melakukan pertemuan dengan eks petinggi PT Timah Tbk. (TINS) untuk melakukan penambangan pada 2018.

Petinggi PT Timah itu diduga mengakomodir pertambangan timah ilegal. Dari pertemuan tersebut telah membuahkan hasil kerja sama antara PT Timah dan sejumlah perusahaan dengan sewa-menyewa peralatan untuk proses peleburan.

Dengan demikian, untuk membuat biji timah ilegal seolah-olah legal, sejumlah swasta bekerja sama dengan PT Timah untuk penerbitan surat perintah kerja (SPK).

Selain itu, tersangka penyelenggara negara ini juga diduga melegalkan kegiatan perusahaan boneka menambang timah dengan cara menerbitkan Surat Perintah Kerja Borongan Pengangkutan Sisa Hasil Pengolahan (SHP) mineral timah.

Di samping itu, hasil tambang ilegal tersebut kemudian dijual lagi ke PT Timah Tbk. Dalam catatan Kejagung, PT Timah telah mengeluarkan dana Rp1,72 triliun untuk membeli bijih timah. Kemudian, untuk proses pelogamannya, PT Timah Tbk telah menggelontorkan biaya sebesar Rp975,5 juta dari 2019 hingga 2022.

Adapun, Kejagung telah bekerja sama dengan ahli lingkungan menghitung kerugian ekologis yang disebabkan oleh pertambangan timah dalam kasus ini. Hasilnya, kerugian kerusakan lingkungan itu mencapai Rp271 triliun. 

Dirdik Jampidsus Kejagung RI, Kuntadi mengatakan bahwa pihaknya tengah mengusahakan perhitungan kerugian negara kasus timah rampung pada Mei 2024.

"Sebelum akhir bulan ini lah sudah selesai [perhitungan kerugian negara kasus timah]," kata Kuntadi saat ditemui di Kejagung, dikutip Kamis (23/5/2024).


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper