Bisnis.com, JAKARTA - Wakil Presiden Mohammad Mokhber yang kini berusia 68 tahun berdasarkan konstitusi bakal menjadi Presiden Iran jika Ebrahim Raisi tewas dalam kecelakaan helikopter.
Puing-puing helikopter yang mengangkut Ebrahim Raisi sudah ditemukan di daerah Pegunungan Barat Daya dan tanda-tanda kehidupan menipis, Senin (20/5/2024).
Sebelumnya dikabarkan, helikopter yang mengangkut Presiden Raisi dan Menter Luar Negeri jatuh, Minggu (19/5).
Berikut fakta penting Mohammad Mokhber, Wapres yang diperkirakan akan menjadi Presiden sementara setelah kematian Ebrahim Raisi.
* Sebagai presiden sementara, Mokhber adalah bagian dari dewan yang beranggotakan tiga orang, bersama dengan ketua parlemen dan ketua pengadilan, yang akan menyelenggarakan pemilihan presiden baru dalam waktu 50 hari setelah kematian presiden tersebut.
* Lahir pada 1 September 1955, Mokhber, seperti Raisi, dipandang dekat dengan Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei, yang memegang keputusan terakhir dalam segala urusan negara. Mokhber menjadi wakil presiden pertama pada tahun 2021 ketika Raisi terpilih sebagai presiden.
* Mokhber adalah bagian dari tim pejabat Iran yang mengunjungi Moskow pada bulan Oktober dan setuju untuk memasok rudal dan lebih banyak drone ke militer Rusia, kata sumber kepada Reuters pada saat itu. Tim tersebut juga termasuk dua pejabat senior dari Garda Revolusi Iran dan seorang pejabat dari Dewan Keamanan Nasional Tertinggi.
* Mokhber sebelumnya menjabat sebagai kepala Setad, sebuah dana investasi yang terkait dengan pemimpin tertinggi.
* Pada tahun 2010, Uni Eropa memasukkan Mokhber ke dalam daftar individu dan entitas yang diberi sanksi atas dugaan keterlibatan dalam "kegiatan rudal nuklir atau balistik". Dua tahun kemudian, ia dikeluarkan dari daftar.
* Pada tahun 2013, Departemen Keuangan AS menambahkan Setad dan 37 perusahaan yang diawasinya ke dalam daftar entitas yang terkena sanksi.
* Setad, yang bernama lengkap Setad Ejraiye Farmane Hazrate Emam, atau Markas Pelaksana Perintah Imam, didirikan berdasarkan perintah yang dikeluarkan oleh pendiri Republik Islam, pendahulu Khamenei, Ayatollah Ruhollah Khomeini. Pemerintah memerintahkan para pembantunya untuk menjual dan mengelola properti yang tampaknya ditinggalkan pada tahun-tahun kacau setelah Revolusi Islam 1979 dan menyalurkan sebagian besar hasilnya untuk amal.