Bisnis.com, JAKARTA — Korlantas Polri telah melakukan olah tempat kejadian perkara alias TKP terkait kecelakaan bus yang membawa rombongan siswa SMK Lingga Kencana di Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang.
Hasil olah TKP menunjukkan bahwa tidak ditemukan jejak rem dalam kecelakaan tersebut.
Kakorlantas Polri Irjen Pol Aan Suhanan mengatakan pihaknya masih melakukan pendalaman soal penyebab kecelakaan tersebut. Menurutnya, bisa jadi sopir bus panik sehingga tidak menginjak rem atau tidak berfungsi.
"Jadi kalau kita lihat dari TKP yang ada ini tidak ada jejak rem dari bus tersebut. Yang ada itu bekas ban satu bagian. Diduga itu ban kanan, keadaan miring itu, ada beberapa meter di situ kemudian sampai titik terakhir di depan menabrak tiang listrik ini tidak ada jejak rem sama sekali," ujar Aan dalam keterangannya, Minggu (12/4/2024).
Lebih lanjut, Aan mengatakan bahwa pihaknya akan terus melakukan pendalaman terkait insiden kecelakaan yang membuat 11 orang meninggal dunia itu. Nantinya, olah TKP bersama ahli akan segera dilakukan untuk memeriksa teknis kendaraan.
Di samping itu, pemeriksaan kepada saksi akan terus dilakukan. Pasalnya, melalui keterangan saksi dan hasil olah TKP maka akan jadi pertimbangan kepolisian untuk meningkatkan status penyidikan.
Baca Juga
"Nanti dari hasil penyelidikan semua kita akan simpulkan kita akan gelar kalau memang itu ada peristiwa kecelakaan dan layak untuk dinaikkan ke penyidikan kita akan tingkatkan dari penyelidikan ini untuk penyidikan ya kita menentukan tersangka," tambahnya.
Sebagai informasi, kecelakaan bus itu terjadi pada Sabtu (11/5/2024) pukul 18.45 WIB di Jalan Raya Kampung Palasari, Kecamatan Ciater, Kabupaten Subang, Jawa Barat.
Kronologinya, kecelakaan bus berawal saat melaju dari arah selatan menuju utara. Bus pariwisata bernopol AD 7524 OG itu mengangkut rombongan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Lingga Kencana Depok.
Ketika berada di jalan menurun, bus tiba-tiba oleng ke kanan dan supir kehilangan kendali. Adapun, bus menabrak mobil dari arah berlawanan. Setelah itu, bus terguling hingga menabrak tiga motor di bahu jalan.
Kecelakaan tersebut telah menyebabkan 11 orang meninggal dunia. Perinciannya, dari 11 orang itu terdapat satu guru, sembilan siswa dan satu warga lokal. Dalam hal ini, satu jenazah telah diserahkan ke keluarganya di Subang.
Izin Kedaluwarsa
Sementara itu, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) mengatakan Bus Trans Putera Fajar yang mengalami kecelakaan di Ciater, Subang pada Sabtu (11/5/2024) memiliki izin angkutan yang kedaluwarsa.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kemenhub, Hendro Sugiatno, menuturkan, berdasarkan penelusuran pihaknya pada aplikasi Mitra Darat, bus Trans Putera Fajar tercatat tidak memiliki izin angkutan. Dia mengatakan, status lulus uji berkala (BLU-e) berlaku hingga 6 Desember 2023, alias sudah habis.
“Dengan kata lain kendaraan tersebut tidak dilakukan uji berkala perpanjangan setiap 6 bulan sekali sebagaimana yang ada di dalam ketentuan,” kata Hendro dalam keterangan resminya, Senin (13/5/2024).
Kemenhub juga menyatakan turut berduka cita yang sedalam-dalamnya atas musibah kecelakaan bus yang menimpa rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok di Subang yang diduga akibat rem blong.
Hendro menyebut, berdasarkan informasi terkini, jumlah korban jiwa sebanyak 11 orang yang terdiri dari 6 perempuan dan 5 laki-laki serta jumlah korban luka berat sebanyak 12 orang dan luka ringan sebanyak 20 orang.
Dia meminta agar setiap PO bus dapat secara rutin melakukan uji berkala pada kendaraannya sesuai ketentuan Permenhub No 19/2021 tentang Pengujian Berkala Kendaraan Bermotor.
Pada peraturan tersebut, uji berkala (KIR) wajib dilakukan oleh pemilik. Kemudian, bagi kendaraan yang telah beroperasi wajib melakukan uji berkala perpanjangan setiap 6 bulan.
Dia menambahkan, jika pada saat awal keberangkatan kendaraan dirasa ada yang tidak sesuai atau tidak benar, diimbau agar tidak memaksakan perjalanan. Adapun, pengujian berkala dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui Dinas Perhubungan Provinsi/Kabupaten/Kota.
PO bus yang tidak berizin tetapi tetap mengoperasikan kendaraannya akan dikenakan pidana. Hendro menuturkan, pihaknya menyerahkan kasus tersebut kepada pihak kepolisian untuk menindaklanjuti proses hukumnya.
Sementara itu, menurut UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Pasal 310 menyebutkan setiap pengemudi yang karena kelalaiannya mengakibatkan kecelakaan dan terdapat orang meninggal dunia dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp12 juta.
Lebih lanjut, dia juga meminta keterlibatan peran serta masyarakat terutama pengguna jasa dalam pengecekan kelaikan jalan armada bus melalui aplikasi Mitra Darat.
Hendro mengatakan, saat ini masyarakat dapat mengecek kelaikan armada bus sebuah perusahaan dengan mudah melalui aplikasi Mitra Darat.
“Masyarakat bisa mengecek dengan mudah melalui aplikasi Mitra Darat, cukup diunduh pada smartphone. Pengecekannya pun cukup mudah hanya dengan memasukan nomor polisi kendaraan," katanya.
Ke depannya, Hendro berharap para pengguna jasa dapat lebih selektif dalam memilih kendaraan bus yang akan digunakan.
Dia meminta masyarakat untuk tidak tergiur dengan harga yang murah dan harus memastikan surat izin operasional kendaraan, status uji KIR kendaraan, kondisi pengemudi, serta penyediaan tempat istirahat yang layak bagi para pengemudi.