Bisnis.com, JAKARTA - Hubungan China dan Amerika Serikat (AS) memanas usai sebuah kapal perang milik negeri paman Sam tersebut berlayar melalui Selat Taiwan menjelang pelantikan presiden baru Taiwan.
Armada ke-7 Angkatan Laut AS mengatakan kapal perusak berpeluru kendali kelas Arleigh Burke USS Halsey itu melakukan transit di Selat Taiwan pada Rabu (8/5/2024).
Militer China menyatakan bahwa pihaknya telah mengirimkan pasukan angkatan laut dan udara untuk memantau dan memperingatkan kapal AS itu sepanjang pelayarannya dan menanganinya sesuai dengan hukum.
“Pasukan di teater selalu waspada dan akan dengan tegas membela kedaulatan dan keamanan nasional serta perdamaian dan stabilitas regional,” kata Komando Teater Timur Tentara Pembebasan Rakyat China.
Melansir Reuters, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan bahwa kapal AS berlayar ke Selatan melalui selat tersebut dan pasukan Taiwan telah memantau situasi namun tidak menemukan sesuatu yang aneh.
Taiwan menyatakan waspada terhadap setiap manuver militer China di sekitar pulau itu menjelang dan setelah pelantikan Presiden.
Baca Juga
Sementara itu, dalam laporan hariannya mengenai aktivitas militer China selama 24 jam, Kementerian Pertahanan Taiwan mengatakan pihaknya mendeteksi 4 pesawat China melintasi garis tengah, terbang di dekat kepulauan Penghu Taiwan, yang merupakan lokasi pangkalan udara utama.
Selama 4 tahun terakhir, militer China telah meningkatkan aktivitasnya secara besar-besaran di sekitar Taiwan, seperti menerbangkan pesawat tempur melewati garis tengah selat tersebut, yang pernah menjadi zona penyangga tidak resmi.
Seperti diketahui, China mengklaim kedaulatan atas Taiwan yang diperintah secara demokratis, dan mengatakan pihaknya memiliki yurisdiksi atas selat tersebut.
Taiwan dan Amerika Serikat membantah hal itu, dengan mengatakan Selat Taiwan adalah jalur perairan internasional.
Kapal perang AS, dan terkadang pesawat patroli Angkatan Laut AS, melewati atau melintasi selat tersebut sebulan sekali.
Pemerintah Taiwan menolak klaim kedaulatan China, dengan mengatakan hanya masyarakat pulau tersebut yang dapat menentukan masa depannya.
Lai Ching-te yang saat ini menjabat sebagai Wakil Presiden Taiwan, telah berulang kali menawarkan untuk berbicara dengan China mengenai hal tersebut, tetapi ditolak.