Bisnis.com, JAKARTA – Rusia mengatakan akan mengerahkan senjata nuklir taktis sebagai bagian dari latihan militer. Latihan ini digerakkan setelah Rusia menuduh Prancis, Inggris, dan Amerika Serikat melakukan ancaman provokatif.
Melansir Reuters, Senin (6/5/2024), Kementerian Pertahanan Rusia mengatakan bahwa latihen militer tersebut digelar atas perintah Presiden Vladimir Putin. Mereka akan mengadakan latihan militer termasuk latihan untuk persiapan dan pengerahan penggunaan senjata nuklir non-strategis.
"Selama latihan, serangkaian tindakan akan dilakukan untuk mempraktikkan masalah persiapan dan penggunaan senjata nuklir non-strategis," kata Kementerian Pertahanan.
Pasukan rudal di Distrik Militer Selatan, Angkatan Udara, dan Angkatan Laut akan ambil bagian.
Kementerian Pertahanan mengatakan latihan ini bertujuan untuk memastikan integritas teritorial dan kedaulatan Rusia sebagai tanggapan atas pernyataan provokatif dan ancaman Barat terhadap Rusia.
Sejak menginvasi Ukraina pada tahun 2022, Rusia telah berulang kali memperingatkan akan meningkatnya risiko nuklir. Ancaman ini ditanggapi serius oleh Amerika Serikat, meskipun para pejabat AS mengatakan mereka tidak melihat adanya perubahan dalam postur nuklir Rusia.
Baca Juga
Rusia mengatakan bahwa AS dan sekutu-sekutunya di Eropa mendorong dunia ke ambang konfrontasi antara kekuatan-kekuatan nuklir dengan mendukung Ukraina dengan senjata senilai puluhan miliar dolar, yang beberapa di antaranya digunakan untuk melawan wilayah Rusia.
Rusia dan Amerika Serikat sejauh ini merupakan kekuatan nuklir terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 10.600 hulu ledak nuklir dari total 12.100 hulu ledak nuklir yang ada di dunia. China memiliki persenjataan nuklir terbesar ketiga, diikuti oleh Prancis dan Inggris.
Federasi Ilmuwan Amerika mencatat Rusia memiliki sekitar 1.558 hulu ledak nuklir non-strategis, meskipun ada jumlah pastinya belum diketahui karena kurangnya transparansi.
Tidak ada negara yang menggunakan senjata nuklir dalam perang sejak AS menjatuhkan bom atom pertama kali di kota Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada tahun 1945.
Negara-negara nuklir besar secara rutin memeriksa senjata nuklir mereka, tetapi sangat jarang mengaitkan latihan semacam itu secara terbuka dengan ancaman spesifik yang dirasakan seperti yang dilakukan Rusia.
Risiko Nuklir
Presiden AS Joe Biden mengatakan tahun lalu bahwa dia merasa tidak ada prospek nyata Rusia menggunakan senjata nuklir, namun pejabat tinggi AS dikabarkan melakukan perencanaan kontinjensi, sehingga membuka peluang baru untuk potensi serangan nuklir Rusia terhadap Ukraina pada 2022.
Beberapa pejabat Barat dan Ukraina mengatakan bahwa Rusia menggertak dengan senjata nuklir untuk menakut-nakuti Barat, meskipun Kremlin telah berulang kali mengindikasikan bahwa mereka akan mempertimbangkan untuk melanggar tabu nuklir jika eksistensi Rusia terancam.
"Kami tidak melihat sesuatu yang baru di sini. Ancaman nuklir adalah praktik konstan rezim Putin,” kata Andriy Yusov, juru bicara intelijen militer Ukraina.