Bisnis.com, JAKARTA — Dinamika pembentukan koalisi partai pendukung pemerintahan baru yang dipimpin Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka tampaknya belum juga final.
Padahal, sudah hampir dua minggu Mahkamah Konstitusi (MK) telah menolak semua dalil permohonan sengketa atau perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) yang diajukan oleh kubu Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md. Putusan yang melegitimasi kemenangan Prabowo-Gibran itu kemudian disahkan oleh penetapan Komisi Pemilihan Umum (KPU) beberapa waktu kemudian.
Melalui ketetapan KPU, Prabowo-Gibran resmi menjadi presiden dan wakil presiden terpilih pada Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Pasangan ini memenangkan kontestasi politik lima tahunan itu dengan dukungan Partai Gerindra, Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Demokrat.
Namun, tidak butuh waktu lama sejumlah partai pendukung pasangan lain merapat ke koalisi Prabowo-Gibran. Partai Nasdem sebagai pengusung utama pasangan Anies-Muhaimin justru menjadi partai paling awal membuka peluang bergabung ke koalisi pemerintah kemudian disusul Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Dengan begitu, mayoritas partai yang tembus ke Senayan akan berada di barisan koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Hanya tersisa, PDIP, PKS dan PKB.
Dua nama partai terakhir itu juga sudah mulai mewacanakan opsi untuk bergabung dengan koalisi. Di samping itu, PPP yang masih berjuang via jalur hukum untuk mengubah nasib dan meraih tiket ke Senayan pun membuka asa pertemuan dengan Prabowo.
Alhasil, jika sungguh bergabung dengan pemerintahan terpilih, koalisi partai pendukung Prabowo-Gibran akan sangat 'gemuk'. Setidaknya, hal itu sesuai dengan keinginan Prabowo yang terus gencar membangun komunikasi politik dengan sejumlah elit partai politik di Indonesia.
"Kita ingin membangun satu koalisi yang kuat dan efektif," tutur Prabowo di Kertanegara Jakarta Selatan, Selasa (23/4/2024).
NASDEM & PKB BALIK ARAH?
Satu hari setelah penetapan pemenang Pilpres 2024, Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh langsung menyambangi calon presiden terpilih di kediamannya di Kertanegara, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, Surya Paloh menyatakan sikapnya terhadap pemerintahan Prabowo-Gibran atau bergabung bersama koalisi dan tidak sebagai oposisi.
"Tantangan ke depan akan semakin besar dan dibutuhkan jiwa yang besar dari para elit bangsa. Maka dari itu, Partai Nasdem hari ini menegaskan akan mendukung penuh Pemerintahan Pak Prabowo dan Mas Gibran," tuturnya di Kertanegara Jakarta Selatan, Kamis (25/4/2024).
Surya Paloh menilai Pemerintahan Prabowo-Gibran tidak bisa sendiri membangun Indonesia yang diprediksi semakin banyak tantangan di kemudian hari.
Oleh karenanya, untuk membuat Indonesia semakin maju dan makmur, Partai Nasdem kata Paloh bakal membantu Pemerintahan Prabowo-Gibran untuk menghadapi semua tantangan.
"Apalagi saya katakan kepada saudara sekalian, kami berdua ini bukan baru saja kenal 1-2 tahun saja, tetapi sudah puluhan tahun. Kami berdua ingin bangsa ini maju," tuturnya.
Meskipun kini Nasdem menjadi koalisi di Pemerintahan Prabowo-Gibran, namun Paloh memastikan pihaknya tetap akan menjaga nalar dan daya kritis terhadap Prabowo-Gibran. "Kami tetap mengedepankan objektivitas. Tetap menjaga nalar dan daya kritis ya," katanya.
Setali tiga uang, PKB yang diketuai langsung oleh Muhaimin atau Cak Imin menyatakan sikap mendukung pemerintahan Prabowo-Gibran.
"Saya rasa sudah tidak perlu dijawab, sudah cetho [jelas mendukung Prabowo-Gibran],” kata Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar saat memberikan keterangan pers di Kantor DPP PKB, Jakarta, Kamis (25/4/2024).
PKS SIAP MENYUSUL
Dengan bergabungnya Nasdem dan PKB ke koalisi pemerintahan, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menjadi satu-satunya partai pendukung Anies-Muhaimin yang berada di luar barisan pendukung Prabowo-Gibran setidaknya hingga saat ini.
Memang, PKS telah menegaskan pentingnya kerja sama antar kekuatan politik untuk membangun bangsa. Artinya, PKS tidak menutup kemungkinan berubah haluan menjadi koalisi pemerintah presiden-wakil presiden terpilih.
Namun, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi terkait perubahan arah politik PKS pasca-Pemilu 2024.
"Kompetisi itu saat pemilu, kita tawarkan gagasan, kita adu gagasan. Tapi setelah pemilu maka kompetisi selesai dan kita kembali satu tujuan yaitu membangun bangsa. Adapun pilihan koalisi atau oposisi setelah pemilu itu teknis saja," ujar Ketua Fraksi PKS DPR Jazuli Juwaini dalam keterangannya, pada akhir bulan lalu.
Jazuli mengakui belum ada keputusan ihwal posisi PKS nantinya, baik sebagai oposisi maupun koalisi pemerintahan Prabowo-Gibran. Keputusan tersebut, lanjutnya, akan diambil dalam forum musyawarah Majelis Syura dan pengurus pusat PKS yang belum dapat dipastikan perhelatannya.
"PKS punya pengalaman 10 tahun koalisi di masa Pak SBY dan 10 tahun oposisi di masa Pak Jokowi. Jadi oposisi enggak ada masalah, koalisi siap. Kita lihat dinamikanya," jelasnya.
PDIP MENANTANG ARAH
Di sisi lain, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan atau PDIP tampak tegar berdiri menantang arah. Partai berlogo banteng ini bergeming dan bahkan terus melancarkan kritik dan upaya untuk mengadang Prabowo-Gibran.
PDIP bahkan mengeklaim bahwa MPR masih bisa membatalkan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih 2024–2029 Prabowo-Gibran pada Oktober mendatang. Alasannya, PDIP telah menggugat KPU ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Ketua Tim Hukum PDIP, Gayus Lumbuun menjelaskan bahwa pihaknya merasa KPU telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan memakai Peraturan KPU (PKPU) No. 19/2023 atau aturan lama ketika menerima pendaftaran calon wakil presiden Gibran Rakabuming Raka.
Padahal, aturan tersebut mengatur usia minimal presiden dan wakil presiden harus 40 tahun, sedangkan saat itu Gibran masih 36 tahun.
"MPR yang menjadi wadahnya seluruh rakyat mempunyai keabsahan berpendapat. Dia akan memikirkan apakah sebuah produk yang diawali dengan melanggar hukum itu bisa dilaksanakan. Kami berpendapat ya, bisa iya, juga bisa tidak, karena mungkin MPR tidak mau melantik [Prabowo-Gibran]," kata Gayus dalam rilis media PDIP, Kamis (2/5/2025).
Selain upaya hukum itu, PDIP sejauh ini belum menentukan perubahan sikap pasca-putusan MK. Kabarnya, partai ‘Marhaen’ ini baru akan mengambil keputusan tentang arah politik dalam rapat kerja nasional alias Rakernas IV PDIP pada 24–26 Mei 2024.
Ketua DPP PDIP Ahmad Basarah menyatakan dalam rakernas nanti para pengurus partai dari daerah hingga pusat akan bermusyawarah untuk memberikan usulan kepada Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri ihwal arah partai ke depan, termasuk soal opsi bergabung atau sebaliknya tetap menjadi oposisi pemerintahan.
Apalagi, tegas Ahmad, PDIP sudah berpengalaman lama baik jadi oposisi ataupun pendukung pemerintahan.
"Ibu Megawati Soekarnoputri selaku ketua umum PDI Perjuangan, pemegang hak prerogatif kongres, untuk kemudian di sanalah [Rakernas IV PDIP] akan menentukan sikap politiknya, akan berada atau di luar pemerintah," kata Basarah, pasca-putusan MK.
PPP MENANTI NASIB
Sementara itu, PPP sebagai mitra PDIP dalam koalisi pendukung Ganjar-Mahfud di Pemilu 2024, juga belum menetapkan keputusan untuk bergabung dengan koalisi pemerintahan. Hal itu diakui Muhamad Mardiono selaku Plt Ketua Umum PPP.
Mardiono menyatakan keputusan tersebut akan diambil dalam pagelaran rapat pimpinan nasional (rapimnas). Namun, dia tidak menjelaskan kapan rapimnas PPP itu digelar.
"Nanti akan ada rapimnas yang membicarakan arah koalisi kita. Tetapi fokus kami saat ini adalah menyelesaikan soal di MK dulu ya," jelas Mardiono usai bertemu dengan jajaran elite PKB di Kantor DPP PKB, Jakarta Pusat, Senin (29/4/2024).
Mardiono hanya menekankan, PPP masih fokus menghadapi sengketa hasil Pileg 2024 di MK agar partai berlogo Ka'bah tersebut bisa lolos ke DPR RI periode 2024–2029.
Pasalnya, PPP hanya meraih 3,87% suara sah nasional pada Pileg 2024 atau berada di bawah ambang batas parlemen (parliamentary threshold) sebesar 4% yang diatur Undang-Undang No. 7/2017 tentang Pemilu.
Artinya, PPP hanya perlu membuktikan 0,13% suaranya 'dicuri' pihak lain dalam persidangan di MK untuk dapat melaju ke Senayan.
Sejalan dengan itu, PPP juga masih berupaya mengatur pertemuan dengan Prabowo Subianto.
Mardiono tidak menampik bahwa pihaknya ingin melakukan pertemuan dengan Prabowo. Meski demikian, dia belum bisa memastikan waktu dan tempat pastinya.
"Sedang kita atur," ujar Mardiono.