Bisnis.com, JAKARTA -- Sidang kasus pemerasan dan penerimaan gratifikasi dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo membuka tabir aliran uang negara yang dinikmati untuk pribadi pejabat.
Dalam kasus tersebut, pria yang dikenal dengan nama panggilan SYL itu disebut menikmati fasilitas atau uang yang bukan haknya selama menjabat sebagai Menteri Pertanian Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Beberapa keterangan dari saksi di persidangan, uang yang dibayarkan untuk kebutuhan SYL dan keluarga ada yang sejak 2020.
Sejak sidang perdana kasus SYL digelar, Rabu (28/2/2024), fakta demi fakta persidangan terkuak mengenai banyaknya kepentingan pribadi politisi Nasdem itu beserta keluarganya yang dibiayai oleh negara. Itu pun di luar haknya sebagai pejabat negara yang dianggarkan secara resmi.
Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) mendakwa SYL melakukan pemerasan dan menerima gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Dalam surat dakwaan, SYL beserta dua anak buahnya yaitu Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta, menikmati total uang hasil pemerasan hingga Rp44,54 miliar selama periode 2020-2023.
JPU menyebut SYL, Kasdi dan Hatta sebagai pegawai negeri atau penyelenggara negara memaksa sejumlah pejabat eselon I Kementan dan jajaran di bawahnya untuk memberikan sesuatu, membayar atau menerima pembayaran dengan potongan atau mengerjakan sesuatu bagi para terdakwa.
Baca Juga
Ketiganya juga didakwa menerima gratifikasi mencapai Rp40,64 miliar pada periode yang sama. Dakwaan gratifikasi itu merupakan dakwaan ketiga yang dilayangkan kepada SYL, Kasdi dan Hatta.
Dalam pemaparan JPU, dari puluhan miliar yang diterima SYL, Kasdi dan Hatta selama 2020-2023, beberapa mengalir ke keperluan istri sebesar Rp938,94 juta.
Kemudian, untuk keperluan keluarga Rp992,29 juta; keperluan pribadi Rp3,33 miliar; kado undangan Rp381,6 juta; Partai Nasdem Rp40,1 juta; dan acara keagamaan untuk menteri Rp16,68 miliar.
Selanjutnya, charter pesawat Rp3,03 miliar; bantuan bencana alam/sembako Rp3,52 miliar; keperluan ke luar negeri Rp6,91 miliar; umrah Rp1,87 miliar; serta qurban dengan total Rp1,65 miliar.
Di sisi lain, Bendahara Umum Nasdem Ahmad Sahroni juga mengungkap telah mengembalikan uang dari SYL ke KPK berjumlah Rp40 juta dan Rp820 juta.
Berikut rangkuman uang yang dinikmati SYL dari pihak Kementan untuk keperluan pribadi dan keluarganya berdasarkan fakta persidangan sejauh ini:
1. Uang Rp30 Juta Per Bulan untuk Istri
Pada persidangan kemarin, Senin (29/4/2024), JPU KPK menghadirkan saksi Staf Biro Umum Kementan Muhammad Yunus. Dalam agenda pemeriksaan saksi itu, Yunus mengungkap kepada Majelis Hakim bahwa ada permintaan uang setiap bulannya mulai dari Rp15 juta hingga Rp30 juta per bulan.
Yunus mengatakan, uang itu diminta oleh SYL untuk istrinya Ayun Sri Harahap. Uang itu diminta melalui ajudan SYL Panji Harjanto kepada Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Biro Umum dan Pengadaan Kementan Isnar Widodo.
"Akhirnya disiapkan uang itu? Faktanya disiapkan benar ya Rp30 juta? Itu setiap bulan?," tanya Hakim Rianto Adam Pontoh kepada Yunus di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.
Yunus menceritakan bahwa awalnya uang bulanan yang diminta oleh pihak SYL sebesar Rp15 juta per bulan. Dia mengaku sudah dimintai uang tersebut sejak awal 2020. Sebagai informasi, SYL dilantik menjadi Menteri Pertanian pada sekitar akhir 2019.
"Info yang saya tahu dari Pak Isnar minta ada tambahan. Terus naik dari Rp15 juta ke Rp25 juta. Akhirnya Rp30 juta sampai terakhir," terangnya kepada Hakim.
Tidak hanya itu, Yunus turut mengungkap bahwa uang itu akan diberikan hanya ketika diminta oleh SYL. Uang itu berasal dari pinjaman pihak ketiga, lantaran memang tidak dianggarkan.
"Pinjam dari pihak ketiga," kata Yunus di persidangan.
2. Pesan GoFood, GrabFood dan lain-lain Rp3 juta.
Tidak hanya uang bulanan untuk istri, Kementan juga disebut menyediakan uang hingga Rp3 juta untuk keseharian sang mantan menteri.
Uang itu konon untuk kebutuhan harian di rumah dinas SYL. Uang itu juga diminta sesuai dengan permintaan SYL dan diberikan melalui tenaga kontraknya. Namun, sebagaimana uang Rp30 juta per bulan, kebutuhan alokasi uang itu tidak dianggarkan secara resmi.
"Tergantung permintaan ya, kalau hari ini habis Rp3 juta dimintai lagi besok, kalau masih ada sisa dipakai dulu ya?," tanya Hakim Rianto.
"Iya. Untuk rumdin [rumah dinas]," jawab Yunus.
"Untuk beli apa itu?," tanya Hakim Rianto lagi kepada saksi.
"Makanan online-online gitu. Grabfood gitu, semacam gitu, kadang juga laundry gitu, pak," terang Yunus.
3. Tagihan Kacamata
Di luar kebutuhan harian atau bulanan, pegawai Kementan juga diminta untuk menyediakan uang untuk membelikan SYL dan istrinya kacamata.
Pemberian uang untuk membeli kacamata itu juga diserahkan ke ajudan SYL, Panji Harjanto, dari Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Biro Umum dan Pengadaan Kementan Isnar Widodo.
4. Pembelian Mobil Lunas dan Kredit untuk Anak
Kedua anak SYL disebut menikmati fasilitas pembayaran mobil secara lunas maupun kredit. Uang yang digunakan untuk membayar berasal dari patungan eselon I Kementan maupun pinjaman pihak ketiga swasta yang tengah memiliki proyek di kementerian tersebut.
Berdasarkan kesaksian mantan Koordinator Substansi Ruamh Tangga Kementan Arief Sopian pada persidangan kemarin, Senin (29/4/2024), para eselon I Kementan sekitar Maret 2022 mengumpulkan uang untuk membelikan mobil Toyota Kijang Innova untuk anak perempuan SYL, Indira Chunda Thita.
"Berapa eselon I nya yang mengumpulkan uang berapa banyak? Semua eselon I ?," tanya Hakim Fahzal Hendri.
"Tidak Yang Mulia, eselon I yang tidak pernah dibobolkan Inspektorat Jenderal," jawab Arief.
Arief pun mengklaim bahwa semua pengeluaran tersebut dicatat. Pada saat pembelian unit mobil itu, harganya yakni sekitar Rp500 juta.
Selain itu, saksi kasus SYL turut mengakui adanya pencatatan untuk pembelian mobil Toyota Alphard dengan metode cicilan. Mobil itu diduga untuk anak SYL yang tinggal di Makassar, Sulawesi Selatan.
Kesaksian itu disampaikan oleh Mantan Kasubag Pengadaan Biro Umum Kementan Abdul Hafidh, Selasa (29/4/2024). Hafidh juga mengaku dimintai oleh ajudan SYL untuk melunasi kebutuhan pribadi mantan menteri itu berupa kredit mobil Alphard.
Hafidh menduga mobil itu untuk kepentingan pribadi dan dikirim ke Makassar, karena tidak ada di rumah dinas menteri di Kompleks Widya Chandra.
"Dimintai ke saudara itu berapa kali? Hampir tiap bulan?," tanya Hakim kepada Hafidh.
"10 kali ada Yang Mulia. [Jumlahnya] Rp43 juta," jawab Hafidh.
Berbeda dengan pembayaran Innova sebelumnya, cicilan untuk mobil Alphard tersebut berasal dari pinjaman ketiga. Tepatnya, dari kantong vendor Kementan. Hafidh menyebut para vendor yang meminjamkan uangnya itu tengah memiliki proyek di Kementan.