Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ketua MK Minta Pemerintah dan DPR Perbaiki Aturan Kampanye Pejabat Dalam UU Pemilu

Ketua MK Suhartoyo menyarankan kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan penyempurnaan Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Bisnis/Fanny Kusummawaardhani
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (kanan) didampingi Hakim Konstitusi Saldi Isra memimpin jalannya sidang putusan perselisihan hasil Pilpres 2024 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Senin (22/4/2024). Bisnis/Fanny Kusummawaardhani

Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo menyarankan kepada pemerintah dan DPR untuk melakukan penyempurnaan Undang-Undang Pemilihan Umum (UU Pemilu). 

Pasalnya, dia mengatakan bahwa terdapat beberapa kelemahan dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan Pemilu. 

Dia menegaskan dengan adanya kelemahan dalam UU Pemilu, sehingga pada akhirnya menimbulkan kebuntuan bagi penyelenggara Pemilu khususnya bagi Bawaslu dalam upaya penindakan terhadap penyelenggaraan Pemilu. 

"Pemerintah dan DPR penting melakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Pemilu, Undang-Undang Pemilukada maupun peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait dengan kampanye baik berkaitan pelanggaran administratif dan jika perlu pelanggaran pidana Pemilu," katanya, di MK, Senin (22/4/2024). 

Lebih lanjut, di mengatakan bahwa demikian halnya jika ada peraturan yang saling berkelindan sehingga menimbulkan ambiguitas dan hal tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan, sehingga perlu dilakukan penyempurnaan oleh pembentuk Undang-Undang Pemilu (UU Pemilu). 

Dia juga mengatakan bahwa dalam upaya menjaga netralitas aparat negara, khususnya bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik (parpol), calon presiden dan wakil presiden, anggota tim kampanye maupun pelaksana kampanye yang sudah didaftarkan ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagaimana diatur dalam pasal 299 UU Pemilu, perlu dibuat aturan yang jelas sehingga tidak merangkap. 

"Pemerintah dan DPR perlu membuat pengaturan yang lebih jelas tentang aturan bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik ataupun sebagai tim kampanye dalam melaksanakan kampanye yaitu pelaksanaan kampanye harus dilaksanakan terpisah, tidak dalam satu waktu kegiatan ataupun berimpitan dengan waktu pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara," ujarnya.

Menurutnya, kedua kegiatan tersebut tidak dapat dilakukan dalam waktu bersamaan maupun berhimpitan karena berpotensi adanya terjadi pelanggaran Pemilu dengan menggunakan fasilitas negara dalam kegiatan kampanye maupun menggunakan atribut kampanye dalam tugas penyelenggaraan negara menjadi terbuka lebar. 

"Hal mana tergambarkan dalam kegiatan yang dilakukan oleh Menteri Perekonomian Airlangga Hartarto yang melakukan pembagian sembako dan juga setelah itu menghadiri kampanye Partai Golkar sebagai Ketua Umum dan kegiatan dilakukan oleh Menteri Perdagangan dalam kegiatan di APPSI di Semarang sebagaimana terdapat dalam sub paragraf 3.17.2 dan sub paragraf 3 17.7 di atas," ucapnya. 

Selain itu, dia menegaskan bahwa dalam menarik kesimpulan terkait dengan dugaan pelanggaran terhadap suatu peristiwa, Bawaslu perlu menyusun standar operasional dan prosedur tata urut maupun pisau analisis yang baku dan memperhatikan berbagai aspek yang menjadi unsur adanya suatu pelanggaran Pemilu, baik yang dilakukan sebelum selama dan setelah masa kampanye. 

Menurutnya, hal tersebut perlu dilakukan agar diperoleh hasil kesimpulan yang memiliki pijakan yang kuat dan komprehensif atau suatu peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran, meskipun hasil kesimpulan tersebut dilakukan oleh anggota yang berbeda-beda. 

Kemudian, dia menjelaskan bahwa dalam rangka penataan ke depan, kesadaran pemahaman tentang penataan demokrasi penyelenggaraan Pemilu perlu senantiasa mempertimbangkan tidak hanya aspek regulasi, tetapi juga aspek etik para pemegang jabatan publik. 

"Dengan demikian diharapkan dapat membentuk sistem yang kuat untuk mengantisipasi ketidaknetralan aparatur negara dalam penyelenggaraan pemilu sekaligus memastikan proses pemilu yang langsung umum bebas rahasia, jujur dan adil," tambahnya. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Erta Darwati
Editor : Muhammad Ridwan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper