Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Perang Iran Vs Israel, Program Makan Siang Gratis Berbahaya untuk APBN?

Pemerintah diminta meninjau program makan siang gratis dan memprioritaskan belanja yang bersifat produktif di tengah ancaman dampak konflik di Timur Tengah.
Sistem anti-rudal beroperasi pada 14 April 2024 setelah Iran meluncurkan pesawat tak berawak dan rudal ke arah Israel./Reuters
Sistem anti-rudal beroperasi pada 14 April 2024 setelah Iran meluncurkan pesawat tak berawak dan rudal ke arah Israel./Reuters

Bisnis.com, JAKARTA - Pemerintah diminta meninjau program makan siang gratis dan memprioritaskan belanja yang bersifat produktif di tengah ancaman dampak konflik di Timur Tengah.

Direktur Eksekutif Institute for Development on Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti menilai rencana program makan siang gratis presiden-wakil presiden terpilih Prabowo-Gibran kontradiktif dengan upaya mengamankan fiskal untuk belanja yang bersifat produktif.

Menurut Esther, pemerintah seharusnya meyiapkan ruang fiskal yang lebih luas untuk mengantisipasi dampak kepanjangan konflik Iran dengan Israel terhadap ekonomi di dalam negeri.

"Anggaran belanja agar diarahkan pada belanja yang produktif, makan siang gratis saya rasa itu belanja yang konsumtif," ujar Esther dalam diskusi publik secara virtual, Sabtu (20/4/2024).

Belanja negara yang bersifat produktif, kata Esther bisa memberikan maanfaat produktivitas di sektor bisnis dalam jangka panjang. Di sisi lain, pemerintah juga perlu meningkatkan devisa negara untuk meminimalisir dampak ekonomi global.

Sejumlah langkah yang bisa ditempuh untuk memperkuat ketahanan ekonomi nasional dari gejolak global yaitu dengan mengurangi ketergantungan dengan negara lain. Misalnya, meningkatkan ekspor nonmigas hingga meningkatkan pendapatan negara dari sektor pariwisata.

"Kalau kita semakin bergantung, maka kalau ada sedikit shock variable dari luar itu kita akan lebih rentan," jelasnya.

Berdasarkan catatan Bisnis.com, Jumat (19/4/2024), harga minyak melonjak lebih dari US$3 per barel akibat serangan balik rudal Israel ke Iran. Hal ini kemudian memicu kekhawatiran bahwa pasokan minyak Timur Tengah dapat terganggu.  

Berdasarkan data Bloomberg pada Jumat (19/4/2024), harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak Maret 2024 menguat 3,60% atau 2,98 poin menjadi US$85,71 per barel pada pukul 09.30 WIB. Sementara itu, harga minyak Brent kontrak Juni 2024 menguat 3,44% atau 3 poin ke US$90,11 per barel pada pukul 09.29 WIB.

Adapun Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menegaskan rencana pembatasan pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, Pertalite bakal dievaluasi pada Juni 2024 mendatang.  

Arifin mengatakan, kementeriannya bakal mendorong revisi Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 yang menjadi regulasi acuan untuk pembatasan Pertalite dalam waktu dekat. Kemungkinan, kata Arifin, beleid itu bakal diterapkan efektif pada paruh kedua tahun ini. 

Hanya saja, kata Arifin, evaluasi itu mesti menunggu perkembangan harga minyak mentah dunia dan ketahanan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) pada Juni 2024 nanti.  

“Juni nanti kita evaluasi, kita bahas dulu lah, lihat perkembangannya,” kata Arifin di Kantor Ditjen Migas, Jakarta, Jumat (19/4/2024).

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper