Bisnis.com, JAKARTA – Hari Raya Idulfitri identik dengan mengenakan pakaian serba baru dan berbagai hidangan yang menggiurkan. Hal ini merupakan bentuk syukur atas rahmat Allah SWT selama puasa.
Tapi, tanpa disadari itu semua kerap dilakukan secara berlebihan dan mengarah kepada perbuatan yang tidak disukai oleh Allah SWT.
Menurut Syekh Zakariyya dalam kitab Al-Anshari dan Asna Al-Mathalib, juz 1, hal 281, menjelaskan berhias saat Idulfitri adalah kesunnahan bagi perempuan dan laki-laki dengan tetap harus memperhatikan batas-batas syariat atau tidak menebar aurat.
Khusus perempuan tidak diperbolehkan mempertontokan penampilan yang bisa memikat laki-laki yang bukan mahramnya. Hal ini juga diterangkan dalam Hadist Riwayat Al-Baihaqi dan Ibnu Abid Dunya dengan sanad shahih.
عَنْ نَافِعٍ : أَنَّ ابْنَ عُمَرَ كَانَ يَلْبَسُ فِى الْعِيدَيْنِ أَحْسَنَ ثِيَابِهِ
“Diriwayatkan dari Nafi’ bahwa Ibnu Umar ra memakai baju terbaiknya di dua hari raya”.
Pada dasarnya, Allah sangat menyukai keindahan dengan catatan keindahan itu tidak dilakukan secara berlebihan. Namun, Allah tidak menyukai hambanya yang melakukan sesuatu secara berlebihan seperti saat perayaan Idulfitri, di mana perilaku belanja boros dan makan sampai membuat tubuh sulit bergerak adalah tindakan berlebihan. Dalam surat Al-A’raf ayat 31, Allah sudah menjelaskan ketidaksukaannya bagi hambanya yang selalu berlebihan.
يَٰبَنِىٓ ءَادَمَ خُذُوا۟ زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا۟ وَٱشْرَبُوا۟ وَلَا تُسْرِفُوٓا۟ ۚ إِنَّهُۥ لَا يُحِبُّ ٱلْمُسْرِفِينَ
Artinya : “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan,”
Lebih dari itu, berpakaian yang terkesan berlebihan dikhawatirkan menimbulkan sifat kesombongan seseorang sehingga dosa tidak bisa terelakan. Begitu juga menyantap hidangan lebaran secara berlebihan, di mana bisa menimbulkan berbagai masalah kesehatan dan membuat seseorang malas beraktivitas karena rasa kenyang tersebut.
Baca Juga
Menurut Syekh Sulaiman dalam kitab Al-Bujairami alal Khatib, juz 5, halaman 412, menjelaskan esensi dari Hari Raya Idulfitri adalah ibadah yang dilakukan selama bulan suci Ramadan dan ketaatan hambanya menjalankan perintah-perintah Allah SWT agar dosa-dosanya terampuni.
جعل اللّه للمؤمنين في الدنيا ثلاثة أيام: عيد الجمعة والفطر والأضحى، وكلها بعد إكمال العبادة وطاعتهم. وليس العيد لمن لبس الجديد بل هو لمن طاعته تزيد، ولا لمن تجمل باللبس والركوب بل لمن غفرت له الذنوب
“Allah swt menjadikan tiga hari raya di dunia untuk orang-orang yang beriman, yaitu, hari raya jum’at, hari raya Fitri, dan Idul Adha. Semua itu, (dianggap hari raya) setelah sempurnanya ibadah dan ketaatannya. Dan Idul Fitri bukanlah bagi orang yang menggunakan pakaian baru. Namun, bagi orang yang ketaatannya bertambah. Idul Fitri bukanlah bagi orang yang berpenampilan dengan pakian dan kendaraan. Namun, Idul Fitri hanyalah bagi orang yang dosa-dosanya diampuni,”
Dapat disimpulkan bahwa berpakaian atau berhias untuk memperindah diri saat Hari Raya Idulfitri tidak dipermasalahkan, asalkan tidak dilakukan dengan berlebihan dan tidak menarik perhatian lawan jenis yang bukan mahramnya. Begitu pun makan dianjurkan dengan prosi sewajarnya agar tubuh tidak kekenyangan dan bisa membuat malas ketika ingin beraktivitas maupun ibadah. (Muhammad Sulthon Sulung Kandiyas)