Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Agama (Kemenag) RI menanggapi pernyataan Gus Miftah yang membandingkan larangan pengeras suara atau speaker saat tadarus Al-Quran di bulan Ramadan dengan bebasnya penggunaan peranti tersebut saat acara berdangdut selama ini.
Juru Bicara Kemenag RI Anna Hasbie mengatakan bahwa Gus Miftah ‘asbun’ (asal bunyi) dan gagal paham dengan surat edaran pemerintah tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
“Gus Miftah tampak asbun dan gagal paham terhadap surat edaran tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala. Karena asbun dan tidak paham, apa yang disampaikan juga serampangan, tidak tepat,” katanya, dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (12/3/2024).
Dia menyarankan bahwa sebagai penceramah agar tidak asbun dan provokatif. Dia menilai sebaiknya Gus Miftah memahami terlebih dulu surat edaran tersebut.
"Kalau tidak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah,” ucapnya.
Lebih lanjut, Anna Hasbie mengatakan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) RI telah menerbitkan Surat Edaran No. SE. 05/2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala, pada 18 Februari 2022.
Baca Juga
Edaran tersebut bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.
Edaran ini juga mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
“Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan tadarus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam,” ujarnya.
Dia menegaskan bahwa edaran tersebut bukan edaran baru, dan sudah ada sejak 1978 dalam bentuk Instruksi Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Kep/D/101/1978.
Selain itu, dalam edaran itu juga diatur bahwa saat Ramadan, siang dan malam hari, bacaan Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
Selanjutnya, dia menambahkan bahwa edaran itu dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan, justru giat tadarus, tarawih selama Ramadan sangat dianjurkan.
"Penggunaan pengeras suaranya saja yang diatur, justru agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu. Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu," ucapnya.
Menurutnya, dengan adanya edaran tersebut, maka penggunaan pengeras suara akan menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami.
Sebelumnya, komentar Gus Miftah terkait surat edaran itu terekam dalam potongan video ceramah yang diunggah di media sosial. Dia berceramah di Bangsri, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa hari lalu.