Bisnis.com, JAKARTA - Surat Edaran Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di masjiddan Musala menuai polemik yang banyak dikritik berbagai elemen masyarakat.
Edaran tersebut setidaknya telah direspons oleh Gus Miftah dan Anggotan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) DKI Jakarta, Dailami Firdaus.
Senator asal Betawi Dailami Firdaus meminta Menteri Agama (Menag) RI Yaqut Cholil Qoumas untuk mencabut surat edaran Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2024 tentang Panduan Penyelenggaraan Ibadah Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1445 Hijriyah.
Menag Yaqut dalam surat edaran itu meminta penggunaan pengeras suara pada Ramadan, baik dalam pelaksanaan salat tarawih, ceramah atau kajian Ramadan, dan tadarus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara dalam.
Dailami menilai surat edaran itu terkesan Menag tidak memahami arti toleransi dan sikap saling menghormati, bahkan cenderung dapat mengusik kerukunan dan toleransi beragama yang telah lama terbangun di masyarakat selama ini.
“Toleransi dan sikap menghormati antar umat beragama sudah terbangun selama puluhan tahun, dan selama itu juga tidak ada permasalahan mengenai pengeras suara di masjid maupun musala," katanya dalam pernyataan resmi, dikutip Selasa (12/3/2024).
Baca Juga
Lebih lanjut, dia menjelaskan dalam pelaksanaan pengunaan pengeras suara sendiri semua sudah diatur waktunya dan tidak akan mengganggu di waktu orang istirahat.
Menurutnya, tentu pengurus masjid dan mushola sudah lebih memahami karakteristik daripada wilayahnya masing-masing dan harus diingat ini hanya berlangsung pada saat bulan Ramadhan saja.
“Jadi hemat saya daripada mengurusi soal pengeras suara, Menag lebih bagus memberikan dan membuat kegiatan atau program yang dapat meningkatkan kualitas ibadah di bulan Ramadan ini,” tambahnya.
Sebelumnya, kritikan terkait dengan edaran tersebut juga dilontarkan oleh Gus Miftah.
Gus Miftah saat berceramah di Sidoarjo, Jawa Timur, berbicara soal larangan menggunakan speaker saat tadarus Al-Quran di bulan Ramadan.
Gus Miftah lalu membandingkan penggunaan speaker itu dengan dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 1 pagi. Potongan video ceramah ini juga diunggah di sejumlah media sosial.
Respons Kemenag
Kementerian Agama buka suara terkait dengan polemik edaran penggunaan pengeras suara yang menuai polemik, salah satunya oleh Gus Miftah.
Juru Bicara Kementerian Agama Anna Hasbie mengatakan Kementerian Agama pada 18 Februari 2022 menerbitkan Surat Edaran Nomor SE. 05 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala.
Edaran ini bertujuan mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya.
Edaran tersebut mengatur tentang penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar. Salah satu poin edaran tersebut mengatur agar penggunaan pengeras suara di bulan Ramadan, baik dalam pelaksanaan Salat Tarawih, ceramah/kajian Ramadan, dan tadarrus Al-Qur’an menggunakan Pengeras Suara Dalam.
“Edaran ini tidak melarang menggunakan pengeras suara. Silakan Tadarrus Al-Qur’an menggunakan pengeras suara untuk jalannya syiar. Untuk kenyamanan bersama, pengeras suara yang digunakan cukup menggunakan speaker dalam,” tegas Anna Hasbie dalam siaran persnya, Selasa (12/3/2024).
Anna menambahkan, edaran ini dibuat tidak untuk membatasi syiar Ramadan. Giat tadarrus, tarawih, dan qiyamul-lail selama Ramadan justru sangat dianjurkan.
Hanya saja, penggunaan pengeras suaranya yang diatur agar suasana Ramadan menjadi lebih syahdu.
"Kalau suaranya terlalu keras, apalagi antar masjid saling berdekatan, suaranya justru saling bertabrakan dan menjadi kurang syahdu. Kalau diatur, insya Allah menjadi lebih syahdu, lebih enak didengar, dan jika sifatnya ceramah atau kajian juga lebih mudah dipahami,” tandasnya.
Sebelumnya, Gus Miftah saat berceramah di Sidoarjo, Jawa Timur, beberapa hari lalu, berbicara soal larangan menggunakan speaker saat tadarus Al-Quran di bulan Ramadan.
Gus Miftah lalu membandingkan penggunaan speaker itu dengan dangdutan yang disebutnya tidak dilarang bahkan hingga jam 1 pagi. Potongan video ceramah ini juga diunggah di sejumlah media sosial.
“Sebagai penceramah, biar tidak asbun dan provokatif, baiknya Gus Miftah pahami dulu edarannya. Kalau nggak paham juga, bisa nanya agar mendapat penjelasan yang tepat. Apalagi membandingkannya dengan dangdutan, itu jelas tidak tepat dan salah kaprah,” sambung Anna Hasbie.