Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dugaan Suap Ganjar Mengadang, Hak Angket Layu Sebelum Berkembang?

Calon presiden nomor 3 Ganjar Pranowo, yang menjadi inisiator awal hak angket, dilaporkan ke KPK terkait dugaan penerimaan suap atau gratifikasi di Bank Jateng.
Dany Saputra, Surya Dua Artha Simanjuntak
Jumat, 8 Maret 2024 | 07:30
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kanan) menunjukkan surat suara didampingi anaknya Alam Ganjar (kiri) sebelum mencoblos di TPS 11 Lempongsari, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (14/2/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay
Calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo (kanan) menunjukkan surat suara didampingi anaknya Alam Ganjar (kiri) sebelum mencoblos di TPS 11 Lempongsari, Semarang, Jawa Tengah, Rabu (14/2/2024). ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Bisnis.com, JAKARTA — Belum jua terealisasi, wacana hak angket untuk mengungkap dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024 kian terancam 'layu sebelum berkembang'. 

Setelah sebelumnya gagal diusulkan secara formal saat DPR menggelar Rapat Paripurna ke-13 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024 di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada Selasa (5/3/2024), kali ini wacana pengguliran hak angket itu diadang problem baru. 

Musababnya, calon presiden nomor 3 Ganjar Pranowo, yang menjadi inisiator awal wacana hak angket tersebut, dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan penerimaan suap atau gratifikasi di salah satu BUMD di Jawa Tengah yakni PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah atau Bank Jateng.

Politisi PDIP itu dilaporkan oleh Indonesia Police Watch (IPW). Laporannya pun telah diserahkan ke komisi antirasuah pada Selasa (5/3/2024).

Dalam laporan itu, pihak IPW menuding bahwa aliran dana korupsi tersebut diduga juga mengalir kepada Gubernur Jawa Tengah pada periode yang sama berinisial GP alias Ganjar Pranowo.

Ketua IPW Sugeng Santoso memerinci bahwa ada dua penyelenggara negara yang dilaporkan pihaknya ke KPK yakni Direktur Utama Bank Jateng periode 2014–2023 berinisial S dan kepala daerah di Jateng berinisial GP.

"Jadi pertama inisial S ya. Mantan Dirut Bank Jateng 2014–2023. Kemudian juga GP," jelasnya melalui sambungan telepon kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).

Dia menjelaskan suap atau penerimaan gratifikasi itu berasal dari perusahaan asuransi yang memberikan pertanggungan jaminan kredit kepada kreditur Bank Jateng.

Dia mengistilahkan uang yang dikutip dari perusahaan asuransi tersebut berupa cashback. Besarannya mencapai 16% dari nilai premi.

Sugeng menyebut 16% cashback premi itu dialokasikan untuk tiga pihak meliputi 5% untuk operasional perseroan baik di pusat, daerah maupun cabang dan 5,5% untuk pemegang saham Bank Jateng yakni pemda atau kepala-kepala daerah.

"[Sisanya] 5,5% diberikan kepada pemegang saham pengendali Bank Jateng yang diduga adalah kepala daerah Jawa Tengah dengan inisial GP," ujar Sugeng.

Sugeng menjelaskan bahwa dugaan penerimaan suap atau gratifikasi itu terjadi sekitar 2014–2023. Dia memperkirakan total uang yang diterima oleh penyelenggara negara di Bank Jateng mencapai Rp100 miliar. 

Dugaan gratifikasi itu dilaporkan ke KPK karena pihak penerima diduga tidak melaporkan ke lembaga tersebut dalam waktu 30 hari kerja sejak penerimaan.

Adapun, alasan di balik pelaporan dugaan korupsi itu kepada KPK, ujar Sugeng, adalah adanya seorang pelapor atau whistleblower yang dinilai perlu mendapatkan pengamanan dari lembaga antirasuah. 

Sementara itu, pihak KPK mengonfirmasi bahwa laporan dari IPW itu benar adanya dan sudah diterima. KPK pun akan menindaklanjuti laporan pengaduan masyarakat mengenai dugaan penerimaan suap atau gratifikasi oleh direksi Bank Jateng 2014–2023.

"Kami segera tindaklanjuti dengan verifikasi lebih dahulu oleh bagian pengaduan masyarakat KPK," tutur Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan.

Ali menjelaskan bahwa verifikasi dan telaah terhadap laporan itu dilakukan guna memastikan apabila syarat-syarat dan ketentuan dari suatu laporan masyarakat terpenuhi. Selanjutnya, pihak KPK nantinya akan mulai mengumpulkan data dan informasi lanjutan dengan meminta keterangan dari pihak pembuat laporan.

Secara terpisah, Ganjar Pranowo membantah laporan IPW yang diduga dialamatkan kepada dirinya. 

"Saya tidak pernah terima gratifikasi seperti yang dia laporkan," terang Ganjar melalui pesan singkat kepada wartawan, Selasa (5/3/2024).


TERKAIT HAK ANGKET

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP Hasto Kristiyanto menduga pelaporan terhadap Ganjar ke KPK terkait usulan penggunaan hak angket DPR. Pasalnya, melalui hak angket, capres nomor urut 3 tersebut ingin membuktikan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024 yang terjadi secara terstruktur, sistematis, dan masif. 

"Kita lihat bagaimana aksi-reaksinya, baru Pak Ganjar mengusulkan hak angket langsung 'disetrum', ada yang melaporkan ke KPK," ujar Hasto di acara Election Talk #4 di Auditorium Juwono Sudarsono FISIP UI, Depok pada Kamis (7/3/2024).

Meski demikian, dia tidak mempermasalahkan berbagai laporan masyarakat tersebut. Bagaimanapun, menurutnya, Indonesia menganut demokrasi prosedural.

"Silakan ajukan ke polisi, silakan ajukan ke Bawaslu," jelasnya.

Hasto menegaskan PDIP tidak gentar meski muncul banyak laporan seperti itu. PDIP, lanjutnya, akan tetap lakukan perlawanan untuk ungkap dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024, entah itu lewat hak angket atau opsi lain.

"Jadi kami adalah opsinya dalam melakukan perlawanan secara terukur," ujar Hasto.

Dalam rapat paripurna ke-13 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023-2024, para fraksi menyampaikan pendapat terkait hak angket.

Anggota DPR Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Keadilan Bangsa (PKB), dan PDI Perjuangan (PDIP) menyinggung soal penggunaan hak angket untuk menyelisik dugaan kecurangan penyelenggaraan Pilpres 2024.

Di sisi lain, Fraksi Gerindra dan Demokrat menyampaikan pendapat yang menolak penggunaan hak angket DPR. 

Masih ada empat fraksi yang belum menyatakan sikap terkait penggunaan hak angket yaitu Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Nasdem. Namun, beberapa dari partai tersebut telah menyatakan sikap secara informal di luar persidangan. 

Nasdem menegaskan siap mendorong hak angket digunakan. Sebaliknya, Golkar dan PAN kukuh menolak hak angket digulirkan. Adapun, fraksi PPP belum menentukan sikap ihwal dukungan penggunaan hak angket untuk selidiki dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco menegaskan belum ada usulan formal atau resmi ihwal penggunaan hak angket. Menurutnya, ada mekanisme dalam penggunaan hak angket yaitu setidaknya diajukan oleh minimal 25 anggota dewan yang berasal lebih dari satu fraksi di DPR. Jika syarat sudah terpenuhi maka usulan disampaikan ke pimpinan DPR.

Kemudian, sambungnya, pimpinan DPR akan rapat untuk membahas usulan hak angket tersebut. Meski demikian, Dasco menyatakan belum ada usulan resmi sehingga pimpinan DPR belum akan mengadakan rapat pimpinan dalam waktu dekat.

"Loh, kita mau ngomongi apa [dalam rapat pimpinan]? Ya usulannya [soal hak angket] kan enggak ada," jelasnya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (5/3/2024).

Kendati begitu, Dasco menilai masa persidangan DPR baru dibuka. Oleh sebab itu, dia menilai wajar apabila belum ada usulan resmi terkait hak angket.


TEPIS ISU POLITISASI

Sementara itu, KPK menegaskan pihaknya tidak terpengaruh dengan isu politisasi dalam  dalam menindaklanjuti laporan mengenai dugaan penerimaan suap/gratifikasi oleh mantan Direktur Utama Bank Jateng dan Gubernur Jawa Tengah berinisial GP.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan pihaknya akan melakukan telaah, pengayaan informasi, serta klarifikasi sebelum nantinya dibahas dengan satgas penyelidikan.

Apabila nantinya ditemukan indikasi korupsi, maka perkara akan dinaikkan ke tahap penyelidikan dan mulai dimintakan klarifikasi.

"Kalau kami itu kan enggak pernah melihat, apakah ini ada unsur politisnya atau enggak. Apakah ini warnanya merah, kuning, hijau, abu-abu saya enggak lihat seperti itu," terangnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (6/3/2024).

Alex, sapaannya, juga meyakini bahwa pihaknya tidak peduli dengan unsur politik dalam penanganan suatu perkara.

Di sisi lain, Pimpinan KPK dua periode itu memastikan bakal berkoordinasi dengan berbagai pihak dalam pengayaan informasi mengenai laporan dimaksud. Misalnya, untuk meminta data transaksi keuangan dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Oh iya pasti [ke PPATK]. Itu prosedur biasa sih, prosedur biasa," ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper