Bisnis.com, JAKARTA -- Rapat paripurna pembuka masa sidang di DPR Selasa lalu berlangsung nyaris tanpa perdebatan. NasDem dan PPP, dua partai di luar Koalisi Indonesia Maju atau KIM, diam seribu bahasa. Diamnya NasDem dan PPP memicu syak wasangka tentang kemungkinan wacana hak angket menguap di tengah jalan.
Padahal dalam berbagai pernyataan sebelumnya, NasDem telah berkomitmen dengan rekan koalisinya yakni PKS dan PKB, untuk mengajukan angket kecurangan Pemilu 2024. Komitmen tersebut bahkan diungkapkan langsung dalam pertemuan resmi antar elite pengusung pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar.
"Kita siap bersama inisiator PDIP untuk menggulirkan angket," ujar Sekjen Nasdem Hermawi Taslim.
Sebaliknya PPP sejak wacana angket menyeruak memang terkesan lebih bersikap hati-hati. Partai peserta pemilu tertua itu mengaku masih menunggu proses rekapitulasi suara tuntas. Apalagi, PPP sedang berada di posisi dilematis karena perolehan suaranya tipis dengan ambang batas parlemen alias parliamentary threshold.
Menariknya, di tengah ketidakjelasan sikap tersebut, santer terdengar kabar PPP akan merapat ke kubu pemenang pemilihan presiden alias Pilpres. Kalau merujuk data hitung cepat atau quick count maupun rekapitulasi suara sementara, pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto - Gibran Rakabuming Raka, berpotensi memenangkan Pemilu 2024.
Soal yang terakhir, elite partai Ka'bah itu terbagi dua. Ketua Badan Pemenangan Pemilihan Umum atau Bappilu PPP Sandiaga Uno pada akhir Februari lalu sempat mengatakan bahwa pihaknya akan terus menjaga ukhuwah dan setia menjadi partai pendukung pemerintah. Sementara elite lainnya yakni Romahurmuziy, menegaskan bahwa PPP belum memiliki opsi untuk menyeberang ke kubu 02.
Baca Juga
"PPP bersama dengan PDIP tetap bersama-bersama dalam pengusungan hak angket," tegasnya.
Hiruk pikuk hak angket memang bergulir cukup kencang selama beberapa pekan terakhir. Inisiator tentang wacana hak angket adalah PDIP. Partai berlambang banteng gemuk itu merasa perlu untuk menyelidiki proses penyelenggaraan pemilihan umum karena disinyalir terjadi berbagai macam bentuk kecurangan.
Kalau melihat jalannya paripurna pada hari Selasa kemarin, saat ini baru 3 partai yang telah secara terbuka mendorong pelaksanaan hak angket kecurangan Pemilu 2024. Ketiga partai itu antara lain PDIP yang merupakan partai pengusung Ganjar-Mahfud MD serta dua partai pengusung Anies-Muhaimin yakni PKB dan PPP.
Belakangan NasDem, juga telah mengklarifikasi alasan mereka diam saat paripurna. Partai yang dipimpin oleh pengusaha Surya Paloh itu telah menegaskan bahwa pihaknya mendukung penuh pelaksanaan hak angket terhadap penyelenggaraan pemilu 2024.
Adapun salah satu isu yang bergulir di tengah ramainya wacana hak angket adalah pencalonan Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi), yang terbukti dilalui dengan proses pelanggaran etika Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman dan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari.
Selain itu, persoalan bagi-bagi bantuan sosial alias bansos yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga menjadi sorotan para partai pendukung hak angket. Apalagi, hasil sigi Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan korelasi antara bansos dengan elektoral. Pasalnya 69,3% penerima bansos saat disurvei mengaku memilih pasangan calon Prabowo dan putra Jokowi, Gibran Rakabuming Raka.
Dilema Golkar
Sementara itu, di kubu kontra hak angket, situasinya sebenarnya tidak jauh beda. Kalau melihat konstelasi pada rapat paripurna kemarin, hanya Gerindra dan Demokrat yang menolak hak angket. Golkar dan Partai Amanat Nasional alias PAN tak memberikan pandangannya dalam momen tersebut.
Golkar belakangan ini memang sedang disorot. Selain kenaikan perolehan suara yang fantastis, internal Golkar diisukan sedang resah karena isu perebutan kursi ketua umum Partai Golkar. Tak tanggung-tanggung nama Presiden Jokowi disebut akan 'mengambil alih' Golkar lewat tangan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia.
Kalau merunut ke belakang, Bahlil sempat menyampaikan sinyal secara terbuka keinginannya maju sebagai Ketua Umum Golkar. Pernyataan itu dia ungkapkan saat bertemu dengan pemimpin media pada tanggal 22 Juli 2023. Waktu itu, Bahlil mengaku merasa memiliki tanggung jawab untuk terus membesarkan Golkar. "Tetapi melalui mekanisme yang jelas sesuai dengan organisasi."
Namun demikian, isu Bahlil yang akan maju sebagai ketua umum Golkar itu hilang bak ditelan bumi. Isu itu kembali muncul pasca Pemilu 2024. Hanya saja, kali ini ada embel-embel Presiden Jokowi di tengah pergulatan partai Golkar untuk mendongkel PDIP sebagai partai pemenang pemilu.
Adapun Jokowi tak membenarkan maupun menyanggah isu tersebut. Jokowi memilih merespons pertanyaan tentang rumor dia masuk Partai Golkar dengan candaan. "Saya setiap hari masuk Istana."
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto. Airlangga hanya menegaskan bahwa Jokowi merupakan tokoh nasional dan dimiliki semua partai. "Pak Jokowi kan tokoh nasional, milik semua partai. Seperti yang saya katakan tokoh nasional dimiliki semua partai," ujarnya di Istana belum lama ini.
Perlawanan Gerindra-Demokrat
Sementara itu, Gerindra dan Demokrat kompak menolak wacana hak angket dari PDIP, PKB dan PKS. Dua partai yang dulu oposisi kini jadi konco Jokowi itu menegaskan bahwa hak angket bukan suatu persoalan yang urgent.
Anggota DPR dari Fraksi Demokrat Herman Khaeron misalnya yang menyatakan jika ada anggota parlemen yang ingin gunakan hak angket sebaiknya dikaji terlebih dahulu apa yang ingin diselidiki.
Dia tidak mempermasalahkan penggunaan hak angket, tetapi jangan lebih dulu membangun narasi kecurangan ke masyarakat.
Senada, anggota DPR dari Fraksi Gerindra Kamrussamad menyatakan hak angket tidak diperlukan masyarakat. Menurutnya, masyarakat saat ini lebih perlu dijamin hak-hak dasarnya daripada DPR sibuk gunakan hak angket untuk selidiki dugaan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024.