Bisnis.com, JAKARTA — Hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 menjadi salah satu poin pembahasan yang patut ditunggu dalam rapat paripurna DPR RI pada hari ini, Selasa (5/3/2024).
Wacana tersebut telah bergulir dalam beberapa pekan terakhir, khususnya setelah diungkapkan oleh calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo. Dia mengutarakan rencana PDI Perjuangan (PDIP) dan koalisi pendukungnya untuk mengajukan hak istimewa tersebut dalam mengusut dugaan kecurangan Pemilu 2024.
Gayung bersambut. Usulan itu didukung oleh partai-partai koalisi pengusung pasangan capres-cawapres nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar. Mereka menunggu keputusan PDIP terkait penggunaan hak angket itu.
Bahkan, beberapa waktu lalu Anies juga mengatakan bahwa rembuk antara PDIP dengan Koalisi Perubahan yang terdiri dari Partai NasDem, PKS, dan PKB soal hak angket segera memasuki tahap final.
Oleh karena itu, wacana pengguliran hak angket untuk mengungkap kecurangan Pemilu 2024 berpotensi terealisasi pada hari ini. Pasalnya, DPR RI akan menggelar rapat paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023–2024 atau rapat perdana setelah Pemilu 2024 digelar.
Rapat perdana masa sidang keenam itu digelar DPR RI setelah melalui reses atau istirahat masa sidang III Tahun Sidang 2023–2024. Masa reses itu berlangsung sejak 7 Februari 2024 hingga berakhir kemarin, 4 Maret 2024.
Baca Juga
Berdasarkan informasi yang dihimpun Bisnis, rapat paripurna Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023–2024 akan berisi dua agenda utama.
Pertama adalah pidato dari Ketua DPR RI Puan Maharani untuk Pembukaan Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2023–2024.
Kedua, pelantikan Pengganti Antarwaktu Anggota DPR dan MPR RI pada sisa masa jabatan 2019–2024.
DUGAAN KECURANGAN PEMILU
Sinyal realisasi hak angket terus menguat usai Ketum PDIP Megawati Soekarnoputri dikabarkan telah memberikan restu. Hak angket pun rencananya diajukan sebagai cara untuk menyelidiki dugaan kecurangan yang terstruktur, massif, dan sistematis, dalam pelaksanaan Pemilu 2024.
Sebab, tak dapat dimungkiri, pelaksanaan Pemilu 2024 memang penuh catatan. Isu tentang dugaan keberpihakan aparatur negara, politisasi bantuan sosial atau bansos oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) hingga pelanggaran etik dalam proses formal pencalonan Gibran Rakabuming Raka menjadi pertimbangan untuk menggulirkan angket di DPR.
“Adalah salah mereka yang mengatakan bahwa kisruh pemilu itu tidak bisa diselesaikan melalui angket. Bisa dong,“ ujar cawapres nomor urut 3, Mahfud Md.
Mahfud juga mengungkapkan bahwa jika nanti dalam penyelidikan melalui angket itu ditemukan pelanggaran, misalnya, ditengarai ada cawe-cawe dari presiden, maka bisa diberikan sanksi bahkan berujung ke pemakzulan.
"Bisa saja, bisa saja [pemakzulan]. Kan tergantung nanti rekomendasinya kan, apa saja. Nanti angket tuh menemukan ini, ini, ini, ditindaklanjuti kan. Sama saja dengan dulu Pak Harto dan sebagainya, sesudah berhenti juga jadi masalahkan.”
Ketua Tim Demokrasi Keadilan (TDK) Ganjar-Mahfud, Todung Mulya Lubis mengatakan, fokus dari hak angket yang akan digulirkan adalah mengungkap dugaan kecurangan terstruktur, sistematis, dan massif (TSM) pada masa sebelum pencoblosan, saat pencoblosan, dan setelah pencoblosan.
Sementara terkait pemakzulan, menurutnya hal itu terpisah dari hak angket yang akan digulirkan di DPR RI. Hak angket hanya untuk menemukan intervensi kekuasaan atau kecurangan masif dalam pelaksanaan pemilu.
“Hak angket bukan untuk pemakzulan. Ibu Megawati juga tidak ingin pemerintahan goyah sampai 20 Oktober 2024, dan Ibu Megawati tidak memerintahkan para menteri dari PDI Perjuangan untuk mundur,” kata Todung dalam siaran resminya.
Todung juga menegaskan bahwa PDIP tetap berkomitmen untuk menjaga stabilitas politik dan bukan untuk memakzulkan presiden, tetapi membongkar kecurangan, kemudian mengoreksi kecurangan itu.
“Proses pemakzulan itu terpisah dengan angket yang jalan sendiri, tetapi jika bahan hasil angket menjadi bahan untuk pemakzulan itu persoalan lain. Sekarang ini hak angket tidak ada hubungannya dengan pemakzulan,” tukasnya
PELUANG HAK ANGKET
Berdasarkan Pasal 199 Undang-undang (UU) No.17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD atau MD3, setidaknya ada partai politik (parpol) yang pro hak angket sudah memenuhi syarat pertama pengguliran hak angket. Bila diperinci, syarat pertama mewajibkan minimal 25 anggota parlemen dan lebih dari satu fraksi di DPR untuk mengajukan hak angket.
Syarat berikutnya adalah pengusulan hak angket harus disertai dengan dokumen yang memuat setidaknya materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undang-undang yang akan diselidiki dan alasan penyelidikan.
Jika syarat-syarat tersebut sudah terpenuhi, maka usulan hak angket bisa mendapatkan persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri lebih dari setengah jumlah anggota DPR.
Dengan menimbang syarat tersebut, persentase anggota parlemen dari PDIP dan tiga partai Koalisi Perubahan sudah melampaui 50% komposisi kursi per fraksi di DPR. Total gabungan kursi yang dimiliki keempat partai mencapai 295 kursi anggota DPR atau setara dengan 51,3% dari total 575 kursi anggota DPR.
Jumlahnya dapat bertambah apabila Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang merupakan partai koalisi 03 ikut bergabung. Alhasil, jumlah komposisi kursi keempat partai sebelumnya mendapatkan tambahan amunisi sebanyak 19 anggota DPR atau 3,3% atau mencapai 54,6%.
Jumlah itu lebih besar dari jumlah anggota DPR koalisi pendukung paslon nomor 2 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang meliputi Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Demokrat, dan Partai Amanat Nasional (PAN). Total gabungan jumlah anggota fraksi mereka di Senayan mencapai 261 kursi atau 45,3%.
Pengamat politik sekaligus peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Ikrar Nusa Bhakti menilai bahwa realisasi hak angket itu penting sebagai bukti bahwa parpol menjaga amanah masyarakat selaku konstituen.
Terlebih, isu kecurangan masih menjadi perbincangan hangat di kalangan masyarakat. Menurutnya, ketiadaan realisasi hak angket sama saja dengan membiarkan ketidakjelasan informasi.
"Kalau hak angket terealisasi, kepercayaan publik terhadap parpol-parpol itu pasti akan meningkat. Kalau masuk angin, apalagi karena tergoda masuk koalisi atau kabinet, tentu persepsi publik akan berubah," ujarnya ketika ditemui Bisnis selepas acara Forum Penyelamat Reformasi dan Demokrasi (FPRD).
Bagi Ikrar, efektivitas hak angket memang punya tantangan tersendiri untuk sampai mengubah hasil Pemilu. Namun, keberanian segelintir parpol menempuh jalur politik untuk mengungkap kebenaran, setidaknya merupakan cerminan bahwa demokrasi masih berdiri tegak di Tanah Air.
Harapannya, kecurangan pada Pemilu 2024 tak lantas dibiarkan jadi 'rahasia umum'. Pasalnya, apabila dibiarkan menguap begitu saja, pemilu kali ini bisa menjadi preseden bagi pemegang kekuasaan selanjutnya untuk menggunakan metode serupa.
"Jadi walaupun tidak bisa sampai ke titik akhir, misalnya seperti hak angket pada kasus-kasus terdahulu macam soal Bank Century dan KPK, setidaknya bisa mengupas tuntas bagaimana peranan presiden dan aparat negara dalam Pemilu 2024," tambahnya.
Sementara itu, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti menilai hak angket bisa menjadi solusi membuka dugaan kecurangan pemilu yang banyak diresahkan oleh masyarakat.
"Salah satu jalan keluar (kecurangan) hak angket di DPR," ujar Bivitri dikutip dari Youtube Abraham Samad pada Minggu (3/3/2024).
Apalagi, kata Bivitri, saat ini muncul framing bahwa kecurangan Pemilu 2024 harusnya dibawa ke Bawaslu dan Mahkamah Konstitusi (MK). Padahal, jelasnya, dugaan kecurangan Pemilu yang mejadi polemik adalah dari sebelum pemilihan berlangsung, yakni terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/2023.
Untuk itu, dia menilai hak angket penting sebagai perpanjangan tangan masyarakat yang ingin adanya transparansi hasil Pemilu.
"Kalau di DPR, [hak angket] bisa lebih komprehensif penjelasannya. Masyarakat dapat forum di mana kita membiarkan wakil kita [DPR] untuk bertanya kepada eksekutif [Presiden]," kata Bivitri.
Patut dinanti, apakah hak angket untuk mengusut dugaan kecurangan Pemilihan Umum atau Pemilu 2024 itu sungguh menjadi salah satu poin pembahasan dalam rapat paripurna DPR RI pada hari ini, Selasa (5/3/2024).
Jika tidak terealisasi, mungkin saja tudingan segelintir pihak bahwa wacana hak angket untuk mengungkap kecurangan Pemilu 2024 hanya 'gertak sambal' benar adanya.