Bisnis.com, JAKARTA — Partai Demokrat akhirnya menanggalkan ‘status oposisi’ yang dalam satu dekade terakhir dikenakannya di Indonesia setelah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Ketua Umumnya, secara resmi mengisi posisi menteri di pemerintahan.
AHY dilantik Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) dalam kocok ulang atau reshuffle kabinet pada hari ini, Rabu (21/2/2024) pagi. Ini merupakan reshuffle ke-6 pemerintahan Jokowi-Maruf Amin atau Kabinet Indonesia Maju (KIM) Periode 2019–2024.
Putra sulung Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) ini menggantikan Hadi Tjahjanto yang pada saat bersamaan dilantik oleh Kepala Negara menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam). Hadi mengisi kursi yang ditinggalkan Mahfud Md lantaran turut serta sebagai calon wakil presiden dalam Pilpres 2024 mendampingi Ganjar Pranowo.
AHY sejatinya sudah beberapa kali diisukan bakal bergabung ke KIM. Isu tersebut menguat setelah AHY merapat ke kubu pasangan calon (paslon) 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka. Manuver itu dilakukan Demokrat setelah 'bercerai' dengan Koalisi Perubahan yang mengusung capres Anies Baswedan dan akhirnya berpasangan dengan Muhaimin Iskandar atau Cak Imin.
Pada reshuffle kabinet Jokowi ke-5 pada Oktober 2023 lalu, nama AHY santer diisukan mengisi jabatan Menteri Pertanian (Mentan) yang kosong akibat Syahrul Yasin Limpo tersangkut kasus korupsi. Namun, pada akhirnya Amran Sulaiman yang dilantik Jokowi untuk mengisi jabatan tersebut.
Baca Juga
KOMPOSISI
Syahdan, pelantikan AHY sebagai Menteri ATR pada pagi hari ini setidaknya berimplikasi pada dua hal. Pertama, pelantikan AHY membuat komposisi partai di pemerintahan kian gemuk. Pasalnya, anggota KIM atau kabinet pemerintahan Jokowi jilid II sebelumnya sudah diisi oleh PDI Perjuangan atau PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, PAN dan PPP.
Dengan berpalingnya Demokrat, maka praktis hanya Partai Keadilan Sejahtera atau PKS yang tersisa di kubu oposisi atau berada di luar pemerintahan.
Gemuknya koalisi partai dalam pemerintahan ini pun sebenarnya telah sering kali menjadi sorotan publik. Pasalnya, Pemerintahan periode kedua Jokowi dinilai hampir tak ada mekanisme kontrol dari oposisi (checks and balances).
Kedua, pelantikan AHY menyebabkan Demokrat untuk pertama kalinya berada di barisan yang sama dengan PDIP. Berdasarkan catatan Bisnis, kedua partai nasional ini sudah berseberangan secara politik selama 20 tahun lamanya.
Sejak 2004, atau Pilpres langsung pertama, Demokrat dan PDIP sudah berseberangan. Partai berlambang banteng moncong putih itu konsisten menjadi oposisi ketika SBY memimpin Indonesia sampai dengan 2014.
Kondisi berbalik pada 2014 sebab Demokrat berada di barisan luar pemerintahan yang dipimpin kader PDIP yakni Jokowi.
Kendati begitu, momen tersebut tampaknya tidak akan berlangsung lama. Sebab, masa jabatan Presiden Jokowi saat ini hanya tersisa sekitar 9 bulan lagi.
Demokrat yang mendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pilpres 2024 berpeluang tetap berada dalam kubu pemerintahan. Paslon capres dan cawapres 02 itu sementara masih unggul dalam real count yang dirilis KPU.
Di sisi lain, PDIP yang mengusung Ganjar Pranowo dan Mahfud Md pada Pilpres 2024 juga telah menegaskan siap untuk kembali ke bangku oposisi setelah 10 tahun berkuasa.
RESPONS PARTAI
Politisi PDIP Deddy Sitorus menilai, tidak ada yang perlu dihebohkan ihwal bergabungnya Partai Demokrat dengan pemerintahan dan untuk pertama kalinya dalam sejarah partai besutan SBY itu berada dalam kubu yang sama dengan ‘Partai Banteng’.
Deddy menegaskan presiden punya hak prerogatif untuk menarik partai manapun ke dalam pemerintahan. Pihaknya tidak akan mempersoalkannya meski PDIP dan Demokrat tidak pernah bersatu sebelumnya.
"Soal Demokrat ada di satu kubu, saya kira tidak masalah karena kewenangan itu ada pada presiden. Kami tentu tidak bisa mencampuri presiden mau menunjuk siapa atau mengajak partai mana," ujar Deddy kepada Bisnis, Selasa (20/2/2024).
Menurutnya, masyarakat sudah bisa menginterpretasikan dengan bijak berbagai kejadian politik yang ada, termasuk saat Jokowi akhirnya menarik Demokrat ke pemerintahan. "Baik buruknya biarlah masyarakat yang menilai," katanya.
Selain itu, Deddy pelantikan AHY sebagai Menteri ATR hanya akan membuktikan bahwa Jokowi menganggap posisi menteri sebagai jatah politik. Apalagi, lanjutnya, AHY tidak punya latar belakang di bidang agraria.
"Ya inilah namanya pembagian berdasarkan kongkalikong, bagi-bagi jatah, dan bukan berdasarkan kompetensi," kata Deddy.
Dia merasa, malah lebih tepat apabila AHY yang dipilih untuk menduduki kursi jabatan Menko Polhukam karena punya latar belakang militer. Dia pun mempertanyakan sikap Jokowi yang tidak mempertimbangkan bahwa seharusnya wakil menteri bisa naik jabatan dengan masa pemerintahan Jokowi kurang dari setahun lagi.
"Sehingga sudah tentu kita tidak bisa berharap banyak dari masa kerja AHY yang hanya 8 bulan saja," ujarnya.
Anggota Komisi VI DPR ini bahkan merasa kasihan kepada Wakil Menteri ATR Raja Juli Antoni dan para deputi di Kemenko Polhukam yang seharusnya bisa naik kelas menjadi menteri.
Terpisah, Koordinator Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra mengatakan bahwa AHY siap membaktikan dirinya untuk negara apabila dipanggil untuk mengisi jabatan menteri.
"Jika Negara memanggil, Mas AHY siap memenuhi panggilan tugas dari negara. Namanya prajurit, beliau selalu mendarmabaktikan hidupnya untuk bangsa dan negara," ujar Herzaky, Selasa (20/2/2024).
PERAN PRABOWO
Pengamat politik Hendri Satrio menduga ada peran Prabowo Subianto sehingga Presiden Jokowi menyetujui pelantikan AHY dilantik sebagai Menteri ATR. Dia mengatakan bahwa pelantikan AHY menjadi menteri itu terjadi setelah pertemuan SBY dengan Prabowo Subianto beberapa hari yang lalu.
"Saya menduga ini ada peran Pak Prabowo nih yang memasukkannya [AHY] akhirnya pak Jokowi setuju memasukan Demokrat di dalam kabinetnya karena ini kejadiannya setelah SBY mengunjungi Prabowo gitu ya," katanya, saat dihubungi Bisnis, Rabu (21/2/2024).
Lebih lanjut, Hendri mengungkap ada dua tujuan dengan masuknya Demokrat ke dalam pemerintahan Jokowi saat ini. Pertama, mengakomodir Demokrat. Pasalnya, hingga saat ini hanya Ketum Demokrat yang belum menjadi menteri KIM.
Kedua adalah untuk mempersiapkan Demokrat dalam koalisi Prabowo di pemerintahan baru. Hal itu dibutuhkan untuk ada sinergitas lebih awal.
Pengamat politik Pangi Syarwi Chaniago menilai saat ini Demokrat sudah mengecap partainya sebagai bagian dari koalisi pemerintahan Jokowi.
"Saya enggak tau khalayak kaget atau enggak ya, tapi yang jelas bagi Demokrat kan beliau sudah menstempel dirinya sebagai bagian dari koalisi Pak Jokowi kan. Jadi, enggak ada problem sih dan elektabilitas Demokrat tidak jauh juga," ucapnya.
Sementara itu, Pengamat politik Siti Zuhro menilai bahwa pelantikan AHY menjadi menteri di Kabinet Jokowi merupakan bonus bagi Partai Demokrat.
"Karena itu, rekrutmen AHY yang akan dilantik hari ini bisa jadi merupakan bonus bagi Demokrat dan juga info bagi partai-partai politik agar berhitung atau mereposisi diri bila ingin exist di percaturan politik Indonesia," ujarnya.
Selain itu, dia menilai pelantikan AHY membuka kemungkinan akan munculnya atau dibangunnya pola koalisi mayoritas dengan meniadakan oposisi pemerintah pada pemerintahan selanjutnya. Oleh karena itu, semua partai politik diundang untuk berada di satu kekuasaan.
"Dengan cara pandang itu, pilpres satu putaran tidak perlu diperdebatkan atau ditolak oleh paslon dan parpol-parpol pendukungnya," tambahnya.