Bisnis.com, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Denny Indrayana mengkhawatirkan adanya risiko penolakan hasil Pilpres 2024 apabila paslon 02 atau Prabowo-Gibran menang satu putaran.
Berdasarkan keterangannya yang dikutip, Rabu (14/2/2024), Denny mengatakan saat ini, banyak pihak masih bersikap menunggu hasil pencoblosan pada 14 Februari 2024.
Dia berpendapat jika paslon 02 tidak menang satu putaran, suasana masih cenderung tenang, karena ada kanalisasi aspirasi, melalui putaran kedua Pilpres di Juni 2024.
"Namun, dengan berbagai indikasi modus TSM [terstruktur, sistematis, masif] dan brutal yang dirasakan dan dipersepsikan, lalu misalnya besok Paslon 02 dinyatakan menang satu putaran, saya khawatir gelombang penolakan tidak mempunyai cukup kanal untuk dibendung dan disalurkan," katanya.
Dia menambahkan risiko tersebut muncul sebagai dampak dari dugaan cawe-cawe Presiden Jokowi dalam Pilpres 2024. Peran Presiden dinilai merupakan kejahatan konstitusional yang merusak pondasi utama pelaksanaan Pilpres 2024, menyimpang jauh dari amanat jujur dan adil.
Menurutnya, peran utama outgoing president dalam Pilpres 2024 adalah menjadi wasit yang memberi jalan dan peluang setara kepada semua kandidat presiden. Akan tetapi, hal tersebut tidak dilakukan oleh Presiden Jokowi.
Baca Juga
"Terlalu jelas bagaimana Presiden Jokowi mempunyai preferensi kepada Paslon 02, dengan anaknya Gibran Jokowi, sekaligus resistensi kepada paslon yang lain, khususnya 01," ujarnya.
Berbeda dengan pada 2014, sesaat setelah hasil Pilpres yang sempat memanas, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) bisa berperan sebagai pendingin suasana, dengan memanggil kedua paslon, yakni Prabowo-Hatta dan Jokowi-Jusuf Kalla, serta meminta keduanya untuk mendinginkan pendukungnya masing-masing.
Denny juga mendapatkan informasi adanya konsultasi dari salah satu tim paslon yang menanyakan konsekuensi hukum jika memutuskan mundur dari proses Pilpres 2024.
"Kemarin, misalnya, dalam telepon dengan sang sahabat, sempat disampaikan, dia menerima konsultasi dari tim salah satu paslon yang menanyakan konsekuensi hukum, jika besok 14 [Februari] pagi, sebelum pencoblosan dimulai, paslon mereka menyatakan mundur dari proses Pilpres 2024," katanya.
Dia menjelaskan alasan tim paslon tersebut adalah, kecurangan sudah terlalu brutal, sehingga dinilai tidak ada gunanya lagi melanjutkan kompetisi.
Menurutnya, paslon yang mundur dari Pilpres 2024 bisa menimbulkan gelombang kekecewaan yang bisa berujung konflik, sehingga perlu dicarikan solusi.