Bisnis.com, JAKARTA — Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Keamanan melaporkan dugaan tindak pidana korupsi terkait dengan pengadaan 12 pesawat tempur Mirage 2000-5 dari Qatar di Kementerian Pertahanan (Kemenhan), ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Dugaan tindak pidana korupsi yang dilaporkan itu berupa penerimaan suap atau gratifikasi (kickback) oleh penyelenggara negara di Kemenhan, yang tidak diperinci siapa identitasnya.
Koordinator Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) Julius Ibrani, yang menjadi salah satu anggota koalisi masyarakat sipil itu, mengatakan telah mengumpulkan berbagai dokumentasi maupun bukti yang dinilai cukup untuk diserahkan ke KPK guna penelusuran lebih lanjut.
"KPK yang lebih berwenang untuk menelusuri lebih lanjut. KPK yang lebih berwenang untuk menentukan apakah pembelian Mirage ini masuk dalam kategori tipikor atau tidak," ujarnya di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/2/2024).
Adapun pelaporan yang dilakukan hari ini salah satunya didorong oleh pemberitaan suatu portal news aggregator beberapa hari lalu, mengenai penyelidikan dugaan penerimaan suap/gratifikasi oleh Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto pada pengadaan 12 pesawat Mirage dari Qatar.
Koalisi masyarakat sipil lalu menilai perlunya KPK menelusuri dugaan tersebut lantaran terbatasnya kemampuan masyarakat untuk menelusuri dugaan dimaksud.
Baca Juga
Pada kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII) Danang Widoyoko menyampaikan bahwa KPK tidak bisa menunggu terlalu lama untuk memulai pengusutan terhadap kasus yang mencuat dari luar negeri itu.
Danang mendorong agar KPK proaktif bekerja sama dengan penegak hukum dari Uni Eropa, yakni The Group of States Against Corruption (GRECO), yang disebut sudah memulai penyelidikan terhadap kasus Mirage tersebut. Menurutnya, penyelidikan perlu dilakukan kendati pembelian 12 pesawat tempur dari Qatar itu sudah dibatalkan oleh Kemenhan.
"Apapun itu tapi indikasi awal terjadi tipikor dan dugaan penyuapan mestinya ini harus menjadi perhatian bagi KPK untuk memulai penyelidikan," kata Danang.
Di sisi lain, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana menyoroti pembatalan pembelian jet sebagaimana yang disampaikan oleh Kemenhan. Dia mengemukakan bahwa perlunya membuka informasi mengenai kontrak pembelian tersebut ke publik maupun pembatalannya.
Hal tersebut lantaran masyarakat sudah terlanjur terpapar oleh informasi mengenai salah satunya indikasi kemahalan harga jet tersebut.
Tidak hanya itu, Kurnia turut menyinggung bahwa pembatalan kontrak dalam pandangan hukum perdata berarti adanya konsekuensi yang akan diterima oleh pihak yang membatalkan.
"Ketika konsekuensi itu misalnya dianggap sebagai wanprestasi maka Indonesia harus membayar sejumlah uang dan itu bukan tidak mungkin dapat dikategorikan sebagai kerugian keuangan negara. Dan lagi-lagi kami tentu menyerahkan hasil analisa dari sejumlah organisasi masyarakat sipil kepada KPK," tuturnya.
BATAL MEMBELI MIRAGE
Sebelumnya, Juru Bicara Kemhan Dahnil Anzar Simanjuntak sudah membantah pemberitaan yang muncul di portal web news aggregator mengenai dugaan korupsi dalam pembelian jet dari Qatar tersebut.
Dalam berita tersebut, The Group of States Against Corruption (GRECO) dari Uni Eropa dikabarkan tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi salah satunya yang menyeret nama Prabowo Subianto. Penyelidikan dimaksud diduga atas penerimaan kickback atas pembelian 12 pesawat tempur dari Qatar.
Dahnil mengatakan bahwa berita yang tersebar terkait dugaan korupsi itu adalah hoaks atau berita bohong. Kendati, pembeliannya sempat direncanakan namun telah dibatalkan.
"Iya, dulu rencananya itu 12 [pesawat tempur], tetapi kan kita batalkan. Tidak ada transaksi sama sekali, tidak ada kontrak yang efektif," kata Dahnil kepada wartawan, dikutip Minggu (11/2/2024).
Dahnil menegaskan bahwa pembatalan kontrak dilakukan dengan alasan keterbatasan fiskal yang tidak dapat memenuhi kebutuhan belanja jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar tersebut.