Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Masa Tenang Pilpres 2024 yang Masih Tampak 'Tegang'

Kontroversi sejumlah isu yang menyeret peserta Pemilu 2024 masih bersilang sengkarut di ruang publik pada masa jeda sebelum hari pencoblosan Pilpres itu.
Pemilih memasukkan surat suara ke kotak suara di Tanah Abang, Jakarta saat pelaksanaan pemilu serentak 2019. - Bloomberg/Dimas Ardian
Pemilih memasukkan surat suara ke kotak suara di Tanah Abang, Jakarta saat pelaksanaan pemilu serentak 2019. - Bloomberg/Dimas Ardian

Bisnis.com, JAKARTA — Masa tenang dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres) 2024 tampaknya tetap ‘tegang’. Kontroversi sejumlah isu yang menyeret peserta pemilihan umum (Pemilu) 2024 masih bersilang sengkarut di ruang publik pada masa jeda sebelum hari pencoblosan Pilpres itu.

Mengawali masa tenang yang ditetapkan KPU pada 11–13 Februari 2024, perilisan film Dirty Vote menarik perhatian publik. Pasalnya, film dokumenter itu mengungkap indikasi kecurangan Pemilu 2024.

Film dokumenter Dirty Vote yang mulai tayang di akun YouTube Dirty Vote pada Minggu (11/2/2024) itu berisi tiga pandangan dari ahli hukum tata negara antara lain, Bivitri Susanti, Feri Amsari, dan Zainal Arifin Mochtar.

"Ketiganya menerangkan betapa berbagai instrumen kekuasaan telah digunakan untuk tujuan memenangkan pemilu sekalipun prosesnya menabrak hingga merusak tatanan demokrasi," demikian keterangan resmi terkait peluncuran dokumenter tersebut, Minggu (11/2/2024). 

Menurut Bivitri, Dirty Vote merupakan sebuah film dan rekaman sejarah betapa rusaknya demokrasi yang sudah terjadi di Indonesia. Dia menjelaskan bahwa Dirty Vote bercerita tentang dua hal. Pertama, tentang demokrasi yang tidak bisa dimaknai sebatas terlaksananya Pemilu. 

"Bukan hanya hasil penghitungan suara, tetapi apakah keseluruhan proses pemilu dilaksanakan dengan adil dan sesuai nilai-nilai konstitusi," katanya.

Poster film Dokumenter Dirty Vote./Twitter-@DirtyVote
Poster film Dokumenter Dirty Vote./Twitter-@DirtyVote

Lalu, kedua menceritakan soal kekuasaan yang disalahgunakan, karena nepotisme yang haram hukumnya dalam negara hukum yang demokratis. 

Dia juga menegaskan pentingnya sikap publik dalam merespons praktik kecurangan dalam pelaksanaan Pemilu 2024.

Sutradara Dirty Vote, Dandhy Dwi Laksono, mengatakan film itu menjadi tontonan di masa tenang pemilu, dan berharap dapat mengedukasi publik. Apalagi, ada 20 lembaga yang terlibat dalam pembuatan film tersebut di antaranya adalah Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Greenpeace Indonesia, Indonesia Corruption Watch, LBH Pers, YLBHI dan lainnya. 

"Ada saatnya kita menjadi pendukung capres-cawapres, tapi hari ini, saya ingin mengajak setiap orang untuk menonton film ini sebagai warga negara," ucapnya.


RESPONS PUBLIK

Film itu seketika viral dan meraih atensi publik dengan belasan juta jam tonton di Youtube. Respons beragam pun terlontar kepada film berdurasi hampir 2 jam tersebut. 

Para peserta pemilu memberikan tanggapan berbeda. Sebagian pihak mengamini pesan indikasi ‘kecurangan pemilu’ dalam Dirty Vote, sebagian lagi membantahnya.

Tanggapan beragam juga tampak di media sosial. Hal itu terungkap dari survei yang dirilis pendiri dari Drone Emprit and Media Kernel Indonesia Ismail Fahmi.

Berdasarkan survei yang dilakukan Drone Emprit pada 10-12 Februari 2024, dengan sumber dari Twitter, News, TikTok, film Dirty Vote di Twitter meraih respons negatif yakni sebesar 50%. Artinya, tanggapan itu berisi kritikan kepada berbagai pihak yang disebut dalam film ini. Sebaliknya, film itu meraih 43% sentimen positif yang berisi dukungan pada film tersebut.

Peta Social Network Analysis (SNA) dalam survei itu memperlihatkan hanya ada satu klaster besar yang mendukung film Dirty Vote, sedangkan klaster yang kontra sangat kecil. Hal itu menunjukkan, film Dirty Vote memberi tekanan yang cukup besar, sedangkan penolakan yang kurang signifikan di Twitter. 

Tiga orang pakar hukum tata negara yang menjadi bintang utama dari film dokumenter Dirty Vote yakni Feri Amsari, Jentera Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar./Twitter-@Dandhy_Laksono
Tiga orang pakar hukum tata negara yang menjadi bintang utama dari film dokumenter Dirty Vote yakni Feri Amsari, Jentera Bivitri Susanti, dan Zainal Arifin Mochtar./Twitter-@Dandhy_Laksono

Tak sebatas di media sosial, respons lebih jauh juga datang dari publik. Relawan Prabowo-Gibran misalnya berencana melaporkan aktor intelektual di balik film Dirty Vote ke Bawaslu RI dan Bareskrim Polri.

Alasan rencana pelaporan oleh relawan itu adalah aktor intelektual Dirty Vote diduga telah menyebarkan fitnah terkait kecurangan pemilu. Ketua Umum Relawan Arus Bawah Jokowi, Michael Umbas menilai bahwa film Dirty Vote tersebut telah merugikan pasangan Prabowo-Gibran karena diduga bermuatan kampanye gelap ke paslon itu.

Pihaknya pun tengah mengumpulkan sejumlah bukti untuk melaporkan aktor intelektual di balik film Dirty Vote tersebut ke Bawaslu RI, termasuk ke Bareskrim Polri.

“Tentunya kami akan melaporkan film itu ke Bawaslu dan ke Kepolisian karena itu ada pasal-pasal yang masuk. Nanti kami dalami dulu dan membuat laporan resminya," tutur Michael di Jakarta, Senin (12/2/2024).


DUGAAN KORUPSI

Tak hanya film Dirty Vote. Ketegangan juga menyeruak di tengah masa tenang Pilpres 2024 terkait dengan dugaan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemhan) yang turut ‘menyenggol’ nama Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, sang calon presiden nomor urut 02.

Rencana pelaporan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu diinisiasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Koalisi masyarakat sipil itu antara lain terdiri dari Imparsial, Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia (PBHI) dan Indonesia Corruption Watch (ICW). 

Rencananya, mereka akan melaporkan Kemhan atas dugaan penerimaan gratifikasi yang terkait dengan pembelian pesawat tempur Mirage 2000-5 pada  ini, Selasa (13/2/2024). 

"Ada potensi gratifikasi yang diterima penyelenggara negara di Kemenhan. Jadi ini yang kami juga dorong tetapi sekali lagi mungkin kita lihat perkembangannya esok hari [hari ini], apakah besok akan kita jadi lakukan," kata Koordinator ICW Agus Sunaryanto di Kantor Ombudsman, Senin (12/2/2024).

Kemarin, Senin (12/2/2024), koalisi ini juga melaporkan Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto dan Kemhan terkait dengan dugaan maladministrasi penunjukan sepihak PT Teknologi Militer Indonesia (TMI) dalam pengadaan alutsista.

Agus menuturkan bahwa pelaporan soal pembelian Mirage maupun penunjukan TMI ke masing-masing lembaga berwenang merupakan bagian dari proses koalisi masyarakat sipil untuk meminta kejelasan dari prosedur administrasi maupun tata kelola di Kemhan. 

Agus menyampaikan bahwa pihaknya tidak memiliki motif politik dalam pelaporan ke Ombudsman maupun rencananya ke KPK. Hal itu lantaran kontroversi mengenai pengadaan alutsista di Kemhan, khususnya terkait dengan PT TMI, sudah mencuat sejak 2021 lalu.

Apabila jadi membuat laporan ke KPK, koalisi masyarakat sipil itu ingin meminta KPK menelusuri kabar dugaan penerimaan uang (kickback) di Kemhan berkaitan dengan pembelian pesawat Mirage 2000-5 dari Qatar oleh Menhan Prabowo Subianto. 

Agus mengatakan bahwa kendati pembelian 12 pesawat tempur bekas itu sudah dibatalkan, bukan berarti menghilangkan unsur dugaan pidana jika benar ada penerimaan kickback oleh penyelenggara negara. 

"Kalau berdasarkan informasi ada penerimaan fee segala macam bukan berarti pembatalan project kemudian menghilangkan pidananya, karena penerimaan ini sebagai penyelenggara negara, sebenarnya itu yang kita ingin klarifikasi," tuturnya.

 Jet tempur Mirage 2000-5 eks Qatar. Dok www.airspace-review.com
Jet tempur Mirage 2000-5 eks Qatar. Dok www.airspace-review.com

Sebelumnya, Juru Bicara Kemhan Dahnil Anzar Simanjuntak sudah membantah pemberitaan yang muncul di portal web news aggregator mengenai dugaan korupsi dalam pembelian jet dari Qatar tersebut.   

Dalam berita tersebut, The Group of States Against Corruption (GRECO) dari Uni Eropa dikabarkan tengah melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi salah satunya yang menyeret nama Prabowo Subianto. Penyelidikan dimaksud diduga atas penerimaan kickback atas pembelian 12 pesawat tempur dari Qatar. 

Dahnil mengatakan bahwa berita yang tersebar terkait dugaan korupsi itu adalah hoaks atau berita bohong. Kendati sempat direncanakan, pembeliannya telah dibatalkan.  

"Iya, dulu rencananya itu 12 [pesawat tempur], tetapi kan kita batalkan. Tidak ada transaksi sama sekali, tidak ada kontrak yang efektif," kata Dahnil kepada wartawan, dikutip Minggu (11/2/2024). 

Dahnil menegaskan bahwa pembatalan kontrak dilakukan dengan alasan keterbatasan fiskal yang tidak dapat memenuhi kebutuhan belanja jet tempur Mirage 2000-5 bekas dari Qatar tersebut.

Yang pasti, jual beli bantahan itu pun menghiasi masa tenang jelang hari H Pilpres 2024. Masa tenang pun tampaknya masih cukup ‘menegangkan’.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper