Bisnis.com, JAKARTA -- Pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) dilalui dengan dua pelanggaran etik. Pelanggaran yang terbaru dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari.
Hasyim Asy'ari terbukti melakukan pelanggaran etik karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres. Hal tersebut disampaikan oleh Ketua DKPP RI Heddy Lugito dalam sidang yang berlangsung di di Kantor DKPP RI, Jakarta Pusat, Senin (5/2/2024).
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir kepada Hasyim Asy'ari selaku teradu satu, selaku ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum berlaku sejak keputusan ini dibacakan," ujar Heddy.
Selain Hasyim, dalam putusan yang sama enam anggota KPU yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Idham Holik, Muhammad Afifuddin, dan Parsadaan Harahap turut diberi peringatan.
Sebagai informasi, DKPP RI memberi putusan terhadap empat perkara sidang uakni 135-PKE-DKPP/XXI/2023, 136-PKE-DKPP/XXI/2023, 137-PKE-DKPP/XXI/2024, dan 141-PKE-DKPP/XXI/2023.
Pada intinya, Ketua KPU dan anggotanya terbukti melakukan pelanggaran etik karena memproses Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres.
Baca Juga
Dalam persidangan sebelumnya, saksi ahli Ratno Lukito menilai Ketua KPU Cs telah melanggar Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan (UU 12/2011) dalam menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menyebut usia minimal calon presiden dan calon wakil presiden minimal 40 tahun atau sedang/pernah menduduki jabatan yang dipilih melalui Pemilu, termasuk Pilkada.
Padahal, kata Ratno, dalam Pasal 10 ayat (1) dan (2) UU 12/2011 menyebut bahwa putusan MK harus ditindaklanjuti oleh DPR dan Pemerintah, masing-masing melalui legislative review dan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).
Dalam hal ini, Hasyim Cs malah menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai Bakal Calon Wakil Presiden (Cawapres) pada tanggal 25 Oktober 2023 tanpa terlebih dahulu melalui revisi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU 7/2017) atau tanpa adanya penerbitan Perppu oleh Pemerintah.
Ratno juga menambahkan, teradu juga belum mengubah Peraturan KPU Nomor 19 Tahun 2023 tentang Pencalonan Peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden (PKPU 19/2023) saat menerima pendaftaran Gibran.
Putusan MKMK
Pelanggaran etik lainnya adalah putusan MK terkait perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang ambang batas usia capres dan cawapres. Putusan ini menjadi jalan bagi Gibran maju sebagai cawapres Prabowo.
Terkait putusan tersebut, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) telah menjatuhkan sanksi pemberhentian sebagai Ketua MK terhadap Anwar Usman.
Anwar dilaporkan ke MKMK karena diduga melanggar kode etik karena memutus perkara yang berkaitan dengan keluarganya. Anwar adalah paman dari Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang maju sebagai calon wakil presiden (cawapres) Prabowo Subianto usai putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023.
Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa berdasarkan fakta-fakta persidangan, dapat disimpulkan MKMK tidak berwenang menilai putusan MK. Pasal tentang 17 ayat 6 dan 7 UU No.48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak berlaku dalam putusan pengujian undang-undang.
Artinya, norma tentang putusan dinyatakan tidak sah jika terdapat hakim atau panitera dikenakan sanksi administratif atau dipidana tidak berlaku dalam proses peradilan di Mahkamah Konstitusi.
Namun demikian, Anwar Usman disebut terbukti dengan sengaja membuka ruang intervensi pihak dalam proses pengambilan putusan batas usia capres dan cawapres. Anwar Usman juga seharusnya tidak berhak melibatkan diri dalam perkara yang berpotensi terjadinya konflik kepentingan.
"Amar putusan, menyatakan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat. Menjatuhkan sanksi berupa pembehentian jabatan dari Ketua MK," ucap Jimly.
Sebelumnya, Anwar Usman mengungkapkan alasan dirinya tidak mundur dari pemeriksaan perkara batas usia capres-cawapres.
Diketahui, pemeriksaan perkara gugatan terhadap Pasal 169 huruf (q) pada Undang-undang (UU) No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) telah menghasilkan putusan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, yang disorot karena memuluskan langkah putra Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk melenggang sebagai cawapres.
"Tidak ada [mundur], ini pengadilan norma. Bukan pengadilan fakta," katanya usai sidang tertutup Majelis Kehormatan MK (MKMK) terkait dugaan pelanggaran etik di Gedung MK, Jakarta Pusat pada Selasa (31/10/2023).
Ketika ditanya perihal isi UU Kekuasaan Kehakiman yang mengatur bahwa hakim konstitusi harus mundur dari perkara yang memungkinkan adanya konflik kepentingan, dia balik bertanya perihal kepentingan siapa yang dimaksud.
"Siapa? Kepentingan siapa? Ini pengadilan norma, [kepentingan] semua bangsa Indonesia, rakyat Indonesia," lanjutnya.
Itu sebabnya, dia mengimbau seluruh pihak menanti keputusan MKMK yang memiliki kewenangan menentukan apabila terdapat pelanggaran etik hakim, termasuk dalam putusan tersebut.
"Nanti, nanti tunggu hasil [sidang] MKMK, ya," tutup Anwar.