Bisnis.com, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI angkat suara mengenai kebijakan Uni Eropa yang dinilai merugikan Indonesia yaitu European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) atau Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa.
Juru Bicara Kemlu RI Lalu Muhamad Iqbal mengatakan bahwa kebijakan EUDR akan sangat merugikan bagi negara-negara berkembang.
"Kebijakan ini kan tujuannya untuk mencegah masuknya produk yang diduga menyebabkan deforestrasi. Kebijakan sifatnya unilateral dan akhirnya akan menjadi non-tarrif barrier bagi produk-produk negara berkembang seperti sawit, cacao, kopi, karet, kayu, dan lain-lain. Jadi ini jelas sangat merugikan," katanya, saat ditanyai Bisnis, pada Kamis malam (1/2/2024).
Dia menjelaskan alasan Indonesia melobi Belanda untuk menghapus EUDR ini, salah satunya karena Belanda adalah mitra dagang terbesar bagi Indonesia.
"Belanda adalah mitra dagang terbesar Indonesia di Uni Eropa. Tapi pada saat yang sama kita juga melakukan lobi ke negara-negara lain," ujarnya.
Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa Indonesia bukan sekadar memikirkan soal untung rugi saja, tetapi Indonesia ingin sistem perdagangan yang adil atau fair bagi semua negara.
Baca Juga
"Sudah tidak jamannya lagi yang merasa kuat mendikte yang lainnya," tambahnya.
Seperti diketahui, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno Marsudi baru saja ke Belanda, dan menyampaikan terkait kebijakan Uni Eropa yang merugikan Indonesia, salah satunya kebijakan EUDR.
Dia menegaskan kepada Menlu Belanda Hanke Bruins Slot, bahwa komitmen Indonesia untuk melakukan hilirisasi industri akan terus dilakukan.
"Saya kembali menyampaikan beberapa kebijakan UE yang dinilai merugikan Indonesia termasuk terkait kelapa sawit dan EUDR (Regulasi Bebas Deforestasi Uni Eropa)," katanya, dalam Press Briefing, Rabu (31/1/2024).
Sebelumnya, Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) juga meminta kepada Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, untuk mendukung penghapusan kebijakan EUDR tersebut.