Bisnis.com, JAKARTA – Hari pencoblosan Pilpres 2024 tinggal belasan hari lagi, keberpihakan Presiden Joko Widodo (b) pun semakin jadi sorotan. Belakangan, Jokowi semakin terang-terangan beri kode dukung pasangan calon (paslon) nomor urut 02 Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming.
Beberapa bulan, Jokowi masih malu-malu menunjukkan keberpihakannya. Ketika ditanya awak media, dia kerap menyatakan tidak akan berpihak ke salah satu paslon.
Bahkan, Jokowi sempat mengundang ketiga calon presiden (capres) untuk makan siang bersama di Istana pada akhir Oktober 2023. Dia juga sempat mengumpulkan para penyelenggara pemilu, kepala daerah, hingga petinggi TNI-Polri di Istana untuk menekankan netralitas aparat dalam kontestasi politik elektoral tahun ini.
Namun, sikapnya seakan berubah—setidaknya dalam sebulan terakhir. Jokowi mulai terang-terangan condong ke paslon 02. Pasca-debat ketiga Pilpres 2024 misalnya, Jokowi mengkritisi capres yang dirasanya menyerang individu daripada bicara program kerja.
Tak jelas yang dirujuk Jokowi, namun pada debat ketiga pernyataan capres Anies Baswedan terkait kepemilikan tanah capres Prabowo menjadi sorotan. Padahal, pada Pilpres 2019, Jokowi sempat gunakan cara yang sama ketika debat melawan Prabowo.
Sejumlah pihak pun merasa Jokowi seakan bertindak sebagai juru bicara paslon 02. Apalagi, sikapnya berbeda pascadebat keempat.
Baca Juga
Saat itu, calon wakil presiden (cawapres) 02 Gibran dinilai banyak merendahkan cawapres lainnya yaitu Mahfud MD dan Muhaimin Iskandar. Ketika ditanya awak media terkait sikap tersebut, Jokowi memilih tidak berkomentar.
Tak hanya itu, sebulan terakhir, Jokowi dan Prabowo juga sudah terlihat makan berdua di sebuah restoran/warung yang terbuka untuk umum. Aksi serupa tak Jokowi lakukan dengan paslon lain.
Pada pekan lalu, kehebohan seakan memuncak usai Jokowi mengeluarkan pernyataan kontroversial: presiden boleh memihak dan berkampanye asal tidak menggunakan fasilitas negara.
“Presiden itu boleh loh kampanye, presiden itu boleh loh memihak. Boleh, namun yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara. Jadi, boleh,” ujarnya, Rabu (24/1/2024).
Banyak pihak menganggap pernyataan itu tidak etis sebab dinyatakan di depan capres Prabowo dan petinggi TNI. Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) misalnya yang khawatir pernyataan itu dijadikan pembenar bagi seluruh pejabat negara untuk aktif berkampanye dan menunjukkan keberpihakan dalam Pemilu 2024.
Direktur Perludem Khoirunnisa Agustyati mengakui presiden boleh ikut berkampanye asal tidak gunakan fasilitas negara seperti yang diatur Pasal 281 ayat (1) UU No. 7/2017.
Meski demikian, dia menekankan Pasal 282 menyatakan pejabat negara tidak boleh buat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu selama masa kampanye.
"Dalam konteks ini, jika ada tindakan presiden, apa pun itu bentuknya, jika dilakukan tidak dalam keadaan cuti di luar tanggungan negara, tetapi menguntungkan peserta pemilu tertentu, itu jelas adalah pelanggaran pemilu," kata Khoirunnisa, Rabu (24/1/2024).
Lebih lanjut, dia menjelaskan Pasal 283 mengatur soal pejabat negara serta aparatur sipil negara dilarang melakukan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan kepada peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah kampanye.
Sementara kubu 01 dan 03 lebih menyoroti aspek etis dari pernyataan Jokowi itu. Mereka berpendapat, pernyataan itu tidak pantas dikeluarkan oleh seorang presiden yang putra kandung ikut dalam kontestasi pemilu.
Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Komarudin Watubun misalnya, yang menggarisbawahi bahwa putra sulung Jokowi yaitu Gibran Rakabuming maju sebagai cawapres pendamping Prabowo. Oleh sebab itu, keberpihakan Jokowi dikhawatirkan akan berujung pada tindakan nepotisme.
"Itu menandakan Pemilu 2024 tidak mungkin pemilu yang jurdil," ujar Komar, Rabu (24/1/2024).
Pengamat dan konsultan politik Eep Saefullah Fatah sendiri tidak heran Jokowi menunjukkan keberpihakan ke paslon Prabowo-Gibran. Bahkan, Eep merasa Jokowi sedang berupaya membangun dinasti politik.
Pendiri PolMark Indonesia ini menjelaskan bahwa terdapat tiga tahapan yang jadi prasyarat demokrasi yang sehat, yaitu proses seleksi, eleksi, dan delivery. Eep mencontohkan, jika presiden meminta semua ketua umum partai untuk usung anak atau menantunya sebagai kepada daerah maka itu adalah bagian dari membangun dinasti.
“Karena yang disebut tidak membangun dinasti bukan pada bagian eleksi [pemilihan] saja, tetapi pas seleksi juga. Ini adalah upaya membangun dinasti, karena dia potong proses politiknya, karena sebelumnya ada seleksi,” ucapnya.
Lebih lanjut, Eep menekankan tahapan proses seleksi itu harus berdasarkan meritokrasi sehingga kompetensi setiap calon pemimpin tetap harus ditimbang. Oleh sebab itu, jika kekuasaan dan otoritas mampu memaksakan keluarganya untuk lolos dalam seleksi dan menghancurkan peluang orang lain yang lebih kompeten maka sebenarnya sebuah dinasti politik sedang dibangun.
Begitu juga dengan proses delivery, yang jika mana seseorang menjadi pejabat publik dan buat kebijakan yang membantu keluarga mendapat tempat khusus maka sempurnalah siklus pembangunan dan pengelolaan dinasti itu.
“Jadi tidak benar kalau orang mengatakan bukan dinasti kalau tidak dipilih rakyat, karena sebelum dipilih ada proses, apalagi melibatkan MK sampai MK membuat keputusan yang tidak memenuhi syarat dan kebetulan orang tersebut memiliki hubungan keluarga, itu bagian dari praktik pembentukan dinasti,” tandas Eep.
Dapat Teguran dari Bawaslu
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menyurati Presiden Jokowi agar bisa membina para menterinya sehingga tidak melanggar larangan yang diatur dalam Undang-undang No. 7/2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu).
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja mengaku, pihaknya beri imbauan secara tertulis kepada Jokowi terkait potensi pelanggaran pemilu terutama oleh para pembantunya.
"[Imbauan tertulis] untuk tidak melanggar ketentuan larangan dalam UU 7 Tahun 2017, sudah [dikirim]," ungkap Bagja kepada wartawan, dikutip Selasa (30/1/2024).
Dia mengakui seorang menteri boleh berkampanye namun ada batasannya seperti harus cuti terlebih dahulu atau tidak gunakan fasilitas negara.
Bagja mengatakan, surat tersebut sudah dikirim sejak pekan lalu. Namun, sambungnya, belum dapat dipastikan apakah surat tersebut dikirim pasca-pernyataan kontroversial Jokowi terkait seorang presiden dan menteri yang boleh memihak dan berkampanye dalam pemilu pada pekan lalu.
"Nanti aku cek suratnya, tapi minggu kemarin sudah jalan. Bahkan sebelum minggu kemarin jangan-jangan," tutup Bagja.