Bisnis.com, JAKARTA -- Politikus senior Maruarar Sirait mengikuti jejak Budiman Sudjatmiko. Dia hengkang dari PDI Perjuangan (PDIP) dan memutuskan untuk segaris dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Ara, begitu sapaan karibnya, tidak menjelaskan secara spesifik alasannya ikut dengan Jokowi, apakah ini terkait dengan proses dukung mendukung calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) atau ada alasan lainnya yang lebih prinsipil.
Yang jelas, putra dari salah satu pendiri PDI, embrio PDIP, Sabam Sirait, hanya mengungkapkan bahwa Jokowi adalah presiden yang dicintai oleh rakyat. Hal ini dibuktikan dengan tingginya tingkat kepuasan publik alias approval rating terhadap presiden yang di atas 70-80 persen.
"Saya punya keyakinan dan percaya kepada pak Jokowi seperti juga rakyat kebanyakan," ungkap Ara.
Ara memang jarang terlibat di barisan PDIP sejak gonjang-ganjing pencapresan pada Pemilu 2024. Dia seolah menepi usai gagal masuk ke parlemen pada 2019 lalu. Sempat tak terdengar, Ara diketahui dekat dengan presiden Jokowi. Dia juga belakangan sibuk dengan aktivitas usahanya.
Dalam postingan di akun instagramnya, Maruarar terlihat beberapa kali bertemu dengan pengusaha kelas kakap. Ada dua postingan yang cukup menarik perhatian antara lain, acara makan-makan dengan Sugianto Kusuma alias Aguan, Prajogo Pangestu, Franky Widjaja, dan Boy Tohir. Sedangkan postingan lainnya adalah foto dirinya dengan pengusaha, Tomy Winaya di Bali.
Baca Juga
Keputusan Ara hengkang dari PDIP semakin menambah daftar panjang politikus PDIP yang keluar atau dikeluarkan akibat perbedaan orientasi politik.
PDIP sendiri resmi mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres. Namun demikian, sebagian elite partai banteng moncong putih, memilih jalan lain. Budiman Sudjatmiko, misalnya, bermanuver untuk mendukung Prabowo Subianto. Ara dan Budiman adalah bekas anggota DPR RI dari Fraksi PDIP.
Budiman berdalih keputusannya mendukung Prabowo karena Indonesia memerlukan pemimpin yang strategis untuk menjemput Indonesia emas 2045.
Setelah Budiman, giliran Gibran Rakabuming Raka. Gibran adalah Wali Kota Solo. Dia maju dalam Pilkada 2020 dengan menyisihkan kader PDIP senior, Achmad Purnomo. Gibran kemudian menang Pilkada solo. Baru dua tahun memimpin Solo, Gibran akhirnya memutuskan maju sebagai calon wakil presiden alias cawapres Prabowo Subianto.
Langkah Gibran itu kemudian diikuti oleh adik iparnya, Bobby Nasution. Bobby dan Gibran sama-sama diusung oleh PDIP dalam Pilkada 2020 lalu. Bobby berhasil menang dan menjadi Wali Kota Medan. Kini dia mengikuti langkah Gibran, memilih mendukung Prabowo dibanding capres PDIP, Ganjar Pranowo.
Puan, Hasto dan Djarot Bicara
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto telah mengonfirmasi bahwa Maruarar Sirait telah menyerahkan kartu tanda anggota partai kepada Wakil Sekretaris Jenderal Utut Adianto di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat pada Senin (15/1/2024) malam.
Hasto pun menegaskan, jadi kader PDIP harus didasarkan prinsip kesukarelaan sehingga siapa saja bisa mengajukan pengunduran diri. PDIP, lanjutnya, juga tidak akan menahan kader yang ingin pamit.
“Terlebih dengan kondisi Pak Ara [sapaan Maruarar] sekarang yang sudah semakin berhasil sebagai pengusaha. Beberapa foto Pak Ara dengan pengusaha menunjukkan keberhasilan itu," ujar Hasto dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (16/1/2024).
Menurutnya, pengunduran diri Ara merupakan bagian dari konsolidasi kader PDIP. Hasto mengaku, saat ini PDIP sedang berjuang untuk menempatkan kedaulatan rakyat sebagai hukum tertinggi di dalam menentukan pemimpin.
"Dan sekaligus melakukan koreksi terhadap berbagai upaya yang mencoba untuk melanggengkan kekuasaan sampai harus terjadi pelanggaran etik berat oleh Anwar Usman melalui manipulasi hukum di MK," katanya.
Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP) Djarot Saiful Hidayat meyakini partainya akan semakin solid pasca-hengkangnya Maruarar Sirait. Keluarnya Maruarar dari partai malah akan memacu semangat kader lainnya.
Djarot menilai, keluar-masuknya kader jelang hari pencoblosan Pemilu 2024 merupakan proses kristalisasi kader. Dengan begitu, lanjutnya, hanya tersisa kader yang militan.
"Ini kita anggap sebagai suatu bagian dari konsolidasi dan akan menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai pelopor, partai yang kuat dan militan, dan akan menginspirasi dan membikin teman-teman di bawah semakin giat," ujar Djarot di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat (16/1/2024).
Dia mengatakan, DPP PDIP menghormati pilihan politik yang ditempuh Maruarar. Menurutnya, beda pilihan politik merupakan suatu kewajaran.
Djarot menegaskan, pilih jadi kader PDIP merupakan suatu komitmen jalankan ideologi partai. Oleh sebab itu, mereka tidak akan menahan kader yang ingin keluar partai karena tidak sanggung jalankan ideologi partai.
Kini jalan ideologi tersebut, kata Djarot, adalah solid memenangkan pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo–Mahfud MD dalam ajang Pilpres 2024.
Adapun Ketua DPP PDIP Puan Maharani tidak mau bicara banyak soal keputusan Maruarar keluar dari partai. Dia hanya mengapresiasi kinerja Maruarar selama menjadi kader.
"Terima kasih selama ini sudah bersama dengan PDI Perjuangan," kata Puan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (16/1/2024).
Ambisi Amankan Basis
Pada kesempatan lain, Puan Maharani berjanji akan menyeruduk siapa saja yang mengusik basis pemilih PDI Perjuangan (PDIP) di Soloraya. Soloraya adalah sebutan wilayah untuk sebutan bekas karesidenan maupun Daerah Istimewa Surakarta. Wilayah ini dikenal sebagai basis pemilih PDI Perjuangan
“Kita tunjukkan bahwa Solo Raya itu Kandang Banteng, bukan Taman Mawar, bukan Hutan Beringin, bukan Taman Burung, tetapi Kandang Banteng; dan kalau ada yang mau utak-atik Kandang Banteng, bisa kena seruduk," kata Puan.
Setiap pemilu tiba, hampir semua partai politik berambisi untuk menguasai wilayah Soloraya yang terdiri dari Kota Surakarta, Kabupaten Boyolali, Sragen, Sukoharjo, Klaten, Karanganyar, dan Wonogiri. Soloraya menjadi tempat pertarungan politik yang cukup ketat, kalau memakai konsep trikotomi Clifford Geertz, antara golongan abangan, priyayi, santri.
Dalam catatan Bisnis, pada Pemilu 2019 lalu, PDIP secara mutlak memenangkan pemilu di hampir semua wilayah tersebut. Di Boyolali, PDIP berhasil menang mutlak, mereka menang 71,4 persen.
Sementara di Kota Surakarta, tempat tinggal Presiden Joko Widodo, perolehan suara PDIP menembus angka 55,15 persen, Klaten 37,61 persen, Sukoharjo sebanyak 47,15 persen, Sragen 26,89 persen, Wonogiri 53,83 persen, dan Karanganyar 27,18 persen.
Saingan PDIP di Soloraya pada Pemilu 2019 lalu hanya Golkar dan PKS. Sebagian Gerindra, itupun angkanya tidak terlalu signifikan.
Di Boyolali misalnya, PKS menjadi runner up dengan perolehan suara sebanyak 7,3 persen. Golkar hanya 6,61 persen. Hal serupa juga terjadi di Surakarta, PKS memperoleh suara terbanyak kedua dengan angka 10,92 persen. Peringkat ketiga PAN hanya 5,8 persen. Golkar 5,5 persen.
Sementara Golkar hampir menyaingi perolehan suara PDIP di Karanganyar. Perolehan suara mereka pada Pemilu 2019 lalu sebanyak 26,06 persen. PKS berada di peringkat ketiga dengan perolehan suara 11,5 persen. PKS unggul dibanding PKB yang hanya memperoleh suara sebanyak 8,97 persen.
Di Sukoharjo, Golkar berada di peringkat ketiga dengan perolehan suara di angka 9,13 persen. Peringkat kedua diraih Gerindra dengan 11,4 persen. PKS menempati peringkat keempat dengan perolehan suara sebanyak 8,75 persen.
Golkar juga menjadi runner up di Klaten pada Pemilu 2019 lalu. Pada waktu itu perolehan suara partai berlambang beringin itu mencapai 12,34 persen. PKS berada di peringkat ketiga dengan angka 8,89 persen. Di Sragen, Golkar masih menempati peringkat kedua dengan angka 13,86 persen, diikuti PKB 13,74 persen, dan PKS dengan angka 11,01 persen.
Adapun di Wonogiri Golkar berada di peringkat dua dengan angka 14,79 persen dan PKS berada di angka 7,38 persen. Di bawah PKS ada Gerindra dengan perolehan suara pada pemilu 2019 sebanyak 6,07 persen.