Bisnis.com, JAKARTA -- Dokumen informasi dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat (AS) mengungkap skandal suap yang melibatkan perusahaan perangkat lunak asal Jerman, SAP.
Perusahaan itu disebut menyuap pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (BP3TI), sekarang Bakti Kominfo.
SAP menyuap para pejabat tersebut dengan memberikan sejumlah uang, fasilitas perjalanan ke luar negeri hingga barang-barang mewah.
Dalam dokumen Pengadilan Distrik Timur Virginia yang diperoleh Bisnis, pihak SAP pada periode 2015-2018 melalui pihak perantara SAP Indonesia dan personelnya terlibat dalam praktik suap dengan pejabat Indonesia. Suap itu untuk memperoleh keuntungan bisnis bagi perusahaan.
Adapun keuntungan yang dimaksud berhubungan dengan sejumlah kontrak antara SAP dan entitas pemerintahan di Indonesia. Dalam dokumen itu, Jaksa menyebut keterlibatan 3 pihak dari Indonesia yang meliputi 2 karyawan SAP Indonesia dan seorang konsultan.
Cerita suap dimulai pada 8 Juni 2018, saat itu seorang pekerja SAP Indonesia dan seorang konsultan Indonesia mengatur beberapa skema penyuapan untuk pejabat KKP. Dua orang perwakilan SAP tersebut bermaksud menyuap pejabat KKP dalam bentuk uang sekitar Rp50 juta hingga Rp70 juta.
Baca Juga
"Pegawai SAP [Indonesia] dan konsultan di Indonesia membahas jumlah keseluruhan suap sekitar Rp50 juta hingga Rp70 juta (sekitar US$3.600 sampai dengan US$5.040 di 2018)," demikian dikutip dari dokumen pengadilan itu, Senin (15/1/2024).
Selain nilai suap, pihak SAP turut membahas cara pengiriman uang itu. Jaksa menyebut bahwa pejabat KKP itu meminta uang tunai. Pihak SAP Indonesia dimaksud pun disarankan untuk "membawa amplop kosong".
"Dan mengoordinasikan pertemuan dengan konsultan tersebut di lobi KKP," tulis jaksa.
Di sisi lain, sekitar Maret 2018, SAP Indonesia bertindak untuk keuntungan pihak perusahaan pusat memperoleh sejumlah kontak pengadaan perangkat lunak dan jasa ke BP3TI. Dalam proses kontrak itu, SAP melalui agennya menyediakan sejumlah barang berharga ke pejabat pemerintahan di Indonesia sekaligus keluarga.
Selanjutnya, pada sekitar Juni 2018, beberapa pejabat BP3TI termasuk seorang pejabat tinggi di lembaga tersebut dan setidaknya satu anggota keluarganya pergi ke AS. Mereka ditemani oleh perwakilan SAP Indonesia.
"Perwakilan karyawan SAP Indonesia itu membayar untuk belanja besar-besaran pejabat BP3TI itu dan seorang anggota keluarganya, di antaranya membeli tas, gantungan kunci, barang-barang baru, oleh-oleh dan barang-barang lain," demikain bunyi dakwaan jaksa.
Tidak sampai di situ, karyawan SAP Indonesia juga membelikan pejabat BP3TI itu sebuah jam mewah. “8 Juni 2018, SAP, dengan menggunakan sarana perdagangan antarnegara, mengirimkan pesan teks dari Amerika Serikat ke rekan lain di Indonesia, memperbarui informasi pembelian dan mengirimkan gambar perjalanan belanja. SAP Employee 6 memiliki anggaran sekitar US$10.000 selama lima hari dan, selama waktu itu, juga membelikan pejabat BP3TI sebuah jam tangan mewah.”
Respons BAKTI Kominfo
Secara terpisah, Bakti Kominfo mengonfirmasi bahwa pada 2018 Badan Layanan Umum (BLU) itu menggunakan SAP dengan nilai kontrak untuk komponen perangkat lunas dan lisensi SAP sebesar Rp12,6 miliar.
Akan tetapi, dalam keterangan pers yang diterima Bisnis, pihak Bakti menegaskan bahwa kontrak itu dilakukan melalui proses perencanaan dan pengadaan yang transparan dan akuntabel sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku.
"Bakti berkomitmen menjunjung tinggi penegakan hukum dan akan bekerja sama dengan otoritas terkait untuk mendukung pengelolaan APBN yang inklusif dan berkelanjutan menuju Indonesia yang maju, makmur, sejahtera, dan bersih dari korupsi," demikian ujar Kepala Divisi Humas dan SDM Bakti Kominfo Sudarmanto dalam siaran pers, Senin (15/1/2024).
Sementara itu, Juru Bicara Kementerian KKP Wahyu Muryadi mengatakan bahwa pihaknya tidak tahu-menahu dengan masalah tersebut.
Menurutnya, KKP tidak dalam posisi menjawab karena periode kasus yang terjadi pada 2015-2018. Pada saat itu, Kementerian KKP belum dipimpin oleh Menteri Sakti Wahyu Trenggono, melainkan Menteri Susi Pudjiastuti.
"Tapi prinsipnya silakan saja diperiksa, kami serahkan pada mekanisme hukum dan kami siap bekerja sama dengan aparat penegak hukum guna memproses perkara ini," tuturnya.