Bisnis.com, JAKARTA - Calon Presiden Ganjar Pranowo mengkritik keras rencana pembelian pesawat tempur bekas sebagai keputusan yang gegabah. Rencana Kementerian Pertahanan tersebut dinilai membawa risiko tinggi bagi sistem pertahanan dan keamanan nasional.
Selain itu, impor pesawat bekas juga membebani keuangan negara dan tidak mendorong pengembangan industri pertahanan nasional. ”Padahal, industri strategis itu dibangun agar kita dapat menjadi negara yang kuat. Cita-cita ini harus kita lanjutkan,” kata Ganjar dalam Debat Capres ke tiga yang digelar KPU di Istora Senayan, Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (7/1/2024) malam.
Ganjar pernah bertemu dengan sejumlah perwira senior yang mengaku keberatan dengan rencana pembelian pesawat bekas. ”Kalau kami dikasih persenjataan yang tak kami perlukan,” kata Ganjar menirukan ucapan para perwira ini, ”Saya sudah siapkan museum.”
Menurut Ganjar, perencanaan pengadaan alutsista (alat utama sistem pertahanan) harus dilakukan dengan melibatkan para prajurit yang bakal memakainya. Harus bottom up. Jika tidak, risikonya sangat besar.
"Akan banyak alutsista yang terlanjur dibeli, tapi tak sesuai kebutuhan," katanya. "Saya juga tak rela, prajurit kita dilatih tiga tahun untuk menerbangkan pesawat bekas, yang usia pakainya sudah lama. Ini berbahaya. Alutsista kita harus siap tempur dan zero tolerance pada kecelakaan.”
Selain disesuaikan kebutuhan, pengadaan alutsista juga harus dirancang agar dapat mendorong pengembangan industri pertahanan nasional. Caranya, dengan melakukan kerja sama produksi.
Selain ada proses alih teknologi, kerja sama produksi alutsista sangat penting agar tak semua ongkosnya dibiayai pinjaman luar negeri yang membebani keuangan negara.
Kerja sama produksi alutsista sudah pernah dilakukan, misalnya, oleh PT PAL Indonesia. BUMN yang membuat berbagai macam kapal perang seperti korvet dan fregat ini menggandeng Daewoo Shipbuilding Marine Engineering Co Ltd (DSME) untuk memproduksi tiga kapal selam.
Selama proyek kerja sama ini, lebih dari 100 pekerja PT PAL diberangkatkan ke pabrik DSME di Korea Selatan untuk mengikuti pelatihan. Bahkan, produksi kapal selam ke tiga dibuat di galangan milik PT PAL di Surabaya.
Kapal selam produksi bersama PT PAL - DSME ini diberi nama KRI Alugoro-405 dan telah diserahkan kepada Kementerian Pertahanan. Pembangunan KRI Alugoro-405 merupakan tonggak sejarah yang menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di ASEAN yang mampu membuat kapal selam.
Sedianya, kerja sama PAL – DSME disepakati untuk dilanjutkan dengan pembangunan tiga kapal selam berikut. Sayang, kerja sama senilai US$1,2 miliar yang sudah diteken pada 2021 itu, dibatalkan pada 2022. Padahal, PT PAL telah mendapatkan komitmen pendanaan dari Korean Exim Bank untuk membiayai pembagunan tiga kapal selama tersebut.
Kerja sama produksi serupa juga dilakukan oleh PT Pindad yang terlibat dalam pembuatan amunisi kaliber besar untuk tank Leopard, bersama pabrikan dari Jerman, Rheinmetall.
Sejak Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan disahkan, Indonesia memiliki industri pertahanan yang cukup maju. Selain PT PAL dan Pindad, ada PT LEN Industri yang memproduksi berbagai macam peralatan elektronika militer, termasuk radar, sonar, dan peralatan komunikasi.
Belajar dari pengakuan sejumlah perwira senior, Capres Ganjar menegaskan untuk mengubah strategi pengadaan alutsista. Ia memastikan, jika ia terpilih menjadi presiden, pengadaan alutsista akan berlandaskan pada perencanaan yang matang, ajeg, dan mendorong penguatan industri pertahanan dalam negeri.
"Tank bakal diproduksi Pindad, freegat oleh PAL, sedangkan untuk sistem siber kita punya LEN," katanya. Atas dasar itu, Ganjar optimistis dapat memperkuat sistem pertahanan dan keamanan. "Kita akan bisa bangun alutista dengan prinsip: No Utang No Usang,” katanya tegas.