Bisnis.com, JAKARTA – Tak hanya di dunia nyata, dunia maya alias media sosial (medsos) turut menjadi ladang pertempuran peserta Pilpres 2024, khususnya tiga pasangan calon (paslon) presiden dan wakil presiden. Mereka tak segan menghamburkan uang untuk mengiklankan diri di medsos.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) memang sudah membuka masa kampanye sejak akhir November 2023. Sejak itu, iklan politik meroket masuk ke Meta (induk perusahaan Facebook dan Instagram).
Bisnis coba mengolah data yang dalam Laporan Galeri Iklan Meta pada 24 November hingga 23 Desember 2023. Setidaknya, ada 3.000 halaman yang beriklan di Meta pada periode itu. Jika dipilah berdasarkan halaman yang beriklan lebih dari Rp50 juta maka tersisa 25 halaman.
Dari 25 halaman tersebut, ada yang beriklan untuk paslon nomor urut 1 Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar, paslon nomor urut 2 Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming, dan paslon nomor urut 3 Ganjar Pranowo–Gibran Rakabuming.
Jika ditotal, maka kubu Ganjar-Mahfud menjadi yang paling jor-joran beriklan di medsos. Total, halaman-halaman pro=Ganjar-Mahfud menggelontorkan dana sebesar Rp1.048.233.523 atau Rp1,04 miliar selama 24 November – 23 Desember 2024.
Dalam kasus ini, halaman yang banyak beriklan adalah "Ganjar Pranowo", "TPN Ganjar Mahfud", dan "Melihat Indonesia", "Ganjar & Mahfud Menangkan 2024", "GanjarFans", dan "Gus Raharjo".
Baca Juga
Sementara itu, halaman-halaman pro Prabowo-Gibran menggelontorkan dana sebesar Rp645.153.988 atau Rp645,1 juta. Halaman yang banyak beriklan yaitu “Prabowo Subianto”, “Bakti Untuk Rakyat", dan "Prabowo 2024."
Sedang, kubu Anies-Imin menggelontorkan dana sebesar Rp401.227.983 atau Rp401,2 juta. Halaman yang banyak beriklan adalah "Unboxing Anies", "Suara Anies", "Aksi Tanggap Anies", dan "Rekan Perubahan".
Singkatnya, kubu Ganjar-Mahfud yang paling boros beriklan di medsos, diikuti oleh Prabowo-Gibran, kemudian Anies-Imin.
Sisanya—dalam daftar 25 halaman paling boros belanja iklan, merupakan halaman-halaman pengiklan calon legislatif (caleg) dan partai politik (parpol) yang juga bertarung dalam ajang Pemilu 2024.
Mencari di Lumbung Suara
Berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2024 yang dikeluarkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), lima provinsi yang paling banyak pemilih yaitu Jawa Barat (35.714.901 pemilih), Jawa Timur (31.402.838 pemilih), Jawa Tengah (28.289.413 pemilih), Sumatera Utara (10.853.940 pemilih), dan Banten (8.842.646 pemilih).
Tidak heran ketiga calon presiden-wakil presiden (capres-cawapres) paling banyak menujukan iklannya kepada pengguna medsos yang tinggal di kelima provinsi tersebut.
Pada 25 November – 24 Desember 2023, Meta mencatat enam provinsi dengan tujuan pengiklan terbanyak yaitu Jakarta (Rp1.238.285.930 total belanja iklan) Jawa Barat (Rp957.919.205), Jawa Tengah (Rp698.304.536), Jawa Timur (Rp600.537.019), Sumatera Utara (Rp317.317.835), dan Banten (Rp246.079.460).
Meski Jakarta menjadi provinsi yang paling banyak menjadi target iklan, namun dari 10 pengiklan terboros hanya satu halaman yang berkaitan dengan capres-cawapres yaitu “Prabowo 2024”. Sisanya merupakan pengiklan caleg dan parpol.
Ini berbeda dengan lima provinsi yang lain. Di Jawa Barat misalnya, yang mana 6 dari 10 pembelanja iklan terboros berkaitan dengan capres-cawapres.
Dalam kasus Jawa Barat—di 10 pengiklan terboros, halaman pro Prabowo-Gibran mengucurkan dana sebesar Rp124.606.888 atau Rp124,6 juta. Halaman pro Anies-Imin Rp64.894.437 atau Rp64,8 juta. Sedangkan Ganjar-Mahfud sebesar Rp27.523.584 atau Rp27,5 juta.
Kalau di Jawa Tengah, 5 dari 10 pengiklan terborosnya merupakan halaman berkaitan dengan capres-cawapres. Dalam kasus ini, halaman pro Prabowo-Gibran (Rp61.114.657) paling boros, diikuti Ganjar-Mahfud (Rp60.723.221). Sedangkan halaman pro Anies-Imin tidak masuk ke 10 besar pengiklan terboros di Jawa Tengah.
Sementara di Jawa Timur, 4 dari 10 pengiklan terboros merupakan halaman terkait capres-cawapres. Dalam hal ini, halaman pro Prabowo-Gibran (Rp63.559.267) paling boros, diikuti Ganjar-Mahfud (Rp29.233.295), kemudian Anies-Imin (Rp12.514.070).
Di Sumatera Utara, 6 dari 10 pengiklan terborosnya merupakan halaman terkait capres-cawapres. Dalam kasus ini, halaman pro Prabowo-Gibran (Rp38.402.594) masih jadi yang paling boros, diikuti Ganjar-Mahfud (Rp19.512.334), kemudian Anies-Imin (Rp15.224.946).
Sedangkan di Banten, 6 dari 10 pengiklan terboros merupakan halaman terkait capres-cawapres. Dalam kasus ini, halaman pro Ganjar-Mahfud (Rp23.779.100) jadi yang terboros, diikuti Prabowo-Gibran (Rp20.335.478), kemudian Anies-Imin (Rp5.529.481).
Dari data tersebut, kubu Prabowo-Gibran sepertinya fokus beriklan di provinsi yang jumlah pemilihnya terbanyak. Padahal, secara keseluruhan kubu Ganjar-Mahfud yang paling boros beriklan di medsos.
Meski demikian, kubu Prabowo-Gibran selalu belanja iklan hampir dua kali lebih besar dari kubu Ganjar-Mahfud di empat provinsi dengan jumlah jumlah pemilih terbanyak.
Sementara kubu Anies-Imin sepertinya punya taktik serupa dengan kubu Ganjar-Mahfud: memeratakan iklan di banyak daerah. Hanya saja, kubu Anies-Imin tidak menggelontorkan dana sebesar kubu Ganjar-Mahfud.
Efektif?
Survei terbaru Litbang Kompas pada 29 November – 4 Desember 2019 memang menunjukkan pemilih yang masih bimbang masih cukup banyak, bahkan meningkat yaitu mencapai 28,7%.
Mereka yang bimbang berasalan belum menemukan siapa paslon capres-cawapres yang cocok dan sesuai dengan pilihan mereka. Oleh sebab itu, tak sedikit dari mereka yang mengaku masih mencari informasi paslon yang akan diberi dukungan.
Lalu, siapa kelompok masyarakat yang kritis ini?
Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (PRP-BRIN) Wasisto Raharjo Jati berpendapat pemilih kritis ada di masyarakat plural atau yang tinggal di perkotaan.
Wasisto meyakini, pilihan masyarakat ke calon pemimpin sangat dipengaruhi dengan informasi yang diterimanya. Dia pun membedakan dua golongan masyarakat berdasarkan faktor sosiologis dan geografis, yaitu masyarakat homogen yang ada di pedesaan dan masyarakat plural yang ada di perkotaan.
Menurut Wasisto, masyarakat homogen masih cenderung mengikuti kata tokoh masyarakat; entah itu ulama, kepala desa, orang tua, atau sejenisnya. Dalam kasus pilihan politik, masyarakat juga cenderung homogen.
“Karena mereka masih terikat norma dan kultur, sehingga mereka melihat apa yang disampaikan oleh orang tua adalah yang baik,” jelas Wasisto kepada Bisnis, dikutip Rabu (27/12/2023).
Sementara itu, masyarakat plural cenderung lebih individualistis dalam menentukan pilihan politiknya. Dalam hal ini, mereka lebih kritis: mereka cenderung masih cari informasi terkait capres-cawapres sebelum menentukan pilihan.
“Mereka itu lebih berupaya sendiri dalam mencari informasi yang relevan soal partai atau kandidat,” ujar Wasisto.
Apalagi, lanjutnya, masyarakat plural yang tinggal di perkotaan lebih terekspos oleh informasi yang ada di internet daripada masyarakat yang ada di pedesaan.
Pertanyaannya kini: apakah informasi yang di internet—dalam kasus ini di medsos—menjadi rujukan utama masyarakat? Survei terbaru Indikator Politik Indonesia pada 23 – 24 Desember 2023 menunjukkan, medsos menjadi salah satu sumber informasi utama masyarakat.
Dalam survei tersebut, responden ditanya dari mana sumber informasi terkait masalah sosial-politik-pemerintahan didapatkan. Responden bisa menjawab lebih dari satu pilihan.
Hasilnya, televisi (49,9%) masih mendominasi, diikuti Facebook (29,7%), Tiktok (23,9%), YouTube (23,1%), Instagram (18%), portal berita online (13,3%), WhatsApp (7,4%), dan Twitter (6,7%).
Artinya, jika Facebook, Tiktok, YouTube, Instagram, WhatsApp, dan Twitter digabungkan ke dalam kategori medsos maka mayoritas sumber informasi masyarakat berasal dari medsos.