Bisnis.com, JAKARTA - Fraksi PKB DPR RI mengingatkan pemerintah dan anggota parlemen agar tidak ngotot mendorong pengesahan rancangan undang-undang (RUU) jelang akhir tahun persidangan.
Sekretaris Fraksi PKB DPR RI Fathan Subchi mengaku khawatir jika pengesahan RUU dilakukan serampangan akan menimbulkan polemik di kemudian hari.
“Jelang akhir tahun masa persidangan ini ada beberapa RUU yang didorong untuk dibahas di Badan Legislasi. Kami khawatir jika ini sekadar kejar tayang untuk disahkan maka produk undang-undangnya hanya merugikan kepentingan publik,” ujarnya, Sabtu (2/12/2023).
Dia mengungkapkan saat ini ada beberapa RUU yang dikebut pembahasannya. RUU tersebut di antaranya membahas tentang RUU Mahkamah Konstitusi (MK), percepatan jadwal Pilkada serentak 2024, RUU tentang status baru provinsi daerah khusus Jakarta, RUU tentang Larangan Minuman Beralkohol, RUU tentang revisi Informasi dan transaksi elektronik, dan beberapa rancangan beleid lainnya.
Fathan berharap pembahasan rancangan undang-undang ini benar-benar dilakukan secara seksama sehingga produk perundangan yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan kepentingan publik.
Lebih lanjut, dia mengarisbawahi keterlibatan dan partisipasi publik dalam pembahasan berbagai rancangan undang-undang tersebut. Terutama masyarakat yang terdampak langsung terhadap keberadaan rancangan undang-undang tersebut.
“Saya mencontohkan ketika membahas tentang rancangan undang-undang tentang Daerah Khusus Jakarta misalnya, maka masyarakat di Jakarta harus benar-benar didengar suaranya karena merekalah yang akan secara langsung terdampak keberadaan rancangan undang-undang yang akan disahkan,” katanya.
Caleg PKB DPR RI Dapil Jateng II ini menegaskan parlemen dan pemerintah tidak boleh sepenuhnya menggunakan pendekatan politik kekuasaan dalam pengesahan rancangan undang-undang. Menurutnya, tidak bisa hanya karena sekadar mengejar target pengesahan atau karena kepentingan politik tertentu pengesahan rancangan undang-undang diputuskan dengan suara terbanyak.
“Semua sikap, pendapat, maupun kritikan publik terkait satu rancangan undang-undang harus didengar dan diperhatikan. Jangan sampai hanya karena ingin sekadar disahkan maka suara publik diabaikan serta diputuskan dengan model tirani mayoritas,” imbuhnya.