Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KPK Periksa PJ Gubernur NTB di Kasus Korupsi Wali Kota Bima

KPK memanggil Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariandi untuk diperiksa sebagai saksi,
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (21/3/2023). JIBI - Bisnis/Dany Saputra.
Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri saat memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (21/3/2023). JIBI - Bisnis/Dany Saputra.

Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Pj Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Lalu Gita Ariandi untuk diperiksa sebagai saksi, Selasa (21/11/2023). 

Lalu diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bima, NTB. 

Dia diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Wali Kota Bima 2018-2023 Muhammad Lutfi, yang telah ditahan KPK sejak 5 Oktober 2023. 

"Hari ini [21/11] bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi-saksi [di antaranya] Lalu Gita Ariandi Pj. Gubernur Nusa Tenggara Barat," terang Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (21/11/2023). 

Selain Lalu, KPK turut memanggil sejumlah saksi lain yaknj Direktur PT Bumi Mahamarga Bambang Hermanto, serta dua karyawan swasta yakni Alfonsius Alexander dan Angga Saputro. 

Sebelumnya, Lalu telah dipanggil penyidik KPK untuk menghadiri agenda pemeriksaan kemarin, Senin (20/11/2023). Namun, dia mengonfirmasi baru akan hadir pada hari ini sebagaimana informasi yang disampaikan kepada pihak KPK. 

Lalu pun memenuhi panggilan pemeriksaan siang ini. Dia terlihat tiba mengenakan batik berwarna coklat bermotif. Saat ini, Lalu masih menjalani pemeriksaan. 

KASUS WALI KOTA BIMA 

Adapun KPK resmi menahan Wali Kota Bima periode 2018-2023 Muhammad Lutfi setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa disertai penerimaan gratifikasi di lingkungan Pemerintah Kota Bima, NTB. 

"Karena kebutuhan dan kepentingan proses penyidikan, tim penyidik menahan tersangka MLI selama 20 hari pertama terhitung 5 Oktober 2023 sampai dengan 24 Oktober 2023 di Rutan KPK," kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (5/10/2023). 

Firli menjelaskan kasus yang menjerat Lutfi berawal pada sekitar 2019. Saat itu Lutfi bersama dengan salah satu anggota keluarga intinya mulai mengondisikan proyek-proyek yang akan dikerjakan oleh Pemerintah Kota Bima. 

Lutfi lalu diduga meminta dokumen berbagai proyek yang ada di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkot Bima. 

Dengan memanfaatkan jabatannya, dia diduga memerintahkan beberapa pejabat di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk membuat berbagai proyek yang memiliki nilai anggaran besar dan proses penyusunannya dilakukan di rumah dinas jabatan Wali Kota Bima. 

Nilai proyek di Dinas PUPR dan BPBD Pemkot Bima untuk Tahun Anggaran 2019-2020 mencapai puluhan miliar rupiah. 

Lutfi kemudian secara sepihak langsung menentukan para kontraktor yang akan dimenangkan dalam lelang proyek-proyek dimaksud. 

Proses lelang tetap berjalan akan tetapi hanya sebagai formalitas semata, dan faktanya para pemenang lelang tidak memenuhi kualifikasi persyaratan sebagaimana ketentuan. 

Atas pengondisian tersebut, Lutfi menerima setoran uang Rp8,6 miliar dari para kontraktor yang dimenangkan. 

Salah satu proyek yang terlibat dalam perkara tersebut antara lain Proyek pelebaran jalan Nungga Toloweri dan Pengadaan listrik dan penerangan jalan umum di perumahan Oi'Foo. 

Teknis penyetoran uang kepada Lutfi dilakukan melalui transfer rekening bank atas nama orang-orang kepercayaan Lutfi, termasuk anggota keluarganya 

Penyidik KPK juga menemukan dugaan penerimaan gratifikasi dalam bentuk uang oleh Lutfi, dari sejumlah pihak, dan tim penyidik KPK akan terus melakukan pendalaman lebih lanjut.

Atas perbuatannya, yang bersangkutan dijerat dengan Pasal 12 huruf (i) dan atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Dany Saputra
Editor : Edi Suwiknyo

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper