Bisnis.com, JAKARTA – Mantan Perdana Menteri China Li Keqiang meninggal dunia akibat serangan jantung pada Jumat (27/10/2023) di usia 68 tahun.
Melansir Reuters, Li Keqiang meninggal dunia akibat mengalami serangan jantung mendadak pada Kamis (26/10/2023). Wafatnya Li berjarak hanya 10 bulan setelah pensiun dari satu dekade masa jabatannya.
"Kamerad Li Keqiang, ketika sedang beristirahat di Shanghai dalam beberapa hari terakhir, mengalami serangan jantung mendadak pada tanggal 26 Oktober dan setelah usaha keras untuk menyadarkannya gagal, ia meninggal di Shanghai pada pukul 10 lewat tengah malam pada tanggal 27 Oktober," demikian laporan stasiun televisi pemerintah CCTV.
Setelah dipandang sebagai pesaing utama kepemimpinan Partai Komunis, Li dikesampingkan dalam beberapa tahun terakhir oleh Presiden Xi Jinping.
Li dipandang sebagai pendukung ekonomi pasar yang lebih liberal tetapi harus tunduk pada preferensi Xi yang menginginkan lebih banyak kontrol oleh pemerintah.
Li adalah perdana menteri dan kepala kabinet China di bawah Xi selama satu dekade sampai mengundurkan diri pada bulan Maret 2023.
Baca Juga
"Tidak peduli bagaimana angin dan awan internasional berubah, China akan dengan teguh memperluas keterbukaannya. Sungai Yangtze dan Sungai Kuning tidak akan mengalir mundur,” ungkap Li dalam konferensi pers terakhirnya di depan pada Maret lalu.
Li memicu perdebatan tentang kemiskinan dan ketidaksetaraan pendapatan pada tahun 2020, dengan mengatakan bahwa 600 juta orang di China berpenghasilan kurang dari setara dengan US$140 per bulan.
Analis politik dan penulis independen China Adam Ni menggambarkan Li sebagai perdana menteri yang tidak berdaya ketika China berbelok tajam dari reformasi dan keterbukaan.
Li lahir di provinsi Anhui di China timur, sebuah daerah pertanian miskin di mana ayahnya adalah seorang pejabat dan di mana dia dikirim untuk bekerja keras di ladang selama Revolusi Kebudayaan.
Saat belajar hukum di Universitas Peking, Li berteman dengan para pendukung pro-demokrasi, beberapa di antaranya akan menjadi penantang langsung terhadap kontrol partai yang berkuasa.
Li yang fasih berbahasa Inggris ini tenggelam dalam gejolak intelektual dan politik pada dekade reformasi di bawah pemimpin tertinggi saat itu, Deng Xiaoping. Periode tersebut berakhir dengan protes pro-demokrasi di Lapangan Tiananmen tahun 1989.
Setelah lulus, ia bergabung dengan Liga Pemuda Partai Komunis, yang kemudian menjadi tangga menuju jabatan yang lebih tinggi.
Li naik jabatan di Liga Pemuda sambil menyelesaikan gelar master di bidang hukum dan kemudian gelar doktor ekonomi di bawah bimbingan Profesor Li Yining, seorang advokat reformasi pasar yang terkenal.
Pengalaman politiknya sebagai Gubernur Provinsi Henan irusak oleh tuduhan penindasan setelah skandal AIDS. Ia juga menjabat sebagai ketua partai di Liaoning, sebuah provinsi di sabuk karat yang sedang berusaha untuk menarik investasi dan mengubah dirinya menjadi pusat industri modern.