Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Sengketa Lahan di Lampung Tengah Picu Bentrok Warga dan Aparat

Bentrok aparat dan masyarakat akibat sengketa lahan terjadi di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, Kamis (21/9/2023).
Tangkapan layar - Bentrok aparat dan masyarakat akibat sengketa lahan terjadi di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, Kamis (21/9/2023). Konfrontasi tersebut dipicu oleh penolakan warga terhadap eksekusi lahan oleh PT Bumi Sentosa Abadi (BSA).
Tangkapan layar - Bentrok aparat dan masyarakat akibat sengketa lahan terjadi di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, Kamis (21/9/2023). Konfrontasi tersebut dipicu oleh penolakan warga terhadap eksekusi lahan oleh PT Bumi Sentosa Abadi (BSA).

Bisnis.com, JAKARTA - Bentrok aparat dan masyarakat akibat sengketa lahan terjadi di Kecamatan Anak Tuha, Lampung Tengah, Kamis (21/9/2023). Konfrontasi tersebut dipicu oleh penolakan warga terhadap eksekusi lahan oleh PT Bumi Sentosa Abadi (BSA).

Imbas dari bentrok tersebut, Polres Lampung Tengah menahan sebanyak tujuh orang dan saat ini masih menjalani pemeriksaan. Mereka diduga membawa senjata tajam saat proses pengosongan lahan.

"Masih dalam pemeriksaan Reskrim. [Ditahan] terkait menghalang-halangi kegiatan perusahaan dan ada yang membawa sajam," ujar Kapolres Lampung Tengah AKBP Andik Purnomo Sigit saat dihubungi Bisnis, Jumat (22/9/2023).

Andik lalu menjelaskan bahwa bentrok yang terjadi kemarin itu dipicu oleh penolakan warga terhadap kegiatan pengolahan atas lahan yang dimiliki oleh PT BSA. Lahan dimaksud luasnya sekitar lebih dari 800 hektare (ha).

Berdasarkan keterangan kepolisian dari situs resmi humas.polri.go.id, PT BSA disebut memiliki hak guna usaha (HGU) atas lahan tersebut dengan dasar sertifikat HGU nomor U.28/LT bertanggal 28 September 1993 yang diperpanjang melalui Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) nomor 63/HGU/BPN/2004.

Pengadilan Negeri (PN) Gunung Sugih juga disebut menetapkan PT BSA memiliki hak kelola lahan berdasarkan HGU no.28/1985 dan 59/2005, berdasarkan PN Gunung Sugih.

Warga  Melawan

Hasil penelusuran Bisnis menunjukkan bahwa lahan ratusan hektare itu tercatat menjadi objek sengketa perdata antara warga dengan pemerintah dan perusahaan sejak beberapa tahun yang lalu. Warga lokal menyebut bahwa lahan tersebut merupakan tanah adat selama puluhan tahun.

Berdasarkan data di Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Gunung Sugih, terdapat dua perkara gugatan masyarakat kepada PT BSA. Salah satu gugatan perdata kepada PT BSA sudah berkekuatan hukum tetap di tingkat kasasi. Pada putusan Mahkamah Agung (MA), pihak penggugat dari kelompok warga bernama Nur Ali pada 2017 dinyatakan kalah.

Berdasarkan putusan MA No.2012 K/Pdt/2017, Nur Ali merupakan perwakilan masyarakat adat Desa Bumi Aji, Desa Negara Aji, dan Negara Aji Baru Kecamatan Anak Tuha, Kabupaten Lampung Tengah. Sebelumnya, dia telah menggugat bupati Lampung Tengah, kepala BPN, kepala kantor Pertanahan Kabupaten Lampung, dan PT BSA.

Sebelumnya, masyarakat Anak Tuha kalah dalam gugatannya di pengadilan tingkat pertama yakni Pengadilan Negeri Gunung Sugih dalam perkara nomor 27/Pdt.G/2014/PN.Gns. Majelis hakim menyatakan perkara penggugat rekonvensi tidak dapat diterima (niet onvankelijk verklaard).

Masyarakat pun kembali mengajukan gugatan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Tanjung Karang. Majelis hakim lalu menerima permohonan banding tersebut sebagaimana putusan nomor 35/PDT/2016/PT TJK, dan membatalkan putusan PN Gunung Sugih sebelumnya.

Namun demikian, masyarakat Anak Tuha dinyatakan kalah dalam kasasi MA pada 19 Oktober 2017 silam. Hakim Kasasi yang mengadili kasasi tersebut yakni Hamdi sebagai Hakim Ketua, dan beranggotakan Sudrajat Dimyati dan Sumardijatmo.

"Mengadili menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi Nur Ali tersebut; menghukum pemohon kasasi/penggugat/pembanding untuk membayar biaya perkara dalam semua tingkat peradilan yang dalam tingkat kasasi ini sejumlah Rp500.000 [lima ratus ribu rupiah]," demikian dikutip dari salinan putusan kasasi.

Akan tetapi, warga kembali menggugat PT BSA, menteri ATR/BPN, dan bupati Lampung Tengah melalui perkara No.34/Pdt.G/2023/PN.Gns. Gugatan ganti rugi itu didaftarkan pada Senin (3/7/2023).

Perkara tersebut masih berada dalam proses persidangan. Para penggugat atas nama Ahmad Syafruddin, M. Subir, dan Riduan pada petitumnya meminta majelis hakim menyatakan HGU atas 807 ha lahan atas nama PT BSA adalah cacat hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Mereka juga meminta tergugat I (PT BSA) mengganti kerugian moriil dan materiil senilai Rp6,1 miliar.

"Menghukum tergugat I mengganti kerugian moril dan materiil para penggugat sebesar sebesar Rp6.115.171.175.- [enam miliar seratus lima belas juta seratus tujuh puluh satu ribu seratus tujuh puluh lima rupiah] dalam waktu 7 hari kerja saat putusan mempunyai kekuatan hukum tetap," demikian bunyi petitum.

Tidak hanya itu, majelis hakim diminta untuk menghukum Tergugat II yakni Menteri ATR/BPN untuk mencoret sertifikat HGU PT BSA, serta Tergugat III untuk membentuk tim ulang pemeriksaan ulang SHGU PT BSA.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Dany Saputra
Editor : Nancy Junita
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper