Bisnis.com, JAKARTA -- Majelis Hakim menolak eksepsi mantan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo.
Pada persidangan dengan agenda pembacaan putusan sela hari ini, Senin (18/9/2023), Majelis Hakim menyampaikan bahwa keberatan atau eksepsi yang disampaikan pihak Rafael dinyatakan tidak beralasan hukum.
"Mengadili, menyatakan keberatan penasihat hukum terdakwa tidak dapat diterima," terang Ketua Majelis Hakim Suparman Nyompa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Senin (18/9/2023).
Majelis Hakim menyatakan bahwa surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah cukup jelas menguraikan perbuatan Rafael Alun terkait dengan unsur pidana yang didakwakan, yakni gratifikasi dan pencucian uang.
Surat dakwaan yang dibacakan, Rabu (30/8/2023), itu juga dinyatakan telah mendahului syarat formil dan materiil. Dengan demikian, Majelis Hakim memerintahkan agar persidangan Rafael Alun dilanjutkan. Rencananya, persidangan itu akan digelar setiap Senin dan Rabu dimulai pada pekan depan, Senin (25/9/2023).
"Memerintahkan pemeriksaan perkara ini tetap dilanjutkan," ujar Suparman.
Baca Juga
Salah satu penjelasan Hakim terkait dengan penolakan eksepsi itu yakni mengenai keberatan Rafael Alun terhadap pemblokiran, pembukaan, penggeledahan, dan penyitaan terhadap isi safe deposit box (SDB) miliknya.
Sebelumnya, pada nota eksepsi, mantan pejabat pajak tersebut menyatakan bahwa penggunaan barang bukti berasal dari SDB itu tidak sah karena tidak melalui persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Menurut hemat Majelis Hakim, alasan keberatan ini tidak dapat diterima karena untuk mengetahui apakah tindakan penyidikan melakukan pemblokiran, penggeledahan, penyitaan terhadap isi safe deposit box atas nama terdakwa harus memeriksa bukti-bukti di persidangan," terang Suparman.
Sekadar informasi, Rafael Alun merupakan mantan Kepala Bagian (Kabag) Umum Kanwil Ditjen Pajak Jakarta Selatan II yang didakwa menerima gratifikasi pemeriksaan pajak dari wajib pajak (WP) senilai Rp16,6 miliar.
Dia juga didakwa melakukan pencucian uang dengan total hingga Rp100 miliar.