Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyatakan terdapat 4 penyakit pernapasan yang membebani pembiayaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Dilansir dari Instagram @kemenkes_ri, keempat penyakit tersebut merupakan yang tertinggi dalam kategori penyakit pernapasan, antara lain pneumonia, asma, penyakit paru obstruksi kronik (PPOK), dan Kanker Paru.
Dalam unggahan yang dikutip Kamis (31/8/2023), pneumonia tercatat memiliki 5.900 kasus di Indonesia per 100.000 penduduk, asma sebesar 504 kasus per 100.000 penduduk, kemudian PPOK sebanyak 145 kasus per 100.00 penduduk, dan kanker paru sebanyak 18 kasus per 100.000 penduduk.
Keempat penyakit pernapasan tersebut juga menjadi penyakit-penyakit yang paling besar pembiayaannya di program JKN. Kemenkes menyebut beban biaya yang harus dibayarkan untuk pneumonia sebesar Rp8,7 triliun, dan diikuti tuberkulosis sebesar Rp5,2 triliun.
Selanjutnya, beban biaya yang harus dibayar untuk penyakit PPOK sebanyak Rp1,8 triliun, penyakit asma Rp1,4 triliun, dan kanker paru Rp766 miliar. Sehingga jika ditotalkan beban biaya dalam program JKN untuk penyakit pernapasan tersebut sekitar Rp17,86 triliun.
Data penyakit pernapasan tertinggi di Indonesia tersebut hampir menyami data penyakit pernapasan di dunia yang dipublikasikan oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME) pada 2019, dimana Pneumonia menduduki peringkat atas dengan 6.300 kasus per 100.000 penduduk, dan PPOK 209 kasus per 100.000 penduduk.
Baca Juga
Selanjutnya penyakit asma 477 kasus per 100.00 penduduk, tuberkulosis 109 kasus per 100.000 penduduk, dan kanker paru 29 kasus per 100.000 pendudul.
Kemenkes juga menyebut, dalam 2 tahun terakhir tren polusi udara di Jabodetabek melebihi batas aman WHO dan batas aman peraturan kualitas udara di Indonesia.
Seiring kondisi tersebut, telah terjadi kenaikan kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di DKI Jakarta dalam 6 bulan terakhir, yang awalnya berjumlah 60.000, kini menjadi 200.000.
Sementara itu, berdasarkan data IQAir, Kualitas udara di Jakarta terpantau tidak sehat pada Kamis (31/8/2023) pagi. Berdasarkan data IQAir, tingkat polusi Ibu Kota berada di angka 184 pada pukul 7.40 WIB dan menempati peringkat ke-2 kota paling berpolusi udara yang tidak sehat.
Level tersebut dapat diartikan udara Jakarta tidak sehat untuk dihirup oleh masyarakat Jakarta. Kemudian, tingkat konsentrasi PM2.5 Jakarta saat ini pada level 118µg/m³ atau setara dengan 23,6 kali dari nilai panduan kualitas udara tahunan World Health Organization (WHO).
Sebagai informasi, peringkat kualitas udara Jakarta saat ini masuk dalam kategori berwarna merah yang artinya tidak sehat.
Indikator warna lainnya adalah hijau yang artinya baik, kuning adalah sedang, oranye berarti tidak sehat bagi kelompok sensitif, ungu artiya sangat tidak sehat, dan warna hitam berarti berbahaya.
Kualitas udara Jakarta yang dikategorikan berwarna merah tersebut terjadi dalam kurun waktu 3 hari terakhir, dimana pada 28 Agustus 2023 tingkat polusi ibu kota berada di 153, pada 29 Agustus 2023 berada di 154, dan 30 Agustus 2023 angka polusi meningkat ke 156.